Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berobat dengan Biaya Seikhlasnya, Masih Adakah?

24 September 2012   17:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 1215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_207737" align="aligncenter" width="448" caption="Sultan Absyah alias Aman Adi sedang mengurut kaki kanan seorang anak yang terkilir akibat kecelakaan lalu lintas."][/caption] Membaca judul tulisan ini, biasanya akan menimbulkan beragam interpretasi dari pembaca: percaya atau HOAX. Wajar timbul interpretasi seperti itu, karena diera ekonomi liberal saat ini, sangat jarang penyedia jasa yang tidak dibayar. Istilah gratis hanya tinggal dalam dongeng menjelang tidur, bukan dialam nyata. Barangkali, jika oksigenpun bisa dimonopoli, maka untuk bernafaspun harus dibayar. Siapa pernah menduga, Sultan Absyah alias Aman Adi (52) seorang warga Desa Kute Lot Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah yang membuka pengobatan alternatif (urut tradisional) tidak menentukan tarif atas jasanya. Dalam era serba bayar dewasa ini, ternyata masih terdapat sosok yang bisa ikhlas atas jasa yang diberikannya. “Seikhlasnya,” itulah kata yang sering diucapkan Aman Adi saat ditanya orang biaya jasa pengobatan yang sudah diberikannya. Bagi warga Aceh Tengah, sosok Aman Adi sebagai ahli pengobatan terkilir dan patah tulang sudah tidak asing lagi. Menurut Aman Adi, dia pernah juga diundang ke Jakarta dan Sumatera Barat untuk mengobati orang yang bermasalah dengan otot dan tulangnya. Kalau dipanggil ke luar daerah, tentu semua biaya menjadi tanggung jawab yang mengundang, karena dia tergolong keluarga kurang mampu. Saat diundang ke Jakarta, dia diminta untuk mengobati pasien yang menderita sembelit. Awalnya Aman Adi berkeberatan berangkat ke Jakarta karena kondisi Aceh saat itu sedang konflik. Namun karena keluarga pasien itu berulang-ulang memohon, timbul rasa iba, akhirnya dia berangkat juga. Apalagi dikatakan keluarga pasien itu, bahwa si sakit sudah dirawat di RS Pertamina selama tiga bulan tetapi belum ada perubahan. “Atas pertolongan-Nya, Insya Allah setelah saya urut tiga kali si pasien itu dapat BAB,” ungkapnya. Aman Adi membuka praktek pengobatan di rumahnya, tepatnya di Jalan Totor A.Terus Uluh Kuning, sekitar 300 meter arah Barat dari RSU Datu Beru Takengon. Tidak jarang jika ada pasien kecelakaan yang sedang dirawat di RSU itu, dia sering dipanggil untuk membantu. Namun, kalau dipanggil ke rumah, dia hanya bersedia dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. “Pagi, sore dan malam banyak yang datang ke sini, tidak mungkin saya tolak. Tapi kalau ada pasien darurat di RSU yang butuh pertolongan, saya segera kesana,” jelas lelaki berkulit hitam manis itu. [caption id="attachment_207738" align="aligncenter" width="448" caption="Salah seorang pasien Aman Adi harus bersedia telungkup untuk ditangani bagian belakang tubuhnya, sementara pasien yang lain menunggu giliran."]

13485059371516978329
13485059371516978329
[/caption] Nurbaiti (40) seorang ibu rumah tangga yang sudah berada di rumah Aman Adi mengaku sering membawa putra-putrinya ke tempat itu jika ada gejala demam. Biasanya setelah diurut oleh Aman Adi, anaknya bisa tidur nyenyak dan tidak rewel lagi. Menyangkut dengan biaya yang harus dibayarnya, Nurbaiti memberikan seikhlasnya. “Soalnya Aman Adi tidak menentukan besarnya biaya, berbeda kalau kita ke dokter yang tarifnya sudah ditetapkan,” kata ibu rumah tangga itu. Hasil pengamatan kompasianer, Senin (24/9), balai-balai kayu ukuran 3x4 sebagai tempat praktik Aman Adi itu tidak pernah sepi dari pasien. Mereka datang silih berganti, mulai dari orang dewasa sampai bayi. Ada pasien yang terkilir, tidak jarang juga pasien yang patah tulang. Terkadang kita yang berada disana ikut “kontak” menahan sakit manakala melihat pasien itu menjerit saat diurut oleh Aman Adi. Peralatan medis yang digunakan Aman Adi terhitung sangat sederhana, yaitu minyak kelapa yang diisi dalam kaleng bekas minyak rambut. Resep yang diberikan kepada orang-orang yang sudah diurutnya juga sangat mudah dan murah, haluskan buah pala, campur dengan abu dapur, tambah sedikit jeruk nipis lalu sapukan ditempat yang terkilir. Sesungguhnya obat yang dianjurkannya itu berkhasiat untuk mengurangi pembengkakan, begitu kata Aman Adi. Memang ketika tangannya menekan otot yang bermasalah, sakitnya luar biasa. Kompasianer yang mencoba untuk memeriksakan bahu kanan yang sering pegal-pegal, ternyata memang bermasalah. Alhamdulillah, setelah diurut oleh Aman Adi terasa menjadi lebih enak, ringan dan mudah menggerakkan tangan kanan. Ketika ditanya berapa penghasilannya sehari, Aman Adi hanya tertawa dan menolak menjawab pertanyaan itu. “Tugas saya hanya menolong orang,” katanya singkat. Itulah sosok singkat Sultan Absyah alias Aman Adi, seorang petani yang meluangkan waktunya untuk menolong orang. Baginya, tanpa dibayarpun kalau seseorang membutuhkan pertolongannya, maka dia segera turun tangan. Banyak ditemukan di tanah air masyarakat dilevel grass root sangat ikhlas membantu sesama. Seandainya orang-orang yang digaji oleh rakyat (pajak), semuanya seikhlas Aman Adi, mungkin negeri ini telah menjadi negara super power. Wallahualam bissawab!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun