Mohon tunggu...
Muhammad Toha
Muhammad Toha Mohon Tunggu... profesional -

Seorang kuli biasa. Lahir di Banyuwangi, menyelesaikan sekolah di Bima, Kuliah di Makassar, lalu jadi kuli di salah satu perusahaan pertambangan di Sorowako. Saat ini menetap dan hidup bahagia di Serpong--dan masih tetap menjadi kuli.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan-perempuan di Tepi Surga

22 April 2016   14:34 Diperbarui: 23 April 2016   03:59 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sudut warung remang-remang, seorang perempuan belia diapit dua pria separuh baya. Bau alkohol menyembur dari mulut pria-pria itu, seperti mengaduk-aduk isi perut perempuan itu. Tetapi perempuan itu tetap tersenyum. Juga pada saat bibir kedua pria itu menciumi sekujur tubuhnya yang mulus. Juga, ketika tangan-tangan kasar bertato pria itu menyikap rok mininya. Juga, tatkala pria-pria itu menyeret tangan perempuan itu menuju ke belakang warung—untuk menuntaskan birahi yang meledak-ledak.

 

(tiga)

“Dasar perempuan sialan!” Dan untuk kesekian kalinya, lengan berotot itu berayun ke wajah perempuan muda itu. Perempuan itu langsung tersungkur mencium lantai. Darah semakin deras mengucur dari hidung dan pelipisnya yang robek. Perempuan itu hanya sesungukan, sebab tangisan berarti telapak tangan dan kaki semakin bertubi-tubi bersarang di sekujur tubuhnya.  

Pria lengan berotot itu, berdiri berkacak pinggang, lututnya goyah. Wajahnya memerah. Dari mulutnya menyembur bau khas minuman keras murahan. Hari yang sial! Uangnya amblas tak tersisa di meja judi, dan setiba di rumah, perempuan itu malah  menagih uang untuk belanja.

“Mulai besok kamu yang cari uang. Biar kamu tahu, kalau cari uang itu susah. Paham!” pria itu berkata sambil menjambak rambut perempuan itu sehingga wajah perempuan itu menengadah.

“Sekarang sediakan makanan. Saya sudah lapar. Cepat!” hardik pria itu.

Perempuan itu malah tertunduk.

“Hehhh! Kau tuli ya. Saya lapar!” amarah pria itu meledak. 

 “Maaf Bang. Beras kita sudah habis,” lirih perumpuan itu berucap.

 “Tolol! Kenapa tidak beli!”,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun