Merapi di antara bidang pertambangan seperti adanya pertambangan pasir dan batuan bangunan yang memiliki kualitas tinggi serta pertanian yang subur dan melimpahnya hasil usaha para Petani.
Bencana meletusnya gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 mungkin bisa menjadikan luka mendalam bagi seluruh masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, hampir 353 orang tewas, 300 ribu jiwa harus menggungsi dan kerugian material yang diakibatkan Awan Panas atau Wedhus Gembel hampir mencapai Rp 4,2 triliun.Â
Ini bisa menjadi pembelajaran dan evaluasi bersama bagi kita tentang pentingnya Mitigasi Bencana agar meminimalisir korban jiwa yang ada, warga lereng Merapi pun mengajarkankita agar kita selalu bisa bangkit dari segala keterpurukan seperti yang dilakukan Ibu Ngatiyem walaupun harus ditinggal suaminya dan anaknya.
Rumahnya hancur, Sapinya mati dan lain sebagainya ia pun tetap bekerja keras untuk menyambung hidup melawan kerasnya kehidupan di dunia dengan berdagang.Â
Dalam urusan mitigasi pemerintah setempat terus selalu mensosialisasikan mitigasi bencana serta pelatihan bencana mandirii baik di balai desa maupun kelurahan masing-masing.
Dengan erupsi pula banyak sekali perubahan sosial terkhusus di bidang pekerjaan masyarakat yang awalnya bekerja sebagai peternak namun kini pekerjaan ia berubah menjadi penambang pasir.Â
Harapan masyarakat disanapun beragam seperti bantuan/ ganti rugi korban Merapi dan dimudahkan akses seluruh keshatan seperti peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat Merapi dan bantuan modal bagi korban Merapi yang ingin menciptakan kegiatan usaha berbasis UMKM.
Ketika kita membahas Merapi pasti tidak bisa dipisah dengan pariwisata nya maka dari itu peningkatan kualitas sektor pariwisata Merapi pun semakin ditingkatkan pasca erupsi yaitu dengan dibukanya lava/Volcano tour yang menjadi harapan baru perkenomian Masyarakat Merapi di sektor  ekonomi.Â
Serta menjadi destinasi baru baru wisatawan yang mendidik dan  bermanfaat di sektor Pariwisata sekitar lereng Merapi.Â
Terlebih ketika ketika kita melihat sebuah kesaksian dari ibu Ngatiyem yang tidak mendapatkan uang ganti rugi rumahnya yang sekarang tidak boleh dihuni kembali mungkinn itu adalah sebuah sindiran bagi pengambil kebijakan setempat dalam mengimplementasikan nilai keberpihakan dan keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H