Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Radio Rimba Raya: Monumen Pers yang Terlupakan

13 Februari 2017   00:28 Diperbarui: 17 Februari 2017   23:11 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu Radio Rimba Raya di Kabupaten Bener Meriah (Sumber foto: Khalisuddin)

Saat itu pula, Radio Rimba Raya menyiarkan kembali secara luas ke luar negeri dengan menggunakan berbagai bahasa. Bukan berita saja yang mengangkasa, insan pers Radio Rimba Raya juga mengirim radio telefoni kepada semua perwakilan RI di luar negeri dan Ketua PDRI di Sumatera Barat.

“Berita yang menghebohkan politisi dunia di PBB itu berbunyi: Tanggal 1 Maret 1949 pasukan TNI yang dipimpin Letkol Soeharto telah menyerang dan berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam,” tulis AK Jakobi.

Berita hoax pihak Belanda yang menyatakan perjuangan RI sudah lumpuh dan para pemimpinnya sudah ditangkap, serta merta terbantahkan. Didasarkan informasi yang disiarkan insan pers Radio Rimba Raya tadi, ditambah perjuangan gigih para diplomat RI di luar negeri, akhirnya Dewan Keamanan PBB mengeluarkan instruksi pertama: gencatan senjata.

Hasil berikutnya adalah Roem-Royen Statements yang berisi penghentian tembak-menembak. Kemudian, dilanjutkan ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag tentang penyerahan kedaulatan penuh wilayah Hindia Belanda kepada Negara Indonesia Serikat.

Begitulah besarnya peran insan pers Radio Rimba Raya pada detik-detik paling menentukan dalam sejarah berdirinya Republik Indonesia. Mereka dapat dikatakan sebagai pemegang “simpul” republik, orang-orang yang tidak pernah berhenti “meretweet” informasi kemajuan perjuangan ke dunia internasional. Hasil “retweet” insan pers ini berhasil membuka mata dunia, mata diplomat asing di Dewan Keamanan PBB, yang terlanjur dibohongi dengan informasi hoax oleh Radio Batavia maupun Radio Hilversium.

Entah kenapa, di setiap peringatan Hari Pers Nasional, kisah epik para “angkasawan” ini tidak pernah diungkapkan kepada publik. Mereka dan peran perangkat Radio Rimba Raya seperti terlupakan oleh dunia pers tanah air. Peran mereka hanya ditandai oleh sebuah tugu tua yang didirikan oleh para pelaku sejarahnya pada tanggal 28 Oktober 1987 di Desa Rimba Raya, Kabupaten Bener Meriah (sebelum pemekaran termasuk dalam Kabupaten Aceh Tengah).

Berharap, satu saat Hari Pers Nasional akan berlangsung di tugu tua itu, di tengah belantara Aceh? Lalu nama dan riwayat hidup insan pers yang “mengangkasa” melalui frekuensi Radio Rimba Raya dibacakan satu persatu. Keluarga mereka pasti bangga, karena bukan harta dan gelar pahlawan yang mereka minta, tetapi sejauhmana keingatan kita kepada mereka.

Sekali lagi, Radio Rimba Raya adalah monumen pers. Monumen yang mengingatkan kita tentang peran insan pers yang pernah memegang “simpul” tentang gagal atau berdirinya Republik Indonesia. Oleh karena itu, mohon tidak melupakan mereka, insan pers pejuang dari belantara Aceh. Wallahualam.

Sumber tulisan: Tgk AK Jakobi, (1992), Aceh Daerah Modal: Long March ke Medan Area, Jakarta: PT Pelita Persatuan, dan dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun