Pada masa Pandemi Covid-19 seperti ini seluruh dunia mengalami situasi yang pelik di segala lini kehidupan masyarakartnya, tak terkecuali bangsa Indonesia yang tengah menghadapi situasi serupa pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini. Permasalahan yang seringkali muncul sebagai efek samping timbulnya kasus pandemi Covid-19 adalah perihal ekonomi.Â
Bidang ekonomi menjadi sangat krusial yang perlu diselamatkan dalam bentuk upaya pemerintah untuk menanggulangi adanya efek samping Pandemi Covid-19. Masalah ekonomi merupakan masalah yang sangat kompleks, sehingga mampu mempengaruhi segala macam lini memunculkan permasalahan baru, seperti halnya kemiskinan, korupsi, pencurian.
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negara-negara, begitu pula negara Indonesia harus melaksanakan upaya guna meminimalisir perluasan masalah baru akibat adanya Pandemi Covid-19 di bidang ekonomi. Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam menyelesaikan permasalahan pandemi ini. Gerakan 3, pembatasan fisik atau physical distancing, PSBB, PPKM dalam secara mikro maupun makro, dll.Â
Berbagai upaya tersebut tercatat telah menghabiskan banyak dana untuk operasional. Pada tahun 2020, tercatat sebanyak Rp. 383,01 trilliun digelontorkan yang awalnya dari target pemerintah sebesar Rp. 695,2 trilliun (CNN Indonesia, 2020). Selain itu pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan darurat Covid-19 yang disampaikan pada Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019.Â
Adanya pengeluaran Keppres ini diharapkan dapat mendorong atau memberikan stimulus percepatan produksi barang dan jasa guna mempercepat penanganan pandemi. Adanya percepatan produksi ini diharapkan dapat mempercepat penanganan pandemi. Pemerintah telah menganggarkan sangat besar untuk penanganan pandemi ini. Namun, pasti ada kemungkinan dapat ditemukan penyelewengan anggaran.Â
Pada saat ini tren kasus meningkat, dikarenakan adanya pengawasan yang kurang efektif di lapangan. Lembaga Survei Indonesia melakukan survei tentang korupsi dan jasilnya 39,6% tingkat korupsi naik di masa pandemi (Liputan6.com, 2020). Dengan demikian diperlukan informasi mengenai tingkat kinerja para pegawai KPK yang memiliki peran krusial sebagaimana adalah tujuan dari penelitian ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah badan negara yang mewujudkan otoritas dan perannya bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Pembentukan KPK didasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kewenangan KPK untuk melaksanakan penelitian, penelaahan, penyidikan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan instansi pelayanan publik (Sugiarto, 2013).
 Namun pada masa Pandemi Covid-19 sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan bahwa para pegawai KPK wajib memiliki status sebagai ASN, dan wajib diangkat sebagai ASN dalam jangka waktu maksimal dua tahun, hal ini dapat diartikan bahwa lembaga KPK bukan lagi merupakan lembaga independen, namun merupakan lembaga di bawah naunganÂ
negara dan seluruh pegawai KPK diharuskan untuk mengikuti seleksi ASN untuk mencukupkan diri sebagai pegawai tetap di KPK. Aturan pelaksanaan ketentuan tersebut adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, yang di dalam Pasal 3 Huruf b disebutkan syarat setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah. Aturan pelaksanaan berikutnya adalahÂ
Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN yang menyebutkan dalam Pasal 5 Ayat (4) bahwa untuk memenuhi syarat tersebut dilaksanakan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) oleh KPK berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN pada saat ini menimbulkan polemik menyusul diberhentikannya 75 pegawai KPKÂ
karena tidak lulus TWK. Menanggapi polemik tersebut, Presiden RI Joko Widodo menyatakan bahwa hasil TWK terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu maupun institusi. Hasil TWK sebaiknya tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes. Presiden juga sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK)Â
dalam Putusan Pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU KPK, yang menyatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi pegawai ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK. Presiden Jokowi menegaskan bahwa KPK harus memiliki sumber daya manusia terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi.Â
Ada beberapa kekhawatiran masyarakat yang takutnya akan terjadi apabila pegawai KPK merupakan ASN, yakni KPK tidak lagi menjadi independen dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan secara pribadi maupun kepentingan kelompok. Hal ini diperkuat dengan KPK yang saat ini menjadi bawahan dari kementerian tertentu dan secara administratif kepangkatan, struktur hierarki akan berlaku bagi mereka apabila mereka tidak menurutiÂ
segala yang diinginkan oleh atasannya atau kelompok kepentingan terkait mereka akan dikucilkan dari sistem, , hal ini tentu saja akan mencederai fungsi KPK yang seharusnya secara independen menjadi lembaga yang fokus untuk menangkap tindak pidanaÂ
korupsi yang dilakukan oleh para lembaga terkait tanpa adanya rasa kemanusaiaan akan semakin luntur dan KPK akan menjadi alat manipulatif dari kelompok tertentu. Dengan ini maka sistem pemerintahan Indonesia akan semakin buruk dengan pengelolaan penguasa diktator yang dikuasai oleh oligarki tertentu.
Dampak lain yang akan terjadi apabila lembaga KPK berubah menjadi ASN adalah tidak tuntasnya perkara yang sedang ditangani oleh penyidik yang dinyatakan tak lolos TWK, hal ini dikarenakan pada proses tes wawasan kebangsaan atau sering disebut sebagai TWK banyak pegawai KPK yang tidak lolos, yakni sejumlah 51 orang, dan sebagian besar pegawai yang tidak lolos adalah pegawai yang memiliki track record luar biasa untukÂ
menangkap para ‘tikus negara’ dan mereka sangat ditakuti oleh para pejabat pemerintahan. Dengan ini banyak para tokoh civita akademika yang berpikiran bahwa proses seleksi pegawai ASN KPK yang direfleksikan dengan tesÂ
TWK merupakan salah satu cara manipulasi politik untuk menyingkirkan pegawai KPK yang tidak diinginkan, dan bagi para anggota yang lolos tes TWK dan telah resmi menjadi ASN akan mudah sekali memperoleh intervensi, hal ini dikarenakanÂ
status pegawai KPK yang saat ini juga merupakan ASN akan menjadi faktor penyebab independensi lembaga tertangguh.Â
Dengan banyaknya kasus tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara di masa Pandemi Covid-19 maka perlu dipertanyakan bagaimana tanggung jawab mereka atas janji-janji yang mereka ajukan pada masa penyalonan atau pada masa kampanye, dimana pada saat itu mereka ‘mengemis' suara kepada masyarakat setelah terpilih, namun mereka seakan meninggalkan masyarakat ketika masyarakat mengalami situasi pelik diÂ
masa pandemi Covid-19 dan malah melindungi diri mereka sendiri, demi kesejahteraan diri mereka di tengah Pandemi Covid-19. Selain itu banyaknya kabar miring dari KPK pada masa pandemi Covid-19, seperti halnya KPK dikhawatirkan tidak lagiÂ
menjadi lembaga independen dan dapat diintervensi oleh banyak orang yang memiliki kepentingan pribadi diluar kepentingan masyarakat luas maka akan menimbulkan mosi tidak percaya masyarakat terhadap pemerintahan Indonesia.Â
Dengan ini asas pemerintahan untuk state and balance untuk tetap menjadi lembaga yang netral, independen, menjadi penyalur keadilan masyarakat akan hilang, dan apabila hal tersebut terjadi maka sila kelima Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia tidak akan tercapai sebagaimana mestinya.
ReferensiÂ
Ferdiansyah, B. 2021. Capaian tengah tahun KPK berantas korupsi di tengah pandemi.   Dapat  diakses pada https://www.antaranews.com/berita/2359990/capaian-tengah-tahun-kpk- berantas-korupsi-di-tengah-pandemi.
Hantoro, N, M. 2021. Polemik Pengalihan Status Pegawai KPK. Pusat Penelitian Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI. Minggu ke-3 Mei 2021 (13 Mei s.d. 20 Mei 2021).
Kompas.com.  2021.  Pandemi  Pun  Tak  Hentikan  Munculnya  Kasus Korupsi....
diakses  pada https://nasional.kompas.com/read/2021/07/14/19255121/pandemi-pun-tak- hentikan-munculnya-kasus-korupsi?page=all.
Tri Setia Darma Sinuraya, Widodo, Panji Suwarno. 2021. Strategi Pemberantasan Dan Pencegahan Korupsi Di Indonesia Dalam Masa Pandemi Covid-19. Vol.9 No.3 Edisi Agustus 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H