Mohon tunggu...
Muhammad Tharieq Waldopo
Muhammad Tharieq Waldopo Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di kota Depok

mencoba peruntungan menulis di Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Masyarakat Lereng Merapi, Mampu Bangkit Pasca Erupsi

23 Oktober 2018   20:11 Diperbarui: 5 Desember 2022   08:51 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Gunung Merapi di Jawa Tengah mengalami erupsi dan memuntahkan asap dengan tinggi kolom mencapai 5.000 meter dari puncak pada Jumat (27/3/2020). ANTARA/HO/BPPTKG/ via kompas.com

Selasa, 26 Oktober 2010 menjadi hari mencekam terutama bagi warga sekitar gunung Merapi yang termasuk salah satu gunung api aktif di Indonesia yang secara administratif terletak di wilayah Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten.

Gunung ini mengeluarkan letusan yang terparah dan mengeluarkan dentuman besar berupa awan panas dan abu vulkanik ke beberapa daerah penyangga gunung tersebut,malah abu vulkanik yang keluar terbawa hingga Kota Bandung.

Hari dimana relawan silih berganti mengevakuasi, masyarakat yang panik menunggu kabar keluarga yang tak pasti, hampir 300 ribu orang mengungsi dan 353 orang tewas terkena awan panas yang panasnya lebih panas lebih dari api termasuk Mbah Maridjan sang Juru Kunci Merapi bersama 2 relawan yang sedang mengevakuasi warga yaiitu (Alm) Tutut Priyanto dan (Alm) Yuniawan yang meninggal diakibatkan awan panas yang mengarah ke arah mereka.

Kerusakan dan kerugian material yang diakibatkan erupsi inipun memiliki angka yang fantastis yaitu hampir sebesar 4,2 triliun Rupiah yang dimana sektor pertanian menjadi sektor kerugian dan kerusakan terbesar. 

Banyak sekali hasil usaha petani seperti tumbuhan yang hancur dan hasil tani yang gagal panen, serta kerusakan lain seperti hancurnya rumah warga dan matinya hewan ternak milik masyarakat.

Tak ayal kejadian ini membuat faktor permasalahan sosial baru bagi korban erupsi yang terkena dampaknya yaitu dari segi faktor penyebab alamiah yang dimana faktor penyebab permasalahan ini lebih ditekankan dengan adanya bencana alam.

Salah satu korban erupsi Merapi yang saya temui adalah ibu Ngatiyem seorang pedagang kecil-kecilan yang berdagang di Pettilasan Mbah Maridjan Desa Kinahrejo desa yang jaraknya dari kawah Merapi hanya berjarak 3,5 KM, dulu sebelum erupsi 2010 terjadi desa ini termasuk sekitaran Rumah Mbah Maridjan. 

Ia mengaku betapa sulitnya saat kejadian tersebut ia menceritakan jika dirinya mendapat banyak sekali kehilangan mulai dari kehilangan Material seperti Rumahnya dan peternakan sapinya yang berada di Desa Palem Sari yang radiusnya pun cukup dekat dengan kawah Merapi.

Ia sertamerta kehilangan jiwa yaitu dua anggota keluarganya anaknya (Alm) Andrianto dan suaminya (Alm) Sarno. Ia menceritakan sebelum kejadian itu terjadi suaminya (Alm) Sarno sempat melaksanakan ibadah Shalat Maghrib dengan Mbah Maridjan

Kegiatan usaha ibu Ngatiyem di desa Kinahrejo
Kegiatan usaha ibu Ngatiyem di desa Kinahrejo
Dia mengatakan saat kejadian ketika mendengar sirene mobil evakuasi kala itu, ia bersama satu anaknya langsung bergegas menjauh dari kawasan lereng Merapi menggunakan motor dan ia pun mengungsi di satdion tridadi bersama satu anaknya yang masih selamat hampir. 

Selama 2 bulan berada di pengungsian ia amat bersyukur karena ketika dia di pengungsian banyak sekali orang-orang yang peduli dengan korban erupsi mulai dari bantuan seperti sembako, pakaian layak dll bantuan ini diberikan baik dari Pemerintah, Lembaga masyarakat dan dari masyarakat sendiri.

Akan tetapi ibu Ngatiyem mengeluhkan segala bantuan terutama bantuan atau ganti rugi yang diberikan oleh Pemerintah karena bantuan tersebut hanya bersifat jangka pendek.

Sampai saat ini ia merasa belum mendapatkan bantuan seperti uang sebesar 30 juta rupiah untuk menggantikan rumah sebelumnya yang rusak dan sekarang tidak boleh ditempati lagi dikarenakan rumahnya yang dulu sudah masuk radius 3KM dari lereng Merapi.

Di iradius itu sudah tidak boleh dihuni oleh masyarakat, membuat dirinya sekarang harus tinggal bersama temannya di Desa Karang Tendal bahkan untuk kegiatan usaha warung yang ia punya pun harus menggunakan modal sendiri. 

Ditengah obralan kami ada salah satu masyarakat punn yang mengeluhkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat karena akses ke Rumah Sakit hanya sebatas wilayah perkotaan sedangkan layanan puskesmas masih banyak yang kurang memadai.

Berbeda dengan Bapak Masiran seorang supir Jeep di daerah Volcano tour Kaliurang ketika erupsi terjadi harta benda yang dimiliki seperti rumah dll tidak begitu signifikan kerusakanya karena rumahnya yang cukup jauh dari Merapi.

Dengan kejadian Merapi ini Pemerintah dan warga setempat pun mulai sadar tentang pentingnya "Mitigasi Bencana" yaitu upaya penanggulangan pertama jika terjadi bencana agar jumlah korban jiwa yang ditimbulkan bila terjadi lagi erupsi dapat diminimalisir sedini mungkin.

Maka dari itu pemerintah setempat pun sering melakukan sosialisasi mitigasi dan pelatihan mandiri bencana baik di balai desa maupun di kelurahan masing-masing yang dekat dengan wilayah Merapi salah satunya di Kelurahan Mbulharjo, dan disana para masyarakat pun sering  melakukan kegiatan Ronda bencana alam agar masyarakat sekitar dapat merasa tenang dan selalu siap siaga jika bencana erupsi datang kembali.

Program Mitigasi Bencana
Untuk merancang program Mitigasi bencana yang baik, Pemerintah setempat dengan dibantu PVMBG pun menyiapkan Peta KRB (Kawasan rawan bencana ) Baik KRB 1,2 dan 3 yang dimana di dalam peta ini masyarakat diinfokan tentang daerah yang rawan bencana erupsi.

Baik daerah yang terdamapak langsung maupun tidak langsung dan peta ini juga digunakan juga untuk memberi tahu Masyarakat tentang wilayah yang dilarang dihuni masyarakat.

Radius 3km/ KRB 3 serta dilengkapi peta jalur evakuasi warga apabila erupsi terjadi kembali. Pemetaan KRB inipun dibuat dengan melihat wilayah secara geografis seperti aliran sungai dan daerah yang memiliki dampak langsung yang cukup signifikan ketika erupsi 2010 terjadi.

"Merapi akan indah setelah Erupsi" mungkin itu adalah kata yang saya sendiri pun setuju dengan pernyataan itu karena ini akan berdampak kepada perubahan kehidupan sosial masyarakat yang jika dimanfaatkan sebaik mungkin bisa menjadi sumber kehidupan baru masyarakat sekitar.

Merapi di antara bidang pertambangan seperti adanya pertambangan pasir dan batuan bangunan yang memiliki kualitas tinggi serta pertanian yang subur dan melimpahnya hasil usaha para Petani.

https://koran.tempo.co/
https://koran.tempo.co/
Ada satu sektor baru yang ada setelah erupsi Merapi yaitu sektor pariwisata dengan dibukanya Volcano/Lava tour pada 2011 diharapkan dapat menjadi destinasi baru wisatawan dan menjadi sumber kehidupan baru khususnya warga sekitaran Merapi seperti Bapak Masiran dan Ibu Ngatiyem yang mendapatkan penghasilan baru mereka dengan adanya sektor Pariwisata Merapi.

Bencana meletusnya gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 mungkin bisa menjadikan luka mendalam bagi seluruh masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, hampir 353 orang tewas, 300 ribu jiwa harus menggungsi dan kerugian material yang diakibatkan Awan Panas atau Wedhus Gembel hampir mencapai Rp 4,2 triliun. 

Ini bisa menjadi pembelajaran dan evaluasi bersama bagi kita tentang pentingnya Mitigasi Bencana agar meminimalisir korban jiwa yang ada, warga lereng Merapi pun mengajarkankita agar kita selalu bisa bangkit dari segala keterpurukan seperti yang dilakukan Ibu Ngatiyem walaupun harus ditinggal suaminya dan anaknya.

Rumahnya hancur, Sapinya mati dan lain sebagainya ia pun tetap bekerja keras untuk menyambung hidup melawan kerasnya kehidupan di dunia dengan berdagang. 

Dalam urusan mitigasi pemerintah setempat terus selalu mensosialisasikan mitigasi bencana serta pelatihan bencana mandirii baik di balai desa maupun kelurahan masing-masing.

Dengan erupsi pula banyak sekali perubahan sosial terkhusus di bidang pekerjaan masyarakat yang awalnya bekerja sebagai peternak namun kini pekerjaan ia berubah menjadi penambang pasir. 

Harapan masyarakat disanapun beragam seperti bantuan/ ganti rugi korban Merapi dan dimudahkan akses seluruh keshatan seperti peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat Merapi dan bantuan modal bagi korban Merapi yang ingin menciptakan kegiatan usaha berbasis UMKM.

Ketika kita membahas Merapi pasti tidak bisa dipisah dengan pariwisata nya maka dari itu peningkatan kualitas sektor pariwisata Merapi pun semakin ditingkatkan pasca erupsi yaitu dengan dibukanya lava/Volcano tour yang menjadi harapan baru perkenomian Masyarakat Merapi di sektor  ekonomi. 

Serta menjadi destinasi baru baru wisatawan yang mendidik dan  bermanfaat di sektor Pariwisata sekitar lereng Merapi. 

Terlebih ketika ketika kita melihat sebuah kesaksian dari ibu Ngatiyem yang tidak mendapatkan uang ganti rugi rumahnya yang sekarang tidak boleh dihuni kembali mungkinn itu adalah sebuah sindiran bagi pengambil kebijakan setempat dalam mengimplementasikan nilai keberpihakan dan keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun