Maka, bagi saya jika ada kelompok tertentu di helatan Pilkada kali ini bersuara lantang untuk memilih calon Gubernur karna kesamaan agama, suku atau partai, bagi saya hukumnya sah-sah saja. Â Sama sahnya, ketika ada kelompok lain menyuarakan dalil untuk memilih calon Gubernur karena latar ketampanan wajahnya, atau karena sesama penghobi lari marathon. Â
Saya pribadi jelas punya kriteria dalam memilih. Jika saya disodorin calon pemimpin dengan kualitas yang sama, tetapi kandidat yang satu beragama Islam dan asli Jawa, sementara kandidat lainnya Non Muslim dan bersuku Non Jawa, hampir pasti pilihan saya akan jatuh ke kandidat nomor 1? Apakah saya salah? Gak kan..Sebab hati saya merasa lebih nyaman dengan pilihan no 1!
Hanya saja, yang membuat saya miris, adalah ketika agama yang mulia, justru digunakan untuk dagangan politik, serta ditunggangi oleh begundal-begundal untuk melampiaskan syahwat politik yang tak tersalurkan. Agama tak melarang untuk berpolitik, tapi berpolitiklah yang santun dan membuat suasana sejuk dan tidak gaduh.Â
Saya kira, masing-masing kita telah punya pilihan atas siapa pemimpin ideal kita, buah dari kecenderungan dominan yang kita pelihara selama ini. Silakan memilih dengan kriteria kesamaan yang anda ingini, tapi tak perlu ribut dan tak sambil menghujat.Â
Soal Pilkada DKI yang lagi gaduh ini, terus terang saya sampaikan; Ketiga pasangan kandidat ini, tak memenuhi kriteria untuk jadi Gubernur ideal saya. Saya pastikan tak akan memilih salah satu di antara mereka. Percuma!
Karena saya warga Propinsi Banten!!!!
#UncleTOM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H