Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bila Bangsa Ini “Dikudeta” oleh Kartel Narkoba?

25 Januari 2012   13:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:28 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_166175" align="aligncenter" width="567" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Diakui atau tidak, disadari atau tidak, disukai atau tidak, yang pasti Indonesia yang dihuni oleh 259 juta jiwa merupakan pangsa pasar paling potensial untuk memasarkan berbagai produk industri atau jasa dari negara lain. Barang impor seperti tak terbendung memasuki pasar Indonesia, baik di pasar retail maupun pasar tradisional. Tidak jarang ditemukan makanan ringan (snack) dan minuman ringan (soft drink) produk negara tetangga yang dijual oleh sejumlah super market dan kios-kios kecil.

Kalaulah produk itu sebagai sebuah barang berkualitas dan sehat untuk dikonsumsi, tentu saja bukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Namun, bulu roma kita akan merinding saat menyadari bahwa Indonesia juga sebagai pasar potensial untuk peredaran berbagai jenis produk yang tergolong narkoba.

Menurut badan dunia untuk urusan narkoba dan kejahatan (UNODC) seperti dirilis Harian Waspada (30/11) melaporkan bahwa obat stimulan tipe amphetamine (ATS) yaitu amphetamine dan methaphetamine telah menjadi tipe narkoba yang populer dibanyak tempat di Asia Tenggara sejak dekade 1990-an.

Lebih lanjut UNODC melaporkan, kelompok-kelompok Afrika terlibat dalam penyeludupan crystalline methamphetamine (sabu-sabu), ekstasi, dan heroin ke Indonesia dan menjadikan Kamboja sebagai pusat transaksi keuangan dan obat-obat terlarang ke Indonesia.

Sebenarnya, narkoba bukanlah hal baru dalam dinamika kehidupan masyarakat di Indonesia. Sebelum ganja (mariyuana) ditetapkan sebagai barang haram, masyarakat telah menjadikan tanaman itu sebagai bumbu penyedap masakan. Ganja juga dijadikan sebagai tanaman sela diantara tanaman tembakau yang berfungsi sebagai anti hama tembakau.

Berangkali, kita pernah mendengar kisah perang candu. Dalam Wikipedia disebutkan bahwa perang candu atau perang opium dikenal juga sebagai perang Anglo-China yang berlangsung pada tahun 1839-1842 dan 1856-1860. Perang candu merupakan klimaks sengketa perdagangan antara China dibawah Dinasti Qing dengan Britania Raya.

Perang itu terjadi karena pihak Britania Raya menyeludupkan opium dari India ke China. Sementara, pemerintah China menerapkan hukum atas obat-obatan yang masuk ke wilayahnya. Sengketa perdagangan itu berakhir dengan konflik militer yang dikenal dengan perang candu.

Mencermati uraian di atas, tergambar kepada kita bahwa narkoba bukan sebagai "produk" baru dalam kehidupan manusia. Zat stimulan itu telah digunakan orang sebelum negara ini berdiri. Waktu itu namanya bukan narkotika, tetapi dikenal dengan istilah candu.

Konon, raja-raja dan bangsawan tempo dulu banyak menggunakan candu yang disuplai oleh kaum kolonial Belanda. Bahkan candu pernah digunakan sebagai komoditi untuk membarter senjata dalam perang merebut kemerdekaan.

Apapun alasan dan argumen orang atas ketergantungannya kepada zat stimulan yang bernama candu atau sekarang dikenal dengan narkoba, pastinya zat itu sangat membahayakan kesehatan si pengguna dan lingkungannya. Bagi pengguna yang sudah tergantung kepada zat stimulan ini tidak mampu menolak dorongan untuk mencicipinya lagi. Dan, ketergantungan itu berlangsung terus menerus sampai yang bersangkutan over dosis, dan dijemput kematian mendadak.

Sebaliknya, lingkungan dan masyarakat sekitarnya akan menerima dampak kriminalnya, misalnya kehancuran rumah tangga (bagi yang sudah berkeluarga) si pecandu. Akibatnya, anak isterinya terlantar sehingga menjadi masyarakat penyandang masalah sosial. Sisi lainnya, karena dorongan tubuh yang terus menerus meminta pasokan zat stimulan itu, sangat sering si pecandu melakukan tindakan kriminal seperti perampokan/pencurian termasuk penipuan demi sejumlah uang untuk membeli zat berbahaya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun