Jadi kita boleh saja mempelajari yang terdapat pada konten-konten yang berisikan tengtang keilmuan agama, akan tetapi itu hanya untuk menambah wawasan saja tidak boleh menelannya mentah mentah, kita juga harus banyak-banyak literasi tentang agama dan mempunyai seorang guru atau mursyid yang membimbing kita kejalan yang benar dengan mempelajari dan mengambil keilmuan guru yang kita miliki didunia nyata dengan tatap muka bukan melalui medsos-medsos yang lainnya, karena konten kreator yang menyampaikan sesuatu keilmuan yang belum jelas keilmuan dan sanad keilmuan yang dimilikinya, sebagai mana diungkapkan oleh ulama tasawuf yakni imam Abu Yazid Al-Bustami:
من لم يكن له أستاذ فإمامه الشيطان
“Barang siapa yang tidak mempunyai guru, maka imamnya adalah setan”.
Maka dari ungkapan diatas kita bisa ambil yakni kita harus memiliki seorang guru yang jelas akan sanad keilmuannya yang dimiliki seorang guru dan gurunya diambil dari gurunya sampai kepada ilmu yang dimiliki oleh Rasulullah SAW, bukan hanya melihat dan menonton dari konten kreator yang mengasihi motivasi dan ilmu yang lainnya, hanya saja itu menjadikannya wawasan bukan tuntunan, karena yang menjadi tuntunan adalah ilmu yang dimiliki oleh seorang guru yang jelas sanad keilmuannya.
Oleh karena itu pada era digital ini membawa banyak perubahan positif yan kita bisa ambil, mulai dari akses informasi yang lebih luas.namun kita harus cerdas untuk menggunakan digital ini dan tidak termakan oleh hoax-hoax agama yang ada dan kita wajib literasi dan menanyakan kepada seorang guru yang kita miliki yang kejalas keilmuannya, dan kita dapat memperkuat solidaritas dan ukhuwah Islamiyah pada gempuran digitalisasi ini. Kita juga harus memnggunakan teknologi dengan bijak dan memanfaatkan teknologi ini agar bisa mengikuti zaman dan memperdekat kita kepada tuhan yang maha esa yakni Allah SWT.