Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Manfaatkan Produk Keuangan: Tinggalkan Tunai Beralih ke CMS

15 Agustus 2020   08:55 Diperbarui: 15 Agustus 2020   09:11 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
CMS, produk keuangan dari Bank Aceh

Teringat kenangan tiga dasawarsa yang lalu, ketika semua aktivitas masih dilakukan secara manual. Seperti sarana komunikasi rakyat, di era itu hanya surat menyurat via jasa pos.  Situasi itu pernah saya alami, hari dan tanggalnya sudah lupa, ketika pak pos bersepeda mampir ke rumah saya. Dia mengantar sepucuk surat beramplop khaki dari Gubernur Daerah Istimewa Aceh.

Sungguh bangga rasanya mendapat sepucuk surat dari gubernur. Apa isi surat itu? Belum berpikir untuk membukanya. Setengah berlari, saya masuk kedalam rumah untuk menunjukan surat itu kepada seluruh anggota keluarga.

"Bukalah dan bacakan isinya untuk kami," kata ayah sambil tersenyum.

Dengan menggunakan ujung pensil, saya buka amplop berwarna khaki itu. Didalamnya ada selembar kertas putih, berisi informasi tentang pemberitahuan kelulusan seleksi administrasi pada sebuah sekolah kedinasan. Dalam surat itu disebutkan, semua peserta segera melapor kepada panitia di Kantor Gubernur Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh, paling lama seminggu sejak hari itu.

Selama berada di Banda Aceh, 350 Km jaraknya dari rumah, saya mengikuti berbagai tes. Mulai dari tes kesehatan, tes kesemaptaan jasmani, psikotes sampai ujian akademik. Alhamdulillah, semua tes tersebut dapat dilalui dengan baik.

Bekerja untuk mencari uang

Tahap terakhir, saya terpilih sebagai salah seorang yang akan diwawancarai, istilahnya waktu itu pantuhir. Saya grogi dan gugup ketika masuk ke ruang wawancara. Lebih-lebih setelah melihat si pewawancara, orangnya cukup sangar, berkumis tebal, berkulit hitam dan tinggi besar.

"Nanti, kalau anda lulus tes dan selesai menempuh pendidikan di sekolah kedinasan ini, anda akan diangkat sebagai pegawai negeri. Apakah anda bersedia menjadi pegawai negeri?" tanya lelaki berwajah seram itu memulai wawancara.

"Siap pak," jawab saya dengan sikap sempurna.

"Apa tujuan anda menjadi pegawai negeri," timpal lelaki itu sambil menatap tajam kearah saya.

"Siap, untuk berbakti kepada negara, nusa dan bangsa," sebut saya dengan penuh keyakinan.

"Bohong, coba katakan yang sesungguhnya," sanggah lelaki itu dengan mata melotot.

"Siap, benar pak!" tambah saya.

"Sanggup kamu berbakti kepada negara, nusa dan bangsa tanpa makan dan minum?" tanya pewawancara itu.

"Ulangi pak, supaya dapat gaji," jawab saya.

"Berarti, kamu masuk sekolah kedinasan ini supaya dapat pekerjaan, lalu diberi gaji berupa uang. Artinya, kamu ingin masuk sekolah kedinasan ini untuk mencari uang? Benar begitu?" tambah lelaki berkumis tebal itu.

"Siap, benar pak!" jawab saya singkat.

Edisi wawancara itu benar-benar tak terlupakan. Terbukti memang, dari sejak itu sampai hari ini, bekerja memang untuk mencari uang. Meskipun sering diperhalus dengan istilah mencari rezeki.

Uang memang sesuatu yang sangat penting. Bahkan dalam peribahasa lawas di Aceh jelas disebut-sebut: "Meunyo tan peng dijaroe, seupot lam nanggroe peungeuh lam rimba [apabila tak ada uang ditangan, dunia serasa gelap, yang terang hanya dalam rimba]."

Uang tingkatkan rasa percaya diri

Sebegitu bernilaikah uang? Benar, uang adalah alat tukar yang sah di suatu negara (dunia). Dengan uang, siapapun bisa menukar (membeli) benda atau barang yang diminati. Bisa menikmati hiburan, traveling keliling dunia, bahkan apapun omongannya akan didengar orang.

Oleh karena itu, mengantongi uang tunai dalam jumlah besar diyakini dapat meningkatkan rasa percaya diri. Lebih-lebih saat berbelanja, segepok uang sengaja dikeluarkan dari saku untuk membayar barang belanjaan. Apa kata orang yang ada disana? "Ini orang kaya."

Sebutan "orang kaya" itu yang diinginkan. Makanya tidak jarang ada yang mempertontonkan uang tunai, pakaian bermerek, perhiasan emas, hingga mobil keluaran terakhir. Padahal seperti kata Lo Kheng Hong "Warren Buffet-nya Indonesia," tampil kaya itu tidak penting, menjadi kaya itu perlu.

Rasa ingin disebut "orang kaya" masih terpatri dibenak siapapun. Bukan hanya dikalangan warga perdesaan, kaum terpelajar pun cenderung ingin terlihat kaya. Salah satu caranya dengan mengantongi uang tunai atau mengoleksi barang mewah.

Meski sesungguhnya mereka paham bahwa hari ini sudah masuk era non tunai. Bahkan mereka mengetahui berbagai aplikasi non tunai, termasuk paham cara kerja mobile banking. Pertanyaannya, kenapa masih ingin mengantongi uang tunai?

"Meunyo tan peng dijaroe," artinya kalau tidak uang dalam saku yang jadi pokok masalahnya. Makanya mengantongi uang tunai dalam jumlah besar, dianggap berbeda dengan memegang kartu debit berisi milyaran rupiah. Gengsi mengantongi uang tunai dianggap dapat meningkatkan stratifikasi sosial seseorang, termasuk terlihat berwibawa dimata kerabat.

"Bunyi cres cres cres saat menghitung uang itu yang bikin kita nggak tahan," ungkap Abdi Manulang, owner Horas Kopi Gayo di Takengon.

Manfaatkan produk keuangan

Nah, ketika saya mendapat penugasan untuk memimpin sebuah lembaga daerah (maaf, nama lembaganya tidak saya sebutkan), gagasan pertama yang saya tawarkan adalah pembayaran non tunai kepada karyawan maupun pihak ketiga.

Alasan saya waktu itu ada empat. Pertama: supaya tidak terjadi fitnah terhadap bendahara, karena gaji atau tunjangan tidak dibayar utuh. Kedua, bendahara tidak perlu mencairkan uang tunai dalam jumlah besar sehingga tidak diintai oleh perampok. Ketiga, sisa uang (meskipun sedikit) akan tinggal didalam rekening karyawan sebagai tabungan. Keempat, sudah saatnya kita memanfaatkan produk keuangan seperti cash management system (CMS).

Gagasan itu belum dapat diterima sepenuhnya oleh para karyawan. Alasannya beragam. Ada yang mengatakan tidak familier dengan ATM atau mobile banking, ada juga yang mengatakan perlu uang tunai untuk membayar hutang, dan lain sebagainya. Pertemuan itu hanya menyetujui pembayaran gaji secara non tunai, sedangkan untuk pembayaran tunjangan dan biaya operasional tetap secara tunai.

Menjelang berakhirnya tahun anggaran, mulai bermunculan masalah. Ada yang komplain bahwa uangnya dipotong untuk ini dan untuk itu. Pembayaran kepada pihak ketiga tertunda karena dana diduga diendapkan oleh bendahara. Pendeknya, fitnah bertebaran sehingga suasana kerja semakin tidak kondusif, diyakini dapat menurunkan etos kerja.

"Mulai bulan Januari 2020, semua pembayaran harus melalui cash management system!" tegas saya kepada seluruh karyawan.

Bulan pertama, beberapa karyawan memohon agar dapat dibayar tunai. Alasannya terkesan lucu, ada ATM-nya yang dipegang isteri, ada yang ingin membayar upah buruh di ladangnya. Sempat iba mendengar alasan-alasan itu, tetapi saya bersikukuh agar semua pembayaran melalui cash management system.

"Kalau uang yang dicairkan bendahara dari bank dirampok orang, siapa yang harus mengganti?" tanya saya kepada mereka. Semua terdiam tidak menjawab.

Apa yang terjadi setelah cash management system berjalan selama delapan bulan? Hal pertama yang paling saya nikmati, belum ada komplain bahwa hak karyawan atau pihak ketiga tertahan ditangan bendahara. Kenapa bisa? Dengan menggunakan cash management system, mencairkan dana harus dilakukan oleh tiga orang.

Pertama, disebut maker. Orang ini bertugas menginput data dan jumlah uang yang akan disalurkan. Kedua, disebut checker. Orang ini adalah bendahara yang bertugas memverifikasi kebenaran data yang diinput dan disesuaikan dengan nomor rekening dan tanda terima yang sudah ditandatangani. Ketiga, disebut releaser. Orang ini adalah saya sendiri yang berwenang  menyetujui atau tidak menyetujui atas pencairan uang yang diajukan.

Begitu disetujui oleh releaser, uang tersebut langsung masuk ke rekening para penerima secara utuh. Bukan hanya jumlah rupiahnya yang masuk kedalam rekening karyawan, seandainya ada tertera sekian sen diujung angka nominal tersebut, itu pun masuk ke rekeningnya.

Lembar persetujuan untuk pencairan gaji 13
Lembar persetujuan untuk pencairan gaji 13

Pencairan tak berbatas waktu

Keuntungan yang dapat dirasakan selama menggunakan cash management system, salah satunya, pembayaran kepada karyawan atau pihak ketiga dapat dilakukan kapan saja. Tidak tergantung jam kerja, bisa tengah malam atau pada hari libur, sepanjang administrasinya sudah terpenuhi. Kenapa bisa? Karena alat yang digunakan adalah smartphone, gawai yang selalu bersama kita.

Hal itulah yang mendorong semua pihak merasa puas, terutama para karyawan.  Tidak ada lagi komplain atau fitnah kepada siapapun. Bukan hanya itu, beberapa karyawan yang saya wawancarai, umumnya uang yang sudah masuk ke rekening tidak seluruhnya ditarik. Seperempatnya akan tinggal sebagai saldo. Artinya, uang itu menjadi tabungan mereka.

"Kalau ada uang kontan dalam kantong, maunya pingin belanja ini itu," ungkap karyawan yang saya wawancarai.

Begitulah. Akhirnya saya sampai pada kesimpulan, mengubah kebiasaan mengantongi uang tunai memang memerlukan waktu, tetapi membiasakan pembayaran secara non tunai sudah saatnya diterapkan secara luas. Selain aman dari kemungkinan dirampok, dana yang tersimpan di berbagai lembaga keuangan tadi (walaupun sedikit) akan dapat dimanfaatkan orang lain sebagai modal usaha. Inilah yang disebut manfaatkan produk keuangan agar makroprudensial aman terjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun