[caption caption="Mari rayakan Sabang Marine Festival [Foto: Disbudpar Aceh]"][/caption]Sabang, sekeping tanah surga yang "jatuh" di ujung paling barat Indonesia. Tanah surga yang akan menyisakan kekaguman bagi siapa saja yang pernah berkunjung kesana. Dan, tanpa disadari decak kagum akan terucap dari mulut mereka.
Baik terhadap keindahan flora fauna yang terdapat didalam laut berair jernih itu, terhadap bangunan tua yang terjaga keasliannya, terhadap hutan hujan tropis yang tetap lestari memayungi tanah Sabang, terhadap warganya yang peramah, dan “ngiler” akan kulinernya yang spesifik. Semua kekaguman itu akan mendorong setiap orang yang pernah berkunjung kesana, pasti ingin kembali lagi ke tanah surga ini.
Pulau yang dihuni oleh 32 ribu jiwa lebih ini diapit oleh Samudera Hindia dan Selat Malaka, serta berbatasan langsung dengan Kepulauan Nicobar di Selat Benggala [India]. Luas pulau yang oleh Ptolomacus, ahli ilmu bumi Yunani, [pernah mendarat di Sabang tahun 301 sebelum Masehi] disebut Pulau Emas, mencapai 153 Km² yang terletak pada koordinat 05⁰ 46’ 28” – 05⁰ 54’ 28” Lintang Utara (LU) dan 95⁰ 13’ 02” – 95⁰22’ 36’ Bujur Timur (BT).
Sejak dahulu kala, Pulau Sabang yang memiliki pelabuhan alam paling eksotik, sering disinggahi oleh para pelaut internasional. Pulau ini layaknya serambi nusantara, tempat para pelaut istirahat sebelum melanjutkan pelayaran mengarungi Selat Malaka atau Samudera Hindia. Sambil istirahat, mereka menambah pasokan air bersih, batu bara, makanan dan berbagai kebutuhan selama berlayar.
Memang, setelah mesin penggerak kapal berganti dari mesin uap dengan bahan bakar batubara ke mesin diesel berbahan bakar solar, berkurang jumlah kapal yang bersandar di pelabuhan Sabang. Berkurangnya jumlah kapal yang bersandar bukan berarti menurunnya jumlah kunjungan orang ke tanah surga ini.
[caption caption="Media yang sangat membantu wisatawan dalam menikmati keindahan Pulau Sabang [Foto: dokpri]"]
Orang tetap datang silih berganti dengan berbagai kepentingan, mulai dari pedagang yang memanfaatkan posisi Sabang sebagai pelabuhan bebas di era tahun 1970-an, dan sekarang para wisatawan yang ingin menikmati eksotika alam bawah lautnya. Pendeknya, Sabang tetap menjadi primadona disetiap era. Bahkan akhir-akhir ini, Sabang menjadi salah satu destinasi wisata pilihan di Indonesia, terutama setelah sejumlah fasilitas dipersiapkan untuk menampung gelombang kunjungan wisatawan.
Obyek wisata apa saja yang wajib dikunjungi selama berada di Sabang? Saat menjejakkan kaki di tanah surga ini, kita akan menemukan peta Pulau Sabang yang dipajang diberbagai tempat strategis. Peta itu berisi lokasi obyek wisata, secara tidak langsung “menghimbau” wisatawan untuk mengunjungi tempat-tempat eksotis tersebut. Memang, apabila belum mengunjungi tempat eksotis itu sama dengan belum pernah menjejakkan kaki di Pulau Sabang.
Tempat eksotis paling diminati wisatawan adalah snorkeling dan diving di Iboih, baik di Pantai Teupin Sirkui, Pantai Pulau Rubiah dan Pantai Gapang. Disana, kita bisa menikmati dinginnya air laut serta keindahan flora fauna didalamnya, termasuk bertemu dengan Nemo, si ikan bertubuh oranye berbalut belang putih. Puas menikmati keindahan alam bawah laut, kita bisa melanjutkan perjalanan ke kilometer nol. Jaraknya dari Iboih sekitar 3 kilometer, kalau dari pusat Kota Sabang sekitar 29 kilometer. Di tugu ini, kita akan memperoleh sertifikat yang ditandatangani oleh Walikota Sabang, sebagai bukti telah berkunjung ke kilometer nol.
Pulang dari kilometer nol, kita masih sempat menikmati sunset di Sabang Hill, sekitar 2 kilometer dari pusat kota, yaitu di sisi kanan Teluk Sabang. Jangan lupa, sebelum menuju ke Sabang Hill, mampir dulu ke jalan Teuku Umar. Disana, didepan Hotel Kartika ada Siti Halimah [36], seorang penjual sate gurita. Perempuan berkulit hitam manis itu mengaku sudah hampir sepuluh tahun berjualan sate gurita. Dialah orang pertama yang memperkenalkan sate goyang lidah ini yang kemudian menjadi ikon wisata kuliner dari Sabang.
[caption caption="Siti Halimah, penjual sate gurita di Jalan Teuku Umar Sabang [Foto: dokpri]"]
Dikisahkan Siti Halimah, pada awal membuka usaha kuliner itu, masih jarang yang menyukai sate gurita. Selain dagingnya alot, konsumen juga masih ragu-ragu menyicipi hewan air bertentakel panjang itu. Selain itu, gurita dibayangkan bagai hewan “horor,” terutama karena tentakelnya yang bisa memegang benda-benda disekitarnya.
“Saya pernah nonton tivi yang menyiarkan resep alami mengolah daging gurita agar empuk,” ungkap Siti Halimah.
Setelah memperoleh rahasia [resep alami] untuk mengempukkan daging gurita, dagangan Siti Halimah makin laris. Meskipun sudah laris, dia tetap mematok harga cukup murah, hanya Rp 10 ribu per porsi [5 tusuk sate dengan rasa bumbu Padang atau kacang]. Dengan selembar uang bergambar Sultan Mahmud Badaruddin, kita bisa menikmati kuliner paling terkenal di Sabang, rasanya manis, dagingnya empuk, persis daging cumi-cumi.
Potensi wisata kuliner ini sangat diminati, menurut pendapat saya, posisi obyek wisata ini berada pada urutan kedua setelah snorkeling dan diving. Pantas, wisatawan yang sudah pernah berkunjung ke Kota Sabang, umumnya akan ngiler mendengar sebutan sate gurita. Kenapa? Rasa daging gurita yang dilabur bumbu sate tak pernah lekang dari langit-langit rongga mulut mereka.
Oleh karena itu, menikmati sunset di Sabang Hill makin terasa romantis apabila dilakukan sambil mencicipi seporsi sate gurita. Belum yakin? Berkunjunglah ke Sabang di ujung Barat Nusantara, kunjungi semua obyek wisata yang ada disana. Terakhir, tutuplah kunjungan anda dengan menikmati seporsi sate gurita dibawah pohon cemara, sambil duduk dibangku taman Sabang Hill. Kunyahlah sate gurita, dan pelan-pelan pandangi matahari yang sedang terbenam. Rasakan sensasinya, anda pasti ingin berlama-lama tinggal di Sabang.
[caption caption="Teluk Sabang ditatap dari kota atas, depan Kantor Walikota Sabang [Foto: dokpri]"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H