Saya tidak terlalu heran jika ada ormas Islam yang terang-terangan meminta jatah menteri pada Jokowi-Ma'ruf. Tapi, juga tidak heran apabila ada ormas Islam yang habis-habisan 'membela' Prabowo-Shandi. Sekarang, bagaimana nasib mereka?
***
Sebagai muslim, saya agak 'risih' juga kalau ada ormas Islam yang masuk ke dalam dunia politik dengan begitu 'getol'. Pembelaan mereka sudah pada taraf 'seperti partai politik'. Secara legal formal mereka bukan parpol, tetapi secara operasional serasa parpol.
Salahkah? Tidak. Hanya saja, cara mereka untuk punya tempat dalam kekuasaan terlalu mengandalkan cara-cara 'tidak etis'.
Ormas Islam, sebaiknya menahan diri untuk tidak memperlihatkan kebepihakannya selama ini. Sekarang mari kita lihat, setelah ada Capres-Cawapres terpilih apakah mereka yang berseberangan masih akan tetap begitu.
Permainan ormas Islam di belakang layar ini terlalu kental terasa dalam pemilu kali ini. Setidaknya, saya mengamati sejak pemilu 2004 (karena waktu itu saya baru mengerti politik). Mobilisasi massa bukan lagi atas nama parpol, tetapi jelas menggunakan baju ormas Islam demi mendapat simpati.
Apakah Agenda Mereka Untuk Ummat?
Saya tidak tahu. Para petinggi ormas itu begitu 'dekat' dengan Capres-Cawapres bahkan terlalu dekat. Saking dekatnya, terlihat mendominasi dan mengintimidasi.
Saya hanya melihat ini dari media massa semata. Apa yang terlihat secara kasat mata.
Namun, saya pun mulai mempertanyakan keikhlasan dan tujuan akhir mereka ketika begitu getol masuk ke dalam lingkaran para politisi. Daya 'magis' para tokohnya seperti aktris di panggung teater. Mereka paling dikenal penonton meskipun sebenarnya perannya sedikit dalam proses panjang produksi.
Maaf bila saya menganalogikan seperti aktris/aktor di panggung. Karena di media massa, para petinggi partai seakan mundur ke belakang untuk sementara. "Biarlah mereka yang bermain, toh keuntungan pertunjukan kita yang menikmati."