Money politics, terus menjadi isu yang tak terhindarkan disetiap kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada), meski demikian, money politics sering kali dikecam karena mencederai demokrasi. Akan tetapi, praktik money politics marak terjadi bahkan menjadi suatu "tradisi" yang sulit dihilangkan.
 Padahal, larangan money politics sudah tertuang sangat jelas dalam pasal 73 UU Nomor 10 Tahun point 4 yakni; Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:Â
a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;Â
b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; danÂ
c. Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Namun, baru-baru ini jagat media social facbook dihebohkan dengan praktik money politics menjelang pemilihan kepala daerah di Kota Sukabumi.Â
Video yang di unggah akun facbook Danial Fadhilah berdurasi 23 detik, pengakuan seorang warga yang  menerima "uang" dari salah satu kandidat calon kepala daerah Kota Sukabumi untuk memilihnya, setelah menerima uang, warga tersebut harus mengucapkan dua kalimat syahadat serta sumpah agar menjadi bukti kongkrit tidak akan memilih kandidat lain.Â
Kejadian ini menuai beragam komentar di akun facbook Danial, mulai dari komentar serius hingga komentar lucu. Dalam hal ini tentu menjadi pertanyaan serius dikalangan masyarakat tentang praktik money politics terus terjadi. Dari kejadian ini, tentu ada beberapa faktor sehingga money politics itu bisa terjadi saat pilkada.Â
Budaya Politik TransaksionalÂ
Dari unggahan video yang ramai baru-baru ini, money politics seolah sudah menjadi budaya politik transaksional dan pragmatis. Banyak masyarakat dalam pemilu ataupun pemilihan kepala daerah menjadi momentum untuk mendapatkan keuntungan secara instan daripada memilih berdasarkan visi, misi atau program para kandidat. Sebab, pandangan masyarakat selama bertahun-tahun merasa kurang diperhatikan oleh pemerintah.