[caption id="attachment_207737" align="aligncenter" width="448" caption="Sultan Absyah alias Aman Adi sedang mengurut kaki kanan seorang anak yang terkilir akibat kecelakaan lalu lintas."][/caption] Membaca judul tulisan ini, biasanya akan menimbulkan beragam interpretasi dari pembaca: percaya atau HOAX. Wajar timbul interpretasi seperti itu, karena diera ekonomi liberal saat ini, sangat jarang penyedia jasa yang tidak dibayar. Istilah gratis hanya tinggal dalam dongeng menjelang tidur, bukan dialam nyata. Barangkali, jika oksigenpun bisa dimonopoli, maka untuk bernafaspun harus dibayar. Siapa pernah menduga, Sultan Absyah alias Aman Adi (52) seorang warga Desa Kute Lot Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah yang membuka pengobatan alternatif (urut tradisional) tidak menentukan tarif atas jasanya. Dalam era serba bayar dewasa ini, ternyata masih terdapat sosok yang bisa ikhlas atas jasa yang diberikannya. “Seikhlasnya,” itulah kata yang sering diucapkan Aman Adi saat ditanya orang biaya jasa pengobatan yang sudah diberikannya. Bagi warga Aceh Tengah, sosok Aman Adi sebagai ahli pengobatan terkilir dan patah tulang sudah tidak asing lagi. Menurut Aman Adi, dia pernah juga diundang ke Jakarta dan Sumatera Barat untuk mengobati orang yang bermasalah dengan otot dan tulangnya. Kalau dipanggil ke luar daerah, tentu semua biaya menjadi tanggung jawab yang mengundang, karena dia tergolong keluarga kurang mampu. Saat diundang ke Jakarta, dia diminta untuk mengobati pasien yang menderita sembelit. Awalnya Aman Adi berkeberatan berangkat ke Jakarta karena kondisi Aceh saat itu sedang konflik. Namun karena keluarga pasien itu berulang-ulang memohon, timbul rasa iba, akhirnya dia berangkat juga. Apalagi dikatakan keluarga pasien itu, bahwa si sakit sudah dirawat di RS Pertamina selama tiga bulan tetapi belum ada perubahan. “Atas pertolongan-Nya, Insya Allah setelah saya urut tiga kali si pasien itu dapat BAB,” ungkapnya. Aman Adi membuka praktek pengobatan di rumahnya, tepatnya di Jalan Totor A.Terus Uluh Kuning, sekitar 300 meter arah Barat dari RSU Datu Beru Takengon. Tidak jarang jika ada pasien kecelakaan yang sedang dirawat di RSU itu, dia sering dipanggil untuk membantu. Namun, kalau dipanggil ke rumah, dia hanya bersedia dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. “Pagi, sore dan malam banyak yang datang ke sini, tidak mungkin saya tolak. Tapi kalau ada pasien darurat di RSU yang butuh pertolongan, saya segera kesana,” jelas lelaki berkulit hitam manis itu. [caption id="attachment_207738" align="aligncenter" width="448" caption="Salah seorang pasien Aman Adi harus bersedia telungkup untuk ditangani bagian belakang tubuhnya, sementara pasien yang lain menunggu giliran."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H