[caption id="attachment_344598" align="aligncenter" width="560" caption="Iwan dan para siswa (Foto: Muna Ardi)"][/caption]
Heboh tentang nilai matematika 20 bukan hanya menjadi bahasan media mainstream dan media sosial, ternyata sudah meluas dan dibahas oleh sejumlah guru di daerah terpencil. Salah seorang guru yang aktif membincangkan persoalan nilai matematika 20 itu adalah seorang anak muda yang bernama Darmawan Masri (26).
Sehari-hari, Darmawan Masri yang acap disapa sebagai Iwan, bekerja sebagai guru bakti untuk bidang studi matematika pada SMAN 1 Takengon. Alumnus FKIP Unsyiah prodi matematika lulusan tahun 2009 itu, awalnya bercita-cita menjadi arkeolog. Namun kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai guru memintanya untuk kuliah di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.
Patuh kepada nasehat orang tua, akhirnya Iwan benar-benar kuliah di FKIP Unsyiah. Dia mengaku, pernah meraih indeks prestasi (IP) 4 pada semester awal. Heran juga, anak muda secerdas itu masih mau memilih profesi sebagai guru. Biasanya, anak muda akan memilih FKIP setelah gagal di perguruan tinggi favorit. Tak terpungkiri, bahwa fakultas keguruan dan ilmu pendidikan sering menjadi pilihan terakhir.
Ditengah kegalauannya kuliah di FKIP, akhirnya Iwan menemukan enaknya berprofesi sebagai seorang guru. Pada semester III, Iwan nyambi sebagai seorang guru les privat untuk anak-anak SD. Murid les privat itu kesulitan memahami materi matematika yang diajarkannya. Inilah yang menjadi tantangan. Iwan harus memutar otak, bagaimana supaya muridnya menyukai matematika.
Kemudian, dia mencari sejumlah games (permainan) matematika dengan harapan, anak-anak itu akan menyukai pelajaran matematika. Ternyata benar, games itu menarik perhatian anak-anak, dan dengan mudah mereka menyerap materi ajar matematika.
“Saya puas, ternyata profesi guru enak, kehadiran kita selalu ditunggu-tunggu oleh siswa,” kata putra Mahyuddin Sari (guru SMKN 2 Takengon) dan Asnah (guru SMAN 3 Takengon) itu.
Dalam sebuah perbincangan, Jumat (26/9/2014) di Takengon, Iwan menegaskan bahwa pelajaran matematika itu mudah, bukan mata pelajaran horor. Matematika itu bukan momok, bukan pula harga mati. Persoalan matematika dapat diselesaikan dari berbagai sisi, bukan dari satu sisi saja. Sangat disayangkan jika memaksakan anak-anak untuk memahami dari satu sisi. Padahal, pengaljabarannya dapat diselesaikan dari berbagai cara.
Diminta tanggapannya terhadap kehebohan kasus nilai matematika 20, Iwan mengatakan bahwa setiap guru yang mengajar di SD harus paham terhadap bentuk operasi dalam matematika. Dia mengakui, kasus serupa sering terjadi di banyak tempat, termasuk di Aceh Tengah.
Penyebabnya, tambah Iwan, guru yang mengasuh mata pelajaran matematika terlalu terpaku kepada cara yang tercantum dalam kurikulum. Akibatnya, siswa sulit memahami persoalannya, bahkan cenderung kurang memahami yang diajarkan gurunya.
Untuk mencegah terulangnya kasus nilai matematika 20, maka pemahaman guru tentang konsep operasi matematika harus ditingkatkan. Mereka yang diajarkan adalah anak yang sedang tumbuh cara berpikirnya, tidak salah jika memberi cara penyelesaian lain kepada si anak.