Awal mula etika keperawatan ini dikenal adalah pada masa Rufaidah Al-Aslamiyah. Di sekitar abad 6-7 M, tenaga kesehatan yang profesional sedang sangat dibutuhkan mengingat seringnya terjadi konflik peperangan yang melibatkan umat Islam dan Rasulullah SAW. Menurut hadits Shahih Al-Bukhari, Rasulullah SAW terlibat dalam enam belas kali peperangan. Namun, dari hadits riwayat Muslim dikatakan bahwa Rasulullah SAW terlibat dalam perang sebanyak sembilan belas kali. Konflik tersebut mengakibatkan banyak korban, baik dalam cidera fisik maupun trauma psikologisÂ
Pada saat itu, sebagian besar perawat adalah wanita yang berusia 20 - 45 tahun. Kebanyakan mereka adalah seorang istri, putri, dan sahabat perempuan. Mereka memiliki peran penting dalam melawan prajurit yang terluka pada garis belakang pertempuran. Partisipasi mereka dilandaskan oleh inisiatif yang kuat dan mendapatkan persetujuan dari Rasulullah SAW (Saputra et al., 2020). Di zaman itu, banyak para wanita yang ingin ikut berkontribusi dalam perang dengan alasan ingin jihad fi sabilillah. Rasulullah SAW tidak mengizinkan wanita untuk melakukan perang melawan musuh, Rasulullah SAW memberikan alternatif lain agar para wanita bisa berkontribusi untuk jihad fi sabilillah dengan menganjurkan mereka untuk memberikan pengobatan kepada para pasukan prajurit yang mengalami cedera atau luka ketika berperang. Â Â
Ku'aibah binti Sa'ad atau biasa dikenal hingga saat ini dengan nama Rufaidah Al-Aslamiyah merupakan orang yang dikenal sebagai perawat pertama dalam Islam. Ia merupakan anak dari seorang tabib yang berasal dari Bani Aslam. Rufaidah banyak belajar tentang ilmu kesehatan dari ayahnya. Ia selalu melihat ayahnya ketika memberikan pengobatan kepada orang lain. Ayahnya dikenal oleh masyarakat jazirah Arab karena pengobatan yang diberikan selalu manjur melalui jampi, jimat, atau doa-doa khusus yang dibacakan. Saat remaja, Rufaidah selalu membantu ayahnya dengan menerapkan ilmu keperawatan yang telah diwariskan ayahnya sebagai perbekalan dalam membantu ayahnya sebagai seorang tabib sehingga muncul rasa ketertarikan Rufaidah dengan ilmu kesehatan. Seiring berjalannya waktu, Rufaidah semakin mendalami ilmu kesehatan dan menggabungkan pemahamannya terkait ilmu keperawatan dengan ajaran agama Islam. Diperkirakan ia menggabungkan pemahamannya sebelum terjadinya perang badar pada tahun 622 M. Perubahan yang terjadi ketika Rufaidah menerapkan dua hal tersebut adalah terkait kebersihan dan cara pengobatan ayahnya. Kebersihan merupakan bagian dari ajaran Islam dan menjadi hal yang penting karena sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW untuk mengutamakan kebersihan pada sistem kesehatan. Ketika ayah dari Rufaidah melakukan praktik, kondisi tempat pelayanan kurang baik untuk proses pengobatan. Kemudian, terkait cara pengobatan, Rufaidah menghilangkan cara jampi dan jimat untuk mengobati pasien karena penggunaan cara ini berisiko menyekutukan Allah SWT sehingga ia mengubahnya dengan bacaan doa, sholawat, dan ajaran Islam lainnya (Saputra et al., 2020).
Dalam melakukan praktik keperawatannya, Rufaidah dikenal sebagai orang yang sabar, baik, berdedikasi dan setia dengan pekerjaannya. Tidak hanya itu, praktik keperawatannya juga memberikan pengaruh besar terhadap keperawatan modern karena ia menciptakan kode etik yang masih digunakan oleh para perawat di masa kini. Ia telah menciptakan kode etik jauh sebelum Florence Nightingale terkenal (Saputra et al., 2020). Dalam prinsip kode etik yang diciptakan Rufaidah, ia menekankan bahwa keperawatan berlandaskan atas kepedulian (Caring) yang disesuaikan dengan perkembangan budaya.Â
Bersikap Caring kepada orang lain dianggap sebagai bagian dari pemikiran yang sampai saat ini menjadi ajaran umat Islam. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan selalu peduli kepada siapapun sehingga Islam menekankan kepedulian tidak hanya kepada manusia, namun kepada makhluk hidup lain. Islam juga mendefinisikan keperawatan sebagai pemenuhan kebutuhan orang lain. Rasulullah SAW bersabda "Siapapun yang berusaha memenuhi kebutuhan orang lain (pasien) akan diberikan pahala pengampunan atas segala dosanya meskipun kebutuhan tersebut tidak terpenuhi." (Alimohammadi et al., 2013)
Kesimpulan dan Saran
Islam memandang perawat sebagai suatu profesi yang mulia karena dengan tugas - tugasnya yang dapat menyelamatkan manusia. Seperti di dalam Q.S Al-Ma'idah: 32 yaitu "Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara semua kehidupan manusia." Dengan adanya perawat, kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan memperhatikan kode etik yang menjadi ilmu sekaligus arahan dalam memberikan pelayanan berupa asuhan keperawatan. Kode etik perawat sangat berbanding lurus dengan ajaran agama Islam karena segala hal yang menjadi landasan prinsip etik keperawatan merupakan bagian dari ajaran dan budaya Islam, seperti kebersihan, kepedulian, menjunjung tinggi martabat manusia, dan masih banyak lagi. Dengan demikian, apabila seorang perawat profesional, khususnya yang beragama Islam, telah berpedoman pada prinsip etik ketika memberikan pelayanan, maka secara tidak langsung ia juga telah melakukan kebaikan atas perintah Tuhan nya.
Ucapan Terimakasih
Penulis mencurahkan rasa syukur kepada Allah SWT. atas berkat dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Selain itu, tak lupa penulis berterima kasih kepada Prof. Rr. Tutik S Hariyati, MARS selaku fasilitator mata kuliah Profesionalisme dalam Keperawatan Kelas C, atas bimbingan, petunjuk, dan feedback yang konstruktif sehingga memungkinkan penulis untuk menyelesaikan tugas ini sampai akhir. Terakhir, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada keluarga, teman-teman, dan orang terdekat yang telah memberikan dukungan serta motivasi selama proses penyelesaian tugas Â
Referensi
Alimohammadi, N., Taleghani, F., Mohammadi, E., & Akbarian, R. (2013). Nursing in Islamic thought: Reflection on application nursing metaparadigm concept: A philosophical inquiry. Iranian journal of nursing and midwifery research, 18(4), 272--279. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3872860/Â