Mohon tunggu...
Muhammad Toha
Muhammad Toha Mohon Tunggu... profesional -

Seorang kuli biasa. Lahir di Banyuwangi, menyelesaikan sekolah di Bima, Kuliah di Makassar, lalu jadi kuli di salah satu perusahaan pertambangan di Sorowako. Saat ini menetap dan hidup bahagia di Serpong--dan masih tetap menjadi kuli.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

China dan Cerita Sebuah Kota

20 Oktober 2015   13:50 Diperbarui: 20 Oktober 2015   14:31 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah, apakah dalil ini shahih atau hanya gurauan semata, saya sendiri tak punya referensi untuk menyangkalnya.
Tapi tetiba saya teringat di Sulawesi, juga ada beberapa lintir daerah yang melarang orang China menetap dan berdagang di daerahnya. Saya tak paham alasan atau penyebabnya, tapi efeknya memang nampak dari geliat kegiatan ekonominya. Daerah itu cenderung kurang berkembang dibanding daerah tetangganya, padahal potensi ekonomi setara.

Di daerah tempat orang tuaku kini menetap, Tente Bima NTB, hal serupa juga terjadi. Para pedagang lokal berkesepakat untuk menolak kehadiran pegadang China masuk ke daerah itu. Hasilnya, sejak orang tuaku menetap 15 tahun silam di Tente, saya tak melihat ada perubahan yang signifikan tiap kali saya berlibur kesana.

Apa yang salah dari pedagang China. Dan kenapa hanya pedagang China yang dilarang?

Dan kenapa pedagang keturunan Arab, blasteran India atau perantau dari pulau lain diperbolehkan?

Sekali lagi saya tak punya referensi untuk menjawabnya.

Tapi yang pasti, menilik pengalamanku berinteraksi dengan pedagang China di Pasar Senen, Asemka, atau Mangga Dua Jakarta lebih kurang 3 tahun terakhir, saya merasa tak ada yang aneh dengan tabiat orang China dalam berdagang. Menurutku, justru pedagang China yang saya kenal, adalah para pedagang yang jujur, ulet dan pintar menjaga pelanggan.
Memang tak semua seperti itu..tapi begitulah pengalamanku selama ini bertransaksi dengan mereka.

Suatu kali saya pernah kembali di salah satu toko di Pasar Asemka yang sebulan sebelumnya, saya tempati belanja. Kali itu, karena barang yang saya pesan ada di gudang, pedagang China itu menjanjikan barangnya besok disiapkan dan akan dikirim ke alamat tujuan.

Besoknya, karena kesibukan saya jadi kuli, saya lupa untuk menanyakan status barang itu. Sampai 4 hari lewat, saya baru teringat.

“Barangnya sudah kami kirim 4 hari lalu,” ujarnya di ujung telepon ketika saya tanya bagaimana status barang saya.
Ohh…saya hanya bisa melongo heran. Nyaris tak percaya. Barang pesanan saya telah dikirim sementara saya belum membayarnya sesen pun.

Saya tak habis pikir bagaimana bisa dia langsung percaya, padahal notabene saya baru sekali belanja dan bertemu dengannya? Saya juga tak paham kalkulasi kerugiannya jika barang yang dikirim itu, tidak saya bayar padahal nilainya cukup besar.

“Jadi total berapa belanja dan ongkos kirimnya Ci?” tanyaku agak sunggan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun