Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ancaman Momok Matematika, Takut?

27 September 2014   06:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:19 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1411749976585474194

[caption id="attachment_344598" align="aligncenter" width="560" caption="Iwan dan para siswa (Foto: Muna Ardi)"][/caption]

Heboh tentang nilai matematika 20 bukan hanya menjadi bahasan media mainstream dan media sosial, ternyata sudah meluas dan dibahas oleh sejumlah guru di daerah terpencil. Salah seorang guru yang aktif membincangkan persoalan nilai matematika 20 itu adalah seorang anak muda yang bernama Darmawan Masri (26).

Sehari-hari, Darmawan Masri yang acap disapa sebagai Iwan, bekerja sebagai guru bakti untuk bidang studi matematika pada SMAN 1 Takengon. Alumnus FKIP Unsyiah prodi matematika lulusan tahun 2009 itu, awalnya bercita-cita menjadi arkeolog. Namun kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai guru memintanya untuk kuliah di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.

Patuh kepada nasehat orang tua, akhirnya Iwan benar-benar kuliah di FKIP Unsyiah. Dia mengaku, pernah meraih indeks prestasi (IP) 4 pada semester awal. Heran juga, anak muda secerdas itu masih mau memilih profesi sebagai guru. Biasanya, anak muda akan memilih FKIP setelah gagal di perguruan tinggi favorit. Tak terpungkiri, bahwa fakultas keguruan dan ilmu pendidikan sering menjadi pilihan terakhir.

Ditengah kegalauannya kuliah di FKIP, akhirnya Iwan menemukan enaknya berprofesi sebagai seorang guru. Pada semester III, Iwan nyambi sebagai seorang guru les privat untuk anak-anak SD. Murid les privat itu kesulitan memahami materi matematika yang diajarkannya. Inilah yang menjadi tantangan. Iwan harus memutar otak, bagaimana supaya muridnya menyukai matematika.

Kemudian, dia mencari sejumlah games (permainan) matematika dengan harapan, anak-anak itu akan menyukai pelajaran matematika. Ternyata benar, games itu menarik perhatian anak-anak, dan dengan mudah mereka menyerap materi ajar matematika.

“Saya puas, ternyata profesi guru enak, kehadiran kita selalu ditunggu-tunggu oleh siswa,” kata putra Mahyuddin Sari (guru SMKN 2 Takengon) dan Asnah (guru SMAN 3 Takengon) itu.

Dalam sebuah perbincangan, Jumat (26/9/2014) di Takengon, Iwan menegaskan bahwa pelajaran matematika itu mudah, bukan mata pelajaran horor. Matematika itu bukan momok, bukan pula harga mati. Persoalan matematika dapat diselesaikan dari berbagai sisi, bukan dari satu sisi saja. Sangat disayangkan jika memaksakan anak-anak untuk memahami dari satu sisi. Padahal, pengaljabarannya dapat diselesaikan dari berbagai cara.

Diminta tanggapannya terhadap kehebohan kasus nilai matematika 20, Iwan mengatakan bahwa setiap guru yang mengajar di SD harus paham terhadap bentuk operasi dalam matematika. Dia mengakui, kasus serupa sering terjadi di banyak tempat, termasuk di Aceh Tengah.

Penyebabnya, tambah Iwan, guru yang mengasuh mata pelajaran matematika terlalu terpaku kepada cara yang tercantum dalam kurikulum. Akibatnya, siswa sulit memahami persoalannya, bahkan cenderung kurang memahami yang diajarkan gurunya.

Untuk mencegah terulangnya kasus nilai matematika 20, maka pemahaman guru tentang konsep operasi matematika harus ditingkatkan. Mereka yang diajarkan adalah anak yang sedang tumbuh cara berpikirnya, tidak salah jika memberi cara penyelesaian lain kepada si anak.

Sebab, tambah Iwan, dari beberapa opsi menyelesaikan operasi matematika, biasanya ada opsi yang sangat dipahami atau disukai siswa. “Tidak masalah jika setiap anak berbeda cara penyelesaiannya,” ungkap Iwan.

Coba lihat dalam kehebohan nilai matematika 20, pada kasus 4x6 harusnya ditulis 6x4 karena terdapat 6 kali angka empatnya. Kemudian, si guru sepertinya tidak memperhatikan soal nomor tiga yaitu 7+7+7 tertulis 7x3, ternyata dianggap salah oleh guru. Jika mengacu pada soal nomor satu yang dianggapkan salah oleh guru, seharusnya soal nomor tiga benar.

“Seharusnya hal tersebut dianggap benar saja, asal siswanya paham dalam menanggapi permasalahan dalam pelajaran matematika,” tambah Iwan.

Menyangkut dengan kemampuan siswa di Aceh Tengah dalam memahami operasi matematika, Iwan merasa prihatin. Banyak guru SD yang tidak mengerti konsep dasar matematika, karena si guru berasumsi bahwa akan ada guru SMP yang mengajarkannya. Begitu juga dengan guru SMP, dia juga berasumsi akan ada guru SMA yang mengajarkannya.

“Saya sering kalang kabut saat menghadapi siswa baru di SMA, karena harus mengulang kembali pelajaran matematika SD dan SMP,” pungkas bujangan itu.

Darmawan Masri menyarankan, kompetensi guru SD harus ditingkatkan, termasuk dalam mata pelajaran matematika. Sebab, pendidikan dasar adalah fondasi yang menjadi dasar untuk jenjang pendidikan berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun