Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

JKN-KIS: Selamat Tinggal Pameo "Orang Miskin Dilarang Sakit"

26 Oktober 2017   02:57 Diperbarui: 26 Oktober 2017   02:57 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan Takengon (Dokumen pribadi)

Apa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Dalam paragraf keempat Pembukaan UUD 1945, salah satunya disebutkan: "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,..."

Jelas bahwa tujuan pertama NKRI adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia supaya tercapai kesejahteraan umum. Dalam pandangan saya, selain bentuk perlindungan fisik (menjaga warga negara dari serangan bangsa asing), tujuan berikutnya didirikan negara ini untuk dapat menjamin kesejahteraan warga negara.

Kesejahteraan ditandai dengan kondisi orang-orangnya (warga negara) dalam keadaan makmur, sehat dan damai. Sehat menjadi komponen penting kesejahteraan. Wajar, apabila kemudian Biro Pusat Statistik (BPS) memasukkan tingkat kesehatan keluarga sebagai salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga dalam suatu wilayah.

Membuka akses warga negara ke semua fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu cara meningkatkan kesejahteraan. Beruntunglah Bangsa Indonesia atas hadirnya Jaminan Kesehatan Nasional (UU No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang telah mempermudah warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan murah.

Melalui motto "dengan gotong royong, semua tertolong" makin menegaskan bahwa yang kaya membantu yang miskin, yang miskin mendapat pelayanan yang sama dengan yang kaya. Jasa pelayanan maupun obat yang diberikan kepada pasien kaya, tak berbeda dengan jasa pelayanan maupun obat yang diberikan kepada pasien miskin.

Kenapa? Karena tarif seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (salah satu pelaksana SJSN) mengacu kepada Permenkes Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Belum yakin? Coba tunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) kepada petugas di unit pelayanan  kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Disana, anda akan merasakan sesuatu yang berbeda. Seketika itu, anda tidak merasakan adanya stratifikasi sosial, sehingga gugurlah pameo "orang miskin dilarang sakit."

Fakta itu dialami langsung oleh Ernawati biasa dipanggil Mak Atun (40), keluarga miskin asal Kampung Kala Kemili Kabupaten Aceh Tengah. Perempuan dua anak yang sehari-hari membuka kios kecil di depan rumahnya, pernah merasakan "sakti"nya Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Pertengahan Agustus 2017 lalu, ditengah malam gelap ketika warga sekitar sedang tidur lelap, tiba-tiba Mak Atun yang sedang hamil 7 bulan merasakan perutnya sakit. Ketubannya pecah.

Keluarga itu panik, dan suaminya memanggil beca motor untuk mengantar perempuan itu ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU Datu Beru Takengon. Sayang, bayinya tidak dapat diselamatkan sementara Mak Atun kembali sehat setelah mendapat perawatan intensif di rumah sakit tersebut.

Bukan itu saja, bulan lalu putra keduanya harus diopname di RSU Datu Beru karena terserang gejala typhus. Putranya yang bernama Khairul Rizal ini juga pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dengan kartu itu, biaya perawatan selama 4 hari tidak membebani Mak Atun yang tergolong keluarga miskin.

"Tidak bayar sama sekali, baik waktu saya dirawat maupun waktu si Rizal diopname selama 4 hari," ungkap Mak Atun, Rabu (25/10/2017) di depan kios kecilnya.

Diceritakan Mak Atun, pernah tetangganya dirawat di rumah sakit akibat pecah ketuban sebelum waktunya. Kebetulan mereka belum mengantongi kartu Jamkesmas (KIS), sehingga harus membayar biaya perawatan.

Biayanya cukup besar, hampir mencapai lima juta rupiah. Untungnya, mereka keluarga mampu yang dapat membayar tunai. Tentu saja pembayaran biaya perawatan itu tidak mempengaruhi ekonomi keluarga mereka.

Bayangkan kalau saya seperti tetangga itu, lanjut Mak Atun. Dengan membayar biaya perawatan sebesar itu akan menyebabkan dirinya makin jatuh miskin. Bahkan, kalaupun kios ini dan seluruh barangnya dijual tidak bisa mencapai angka lima juta rupiah.

Makanya, sebelum mengantongi KIS, dia dan keluarga sangat "alergi" mendengar istilah rumah sakit. Dan hal paling ditakuti Mak Atun adalah ketika ada anggota keluarganya harus diopname di rumah sakit. 

Aktivitas pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan Takengon (Dokumen pribadi)
Aktivitas pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan Takengon (Dokumen pribadi)
"Sekarang, saya tidak takut lagi ketika harus masuk rumah sakit. Sudah ada KIS," kata Mak Atun sambil menunjukkan kartu berwarna hijau putih itu.

Berangkat dari pengalaman Mak Atun tadi, ternyata kartu "sakti" bernama KIS ini sangat membantu warga negara dalam proses memperbaiki tingkat kesejahteraannya. Jatuh sakit bukan masalah bagi pemegang KIS. Sebab, mereka akan dibantu secara gotong royong oleh peserta yang lain sehingga tidak menggerus sumber ekonominya.

Namun demikian, bukan berarti semua orang harus "mengaku" sakit karena bisa berobat gratis dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Sakit itu tidak nyaman, sehat itu mahal. Karenanya "jaga sehat sebelum datang sakitmu." Utamakan tindakan preventif, mencegah lebih baik daripada mengobati penyakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun