CSR dan Kalla Group
Pada tulisan ini, Saya akan membahas CSR yang dilakukan oleh Yayasan Hadji Kalla. Yayasan Hadji Kalla merupakan bagian dari Kalla Group yang bertugas untuk mengelola CSR.
CSR adalah kependekan dari Corporate Social Responsibility. CSR jika dikutip dari Hukumonline.com itu sama dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
Menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 1 angka 3 adalah “Komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”
Untuk lebih mudahnya, CSR atau TJSL adalah tanggung jawab yang dilakukan suatu perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya atas aktivitas yang sedang dilakukannya guna meningkatkan kualitas kehidupan disitu.
Kalla Group sendiri adalah salah satu perusahaan swasta terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang perdagangan, transportasi, infrastruktur, properti, manufaktur, energi hingga pendidikan. Perusahaan ini dipimpin oleh Solihin Kalla, putra dari Jusuf Kalla. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 1952 dan akan genap 70 tahun di tahun ini.
Prestasi Kalla Group
Pada tahun 2022 ini, Kalla Group adalah salah satu pemenang dalam Top CSR of The Year 2022.
Top CSR of The Year 2022 adalah suatu penghargaan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia baik itu swasta ataupun negeri yang berhasil menerapkan CSR terbaik di tahun 2022 ini. Hal ini bisa terjadi sebab CSR Kalla Group melalui Yayasan Hadji Kalla berfokus pada bidang Educare, Islamic Care, Humanity & Environment Care, Economic & Social Care, dan pemberian segala jenis bantuan seperti bantuan sosial (bansos).
Dengan Kalla Group yang berhasil meraih prestasi seperti itu. Ini menunjukkan bahwa CSR dari Kalla Group bisa dijadikan panutan untuk semua perusahaan di Indonesia dalam melaksanakan CSR-nya. Namun, disini Saya akan menjelaskan salah satu dari CSR nya tersebut yakni, Desa Bangkit Sejahtera (DBS) yang juga bisa dijadikan panutan seluruh perusahaan di Indonesia.
Program DBS sebagai Panutan untuk Perusahaan-Perusahaan di Indonesia
Secara singkat, Program DBS merupakan salah satu program CSR dari bidang Economic and Social Care milik Kalla Group. DBS ada sejak tahun 2015 dan ini bertujuan untuk meningkatkan tingkat ekonomi dan sosial warga melalui kegiatan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat. Disini, yang mendapatkan bantuan dari program ini adalah desa-desa yang memiliki status ‘Sangat Tertinggal’ di Indeks Desa Membangun (IDM).
IDM secara mudahnya diartikan sebagai suatu kriteria yang menentukan apakah suatu desa berhasil atau tidak dalam melaksanakan pembangunannya dan memberdayakan masyarakatnya. Adapun kriteria tersebut adalah Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi, dan Indeks Ketahanan Lingkungan.
Melalui DBS, ada satu hal penting yang perlu Saya kemukakan untuk menunjukkan bahwa CSR dari Kalla Group ini bisa dijadikan panutan untuk semua perusahaan di Indonesia.
Hal tersebut karena DBS sesuai dengan salah satu agenda Nawa Cita yakni,”Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan”.
Agenda tersebut bermakna bahwa pembangunan yang ada tidak lagi difokuskan kepada kota-kota saja, tetapi juga sampai ke desa-desa, terutama dari desa terpelosok dan tertinggal sekalipun.
Tujuan dari salah satu agenda Nawa Cita ini adalah pemerataan pembangunan agar masalah-masalah yang ditimbulkan dari ketidakmerataan pembangunan desa dan kota, seperti ledakan penduduk di kota akibat perpindahan penduduk dari desa ke kota sehingga ada peningkatan kebutuhan, meningkatnya angka kemiskinan di kota akibat banyaknya tenaga kerja yang tidak mendapatkan pekerjaan di kota, kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) di desa sehingga desa tidak ada yang membangun dan mengembangkan, dll.
Pembangunan disini, tidak hanya berfokus pada infrastruktur saja. Tetapi, juga termasuk dengan pengembangan Sumber Daya Alam (SDA), SDM, ekonomi, sosial, pendidikan, lingkungan, dll. yang ada di desa.
Kesesuaian antara DBS dan Nawa Cita yang ini adalah fakta bahwa DBS bertujuan untuk meningkatkan tingkat ekonomi warga melalui kegiatan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola SDA yang mereka miliki, sehingga secara efektif dapat membangun wilayah desa yang dituju, terutama di bidang ekonomi dan kemampuan SDM-nya.
Disini, perlu diingat bahwa DBS menargetkan desa-desa yang memiliki status “Sangat Tertinggal” di Indeks Desa Membangun (IDM).
Target dari DBS sendiri adalah desa-desa yang berada di wilayah Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Di tahun 2022 ini, ada 11 desa dari keempat wilayah provinsi tersebut yang mendapatkan bantuan dari program DBS. Desa-desa tersebut adalah Desa Adadadio, Desa Sattoko, Desa Kurrak, Desa Kasumewuho, Desa Sering, Desa Tanampedagi, Desa Tajo, Desa Baringeng, Desa Tompobulu, Desa Poleonro, dan Desa Mattirowalie.
Desa-desa yang dipilih tersebut memiliki produk unggulan yang bisa dikembangkan melalui pelatihan dan pendampingan dari Kalla Group.
Tujuan dari pelatihan dan pendampingan ini adalah peningkatan di bidang ekonomi (sama seperti Indeks Ketahanan Ekonomi di IDM) karena masyarakat diajari cara mengelola SDA mereka baik di bidang produksi dan pemasaran. Ini bisa membantu kesejahteraan masyarakat di desa-desa yang tertinggal sekaligus memenuhi kebutuhan mereka.
Masyarakat yang terampil dan berpengetahuan dalam mengelola sumber daya yang mereka miliki dapat membantu memenuhi kebutuhan mereka sekaligus meningkatkan penghasilan mereka, apalagi di tengah-tengah COVID-19.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat terlihat kesesuaian antara tujuan program DBS dengan salah satu agenda Nawa Cita yakni,”Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan”.
Ini berarti, DBS sebagai salah satu CSR yang dijalankan oleh Kalla Group bisa membantu membangun Indonesia melalui pembangunan-pembangunan di desa-desa tertinggal yang ada. Sehingga, ini bisa dijadikan contoh dan panutan untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam melaksanakan CSR-nya.
Contoh Aktivitas DBS Kalla Group
Contoh dari aktivitas CSR yang dilakukan oleh Kalla Group dapat dilihat di Desa Tompo Bulu, Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang memiliki potensi di pohon Arennya yakni, di air nira yang dihasilkannya.
Namun, desa ini termasuk memiliki tingkat IDM yang rendah sehingga mendapatkan status desa ‘Sangat Tertinggal’. Belum lagi, desa ini penduduknya kurang terampil dalam mengelola SDA yang mereka punya.
Sehingga, pembangunan dari daerah ini terutama dalam pengembangan keterampilan dan kemampuannya masyarakatnya sangat diperlukan untuk mengembangkan perekonomian desa yang tertinggal tersebut sekaligus mewujudkan agenda Nawa Cita poin ketiga yang dibahas disini.
Melalui program DBS, Kalla Group melalui Yayasan Hadji Kalla melakukan pelatihan pembuatan produk bernama Gula Semut. Gula Semut sendiri merupakan gula merah dalam bentuk bubuk.
Ini dibuat dari air nira yang dihasilkan oleh pohon Aren yang melimpah di desa tersebut. Produk ini memiliki keunggulan dibandingkan gula biasa yakni, lebih tahan lama. Selain itu, jika pembungkusannya adalah dengan bungkus kedap udara, maka produk tersebut tidak akan berubah rasa dan warnanya.
Di Makassar, produk Gula Semut ini bisa mencapai harga sampai Rp. 45.000,00 sampai Rp. 50.000,00 dan ini lebih tinggi dari gula biasa. Bahkan di tempat-tempat belanja yang besar seperti Supermarket, permintaan akan produk ini sangat tinggi, terutama yang berbentuk olahan bubuk. Sehingga, pelatihan pengembangan untuk produk ini berdasarkan SDA yang ada di Desa Tompo Bulu akan sangat menguntungkan masyarakat disana.
Adapun pelatihan yang dilakukan oleh program DBS ini adalah sosialisasi pengolahan Gula Semut, demonstrasi pengolahan Gula Semut, praktik pengolahan Gula Semut oleh unsur-unsur masyarakat di desa tersebut, dan terakhir ada pembelajaran packaging atau pembungkusan Gula Semut agar sesuai dengan permintaan pasar.
Penjelasan-penjelasan tersebut diambil dari berita di Website resmi Yayasan Hadji Kalla yang berjudul “Desa Bangkit Sejahtera – Optimalkan Potensi Sumberdaya Desa Dengan Produk Gula Aren Khas Tompo Bulu”.
Melalui kacamata program Nawa Cita, program DBS oleh Kalla Group melalui Yayasan Hadji Kalla ini jelas akan sangat menguntungkan perekonomian di Desa Tompo Bulu karena sesuai dengan apa yang diharapkan oleh agenda ketiga dari Nawa Cita yakni, “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”.
Sebab, disini ada pembangunan di bidang ekonomi desa tersebut, bahkan disini manusia-manusia di desa tersebut selaku SDM juga dikembangkan kemampuan dan keterampilannya dalam mengolah potensi SDA yang ada yakni, pohon Aren.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H