Padahal, didisenmerupakan bukti nyata bahwa mereka yang hidup dimasa lalu lebih arif dalam memanfaatkan lingkungan, termasuk dalam memanen sumber daya ikan. Salah satu nilai-nilai kearifan itu adalah cara menangkap ikan depik. Mereka tidak memotong jalur migrasi ikan endemik ini, tetapi menggunakan perangkap bernama didisen. Alhasil, populasi ikan endemik Danau Laut Tawar itu tetap terjaga karena bisa melanjutkan proses reproduksi.
Minggu lalu, saya berkunjung ke Ujung Mewah, Mepar, Kecamatan Kebayakan, sekitar 9 kilometer dari kota Takengon. Saya ingin membuktikan rumor yang menyatakan didisen masih ada di sekitar Danau Laut Tawar. Salah satunya didisen milik Pak Pijas yang terletak di kawasan Ujung Mewah.
Oleh Pak Sulhan Amri (keluarga pemilik didisen), saya diajak turun ke tepi danau untuk melihat rupa didisen dimaksud. Saya menuruni tebing, meniti jalan setapak yang ditumbuhi rerumputan. Waw, tempatnya ditubir karang, sungguh asri, teduh, banyak tanaman pohon disana. Seperti sebuah taman wisata. Dan, dari celah batu karang itu ada sumber mata air. Airnya jernih dan dingin.
Perangkap ikan depik
Rupanya tempat yang teduh ditambah sumber mata air jernih dan dingin adalah tempat paling disukai ikan depik. Disitu, ikan mewah ini memijah setiap musim gerimis tiba. Atas dasar itu, para nelayan membuat didisen – perangkap ikan depik.
Perangkap itu dibuat dengan susunan batu yang dimulai dengan pembuatan batur, tanggul batu sejajar yang memunggungi mata air. “Mulut” batur menganga ke arah danau, sementara dibagian belakangnya dibuat pintu (lobang) berdiameter 30 cm.
Dari pintu itu air jernih nan dingin tadi mengalir ke arah danau. Aliran air tersebut memancing insting ikan depik untuk masuk lebih jauh menuju ke arah mata air.
“Ikan depik suka air jernih, dingin dan bebas polusi. Disitulah mereka memijah memuncratkan jutaan telor ke batu-batu yang ada disitu,” kata Sulhan.
Untuk menangkap ikan depik yang akan memijah itu, nelayan memasang segapa (perangkap ikan depik) dibagian belakang batur. Segapa (persis seperti bagian dalam bubu) dibuat dari rautan bambu seukuran lidi.
Penampangnya berbentuk ring dengan diameter 30 cm, dilengkung dengan sebilah rotan besar, dikalangan nelayan dinamakan deku. Bagian tengahnya dibuat semakin mengerucut, dibentuk dengan rotan kecil, ini dinamakan ongko.