Mohon tunggu...
Ulis syifa Muhammadun
Ulis syifa Muhammadun Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Sukabuku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ta'lim Al-Muta'allim, Biang Kerok Kejumudan Pesantren?

17 Juni 2020   00:48 Diperbarui: 22 Juni 2020   17:45 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

1.Menerangkan tentang mengenai hakikat ilmu dan Fiqh sebagai sumber dasar mencari ilmu.
2.Menerangkan tentang niat dalam mencari ilmu.
3.Menerangkan tentang Memilih ilmu yang di pelajari, dan memilih guru serta teman yang teguh dalam mencari ilmu.
4.Menerangkan tentang Memulyakan ilmu dan ahli ilmu serta keluarganya.
5.Menerangkan tentang Kesungguhan mencari ilmu, dan mempunyai cita-cita yang tinggi.
6.Menerangkan tentang Permulaan belajar, kadarnya, dan urutan ilmu yang di pelajari.
7.Menerangkan tentang Tawakkal, pasrah dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
8.Menerangkan tentang Waktu belajar.
9.Menerangkan tentang Tentang kebaikan.
10.Menerangkan tentang Tentang cara mencari faedah dalam ilmu.
11.Menerangkan tentang Larangan menjauhi maksiyat.
12.Menerangkan tentang Etika menghafal.
13.Menerangkan tentang Hal-hal yang memudahkan memperoleh rizki, umur, dan hal-hal yang menghalanginya

Kitab ini, oleh kalangan di luar pesantren, di anggap sebagai akar penyebab kemunduran tradisi intelektualisme pesantren. karena mereka menganggap, bahwa aktivitas intelektualisme, diskusi, halaqoh-halaqoh yang membuka lebar kran pendapat atau adu argumentasi sama sekali tidak di temukan. 

Sementara yang sering di jumpai adalah sistem pendidikan konvesional yang di kenal dengan sistem ngaji bandongan. Kyai membacakan materi dari kitabnya, sedangkan santri mendengarkan dengan patuh, menundukkan hati, mata dan pikirannya. Santri sendiko dawuh dengan apa yang di tuturkan kyai sebagai mahaguru.

Mereka memandang sinis hal ini. Menurut mereka, pesantren adalah lembaga dengan sistem pengajaran yang dogmatis, memiliki kekolotan intelektual, dan terlalu kaku. Adapun semua hal ini ujung-ujungnya adalah menyatakan kekolotan kyai sebagai pemimpin pengajaran agama di pesantren dan juga kitab Ta'lim Al-Muta'allim sebagai landasan etika belajar santri.

Gus Fahmi Arif El-Muniry mengatakan," Membicarakan kitab Ta'lim tidak ada habis-habisnya. Saya pernah bertemu dengan salah satau pakar pendidikan ternama di negeri ini. Perjumpaan kami tak lain adalah untuk mendiskusikan kitab Ta'lim Al-Muta'allim ini, kebetulan teman saya yang menjadi asistennya mengusulkan nama saya untuk menjadi pemateri acara rutin di kantornya.

Mendekarti hari yang di tentukan, saya menyiapkan segala sesuatu. Menyiapkan kerangka-kerangka ringan yang saya sadur dari kitab Ta'lim Al-Muta'allim. Ibarat petarung, saya siap untuk berperang, karena yang akan saya hadapi adalah seorang pakar pendidikan yang (sebelumnya) menolak konsep kitab Ta'lim Al-Muta'allim.

Namun, ternyata kenyataannya jauh berbeda. Memang, saya di kasih kesempatan untuk mempresentasikan kitab Ta'lim Al-Muta'allim. Tapi, tidak asa tanggapan sama sekali. 

Malah, pakar pendidikan tersebut berkata, "Tahun 80'an saya pernah mengusulkan agar kitab Ta'lim Al-Muta'allim itu di bakar saja. Memang, saya tidak membacanya karena saya bukan orang pesantren. tapi saya banyak mendengar dari kawan-kawan saya yang orang pesantren bahwa isi kitab ini sangat membodohkan. Kitab ini memuji kyai setinggi langit, menghalangi santri untuk kritis. Suatu waktu, saya pernah menghadiri suatu acara pesantren. di sana saya melihat sendiri betapa orang orang berebut untuk mencium tangannya (kyai). Dengan cara ini, bagaimana tradisi ilmiyah berjalan di pesantren?."

Di depannya saya pakar tersebut seperti hendak menumpahkan kekesalannya terhadap apa yang berjalan di pesantren. panjang sekali ia bercerita mengenai bobroknya gaya belajar pesantren (menurutnya), sehingga sayapun tidak kuat menceritakannya lagi.

Padahal, kitab ini, adalah suatu kitab adab yang membentuk seorang pencari ilmu akan tingkah lakunya semasa belajar maupun ketika sudah selesai. Bisa dilihat sendiri, misalnya Syekh Az-Zarnuji mengatakan, bahwa setelah mempelajari agama, seseorang harus mempelajari yang namanya ilmu Hal. Ilmu yang berkenaan dengan bersosial, bermasyarakat, dan ilmu yang sesuai dengan zamannya. Misalnya ilmu tekhnologi, ekonomi, dll.

Keterangan-keterangan yang ada di dalam kitab Ta'lim Al-Muta'allim ini seharusnya membuat terpesona siapa saja yang mau memahaminya. Saya yakin, apabila orang di luar pesantren yang mau mempelajari, dan memahaminya secara sungguh-sungguh, pastilah mereka akan memikirkan ulang mengenai tudingan mereka tentang "kolotnya" kitab ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun