Lingkungan kampus seharusnya menjadi tempat yang aman bagi setiap Mahasiswa untuk belajar dan berproses. Namun, dalam lingkungan yang seharusnya tempat belajar banyak Mahasiswa yang merasa terancam dengan tindakan-tindakan merugikan seperti kasus pelecehan seksual. Tindakan pelecehan ini, tidak hanya merusak pengalaman pendidikan tapi juga berdampak pada psikologis mahasiswa. Dengan disampaikannya isu ini, diharapkan perhatian terhadap kasus serupa dapat meningkat dan mampu menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi warga kampus.
Bukankah pada Surah Al-Imran ayat 104 memerintahkan pentingnya bagi umat Islam terkait dengan amar ma'ruf nahi munkar, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan.
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali 'Imran Ayat 104)
Juga dalam hadits riwayat muslim: "Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika ia tidak mampu, maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman."
Lingkaran kuasa yang berbahaya sering kali muncul dalam hubungan antara dosen dan mahasiswa, di mana ketidakseimbangan kekuasaan dapat dimanfaatkan untuk melakukan pelecehan seksual. Dosen memiliki otoritas akademik yang signifikan, yang memberikan mereka posisi dominan dalam interaksi dengan mahasiswa. Hal ini menciptakan situasi di mana mahasiswa merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi dosen, bahkan ketika itu berarti mengorbankan kenyamanan dan keselamatan mereka. Ketidaksetaraan ini membuat korban merasa terjebak, sering kali takut untuk melawan atau melaporkan pelecehan yang mereka alami.
Korban pelecehan seksual sering kali menghadapi dilema moral dan emosional. Mereka mungkin khawatir akan dampak negatif yang bisa terjadi jika mereka melapor, seperti penurunan nilai, ancaman terhadap kelulusan, atau bahkan isolasi sosial dari teman-teman. Rasa takut ini seringkali diperburuk oleh stigma sosial yang melekat pada korban, membuat mereka merasa sendirian dan tidak berdaya. Lingkaran kuasa ini tidak hanya menyakiti individu, tetapi juga merusak integritas akademik dan reputasi institusi pendidikan itu sendiri.
Mengatasi lingkaran kuasa yang berbahaya ini memerlukan perubahan budaya di dalam kampus. Institusi harus aktif menciptakan lingkungan yang transparan, di mana setiap tindakan pelecehan dapat dilaporkan tanpa rasa takut akan konsekuensi. Pendidikan yang memadai tentang batasan dan hak-hak individu harus disertakan dalam kurikulum, serta pelatihan bagi dosen untuk memahami dampak dari penyalahgunaan kekuasaan. Dengan melibatkan seluruh civitas akademika dalam upaya ini, kita dapat membongkar lingkaran kuasa yang merusak dan menciptakan kampus yang lebih aman bagi semua mahasiswa.
Pencegahan menyalakan seksual di kampus adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Lingkungan pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman untuk belajar, namun kenyataannya banyak siswa yang merasa terancam oleh tindakan yang diungkapkan. Dengan membangun kesadaran akan isu ini, kampus dapat menciptakan budaya yang menolak segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Pendidikan yang menyeluruh mengenai kekerasan seksual harus dimasukkan ke dalam kurikulum, sehingga siswa memahami batasan, hak-hak mereka, dan cara melindungi diri serta sesama.
Selain pendidikan, kampus harus menyediakan mekanisme pelaporan yang jelas dan aman bagi korban. Banyak korban yang merasa terlindungi dan takut untuk melaporkan kejadian yang dialami karena khawatir akan aib atau konsekuensi negatif. Dengan menyediakan saluran yang aman dan mendukung, korban dapat merasa lebih percaya diri untuk bersuara dan mengambil langkah hukum jika diperlukan. Selain itu, dukungan psikologis yang komprehensif sangat penting untuk membantu korban pulih dari cedera yang dialami.
Terakhir, pencegahan seksual juga melibatkan peran aktif dari seluruh sivitas akademika, termasuk dosen dan staf. Mereka harus dilatih untuk mengenali tanda-tanda memancarkan dan bagaimana meresponsnya dengan tepat. Dengan membangun komunitas yang saling mendukung, kita dapat menciptakan lingkungan kampus yang lebih aman dan inklusif bagi semua individu. Kesadaran kolektif dan tindakan nyata dari semua pihak adalah kunci untuk mencegah terbukanya dan melindungi hak serta martabat setiap siswa.
Pelecehan seksual di kampus adalah masalah yang memerlukan perhatian dari seluruh komunitas akademik. Tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif tidak hanya terletak pada institusi, tetapi juga pada setiap individu yang menjadi bagian dari kampus. Mahasiswa, dosen, dan staf administrasi semua memiliki peran penting dalam mencegah dan menangani kasus pelecehan. Dengan saling mendukung dan mengambil tindakan proaktif, kita dapat membangun budaya yang menghormati hak asasi manusia dan menolak segala bentuk kekerasan.
Pentingnya pendidikan dan kesadaran menjadi bagian dari tanggung jawab bersama. Kampus harus menyediakan pelatihan yang komprehensif bagi mahasiswa dan staf mengenai isu-isu terkait pelecehan seksual, termasuk cara mengenali dan melaporkan pelecehan. Dengan meningkatkan pemahaman tentang dampak dari tindakan tersebut, kita dapat menciptakan atmosfer di mana korban merasa aman untuk bersuara dan melaporkan kejadian yang dialami. Selain itu, mahasiswa juga perlu diajarkan tentang pentingnya menjadi saksi yang aktif dan mendukung ketika melihat tindakan pelecehan, sehingga mereka tidak hanya menjadi penonton.
Akhirnya, dukungan terhadap korban harus menjadi prioritas bersama. Institusi perlu menyediakan sumber daya yang memadai, seperti layanan konseling dan mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia. Di samping itu, penting untuk menciptakan ruang bagi korban untuk berbagi pengalaman mereka tanpa rasa takut akan stigma atau penghakiman. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan lingkungan kampus yang tidak hanya menanggapi pelecehan seksual secara reaktif, tetapi juga secara proaktif mencegahnya, memastikan setiap individu merasa dihargai dan dilindungi.
Rasulullah mengajarkan umatnya untuk saling menghargai dan menghormati antar sesama. Pelecehan seksual merupakan tindakan yang sangat tidak terhormat dan merendahkan martabat korban. Oleh karena itu, tindakan tersebut bertentangan dengan hal yang telah diajarkan oleh Rasulullah melalui Al-Qur’an dan sunnahnya. Seperti pada hadis Imam alBukhari No. 6674
حَدَّثَنَا مَحْمُودٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَايِعُ النِّسَاءَ بِالْكَلَامِ بِهَذِهِ الْآيَةِ { لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا } قَالَتْ وَمَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ إِلَّا امْرَأَةً يَمْلِكُهَا
“Telah menceritakan kepada kami Mahmud telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari 'Urwah dari Aisyah radliallahu 'anha, mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Shallallahu'alaihiwasallam membaiat wanita cukup dengan lisan (tidak berjabat tangan) dengan ayat ini; 'Untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun….' sampai akhir (QS. Almumtahanah 12) kata Aisyah; Tangan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sama sekali tidak pernah menyentuh wanita selain wanita yang beliau miliki (isterinya).”
Bahwa hadis tersebut dinilai shahih baik sanad maupun matan dan semua perawi hadis tersebut dapat diterima oleh para ulama lain karena dinilai tsiqah dan di antara mereka terdapat pula rawi yang hafidz. Kehujjahan hadis Imam al-Bukhari ini dapat dijadikan pengamalan dalam kehidupan bersosial antara laki-laki dan perempuan di masa kini. Pemaknaan hadis menunjukkan bahwa Rasulullah tidak pernah menyentuh wanita yang bukan mahramnya, bahkan saat berbaiat. Beberapa solusi tindak kejahatan pelecehan seksual ditemukan dalam penelitian ini, yaitu sex education, memupuk keberanian, perlindungan, penegakan hukum, bilik pengaduan, etika pemberitaan, empati, dan terapi penyebuhan efek traumatik. Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi penulis maupun pembaca agar menjaga hubungan sosial terutama dengan lawan jenis. Penelitian ini memiliki kekurangan dan keterbatasan sehingga direkomendasikan penelitian lanjutan dengan meninjau makna hadis dari berbagai perspektif disiplin ilmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H