Tetapi pria yang menindihnya tidak peduli. Mimik wajah pria itu terpancar gelora birahi yang sangar. Sementara tangan pria yang satunya mencengkeram dadanya dengan sangat kasar.
“Bang, saya sudah tidak kuat,” kembali perempuan itu berucap lirih—lirih sekali.
Pria itu malah membalik tubuh perempuan itu.
“Nungging!” perintah pria itu dengan suara keras.
Tetapi perempuan itu tetap tengkurep.
“Pelacur sialan. Kami bayar kamu untuk memuaskan kami, bukan untuk tidur-tiduran,” hardik pria itu.
Tetapi tenaga perempuan itu memang sudah terkuras habis.
Tanpa belas kasihan, pria itu kembali menindihnya dari belakang. Setengah sadar perempuan itu merasakan ada benda tumpul menerobos tubuhnya. Perempuan itu menjerit menahan sakit yang amat sangat. Tetapi jeritan itu tertahan di kerongkongannya. Bersamaan dengan jeritan itu, perempuan itu jatuh pingsan.
(enam)
Hari-hari kelabu bagai berseri, menciptakan berbagai adegan menyedihkan tanpa ujung pangkal. Tetapi perempuan muda itu tidak pernah meratap. Sebab seperti yang dipahaminya, perempuan hanyalah sosok lemah yang dicipta dari tulung rusuk pria, seperti halnya Hawa yang dicipta dari rusuk Adam.