[caption id="attachment_348010" align="aligncenter" width="512" caption="Ditengah derasnya arus Sungai Ayung, Ubud, Bali."][/caption]
Ayung River, sebuah sungai terpanjang di Bali yaitu 68,5 Km. Sungai yang sebagian daerah alirannya berada di dasar cadas terjal itu, ternyata sumber airnya berasal dari tiga anak sungai. Ketiga anak sungai itu adalah Tukad Bangkung yang berhulu di Pelaga, Tukad Menggani yang berhulu di daerah Catur, dan Tukad Siap yang berhulu di daerah Kintamani. Sungai yang paling banyak dikunjungi wisatawan mancanegara untuk wisata rafting itu bermuara di Selat Badung, Sanur.
Mereka yang menikmati derasnya air Sungai Ayung ini, ternyata bukan didominasi oleh wisatawan mancanegara. Di atas perahu karet yang mengapung di permukaan Sungai Ayung, terlihat juga wajah-wajah wisatawan domestik dari beberapa daerah. Diantara wajah wisatawan domestik itu, terlihatlah wajah 10 orang kompasianer serta 6 orang dari PTC Pertamina dan beberapa wartawan.
Terkesan asing kehadiran 16 wajah wisatawan domestik ditengah-tengah wisatawan mancanegara ke Sungai Ayung, Jumat (10/10/2014) lalu. Bagaimana tidak, untuk memanfaatkan fasilitas plus pemandu rafting di Sungai Ayung membutuhkan biaya yang lumayan besar. Biaya sebesar itu, rasanya tidak akan menarik minat wisatawan domestik yang berkantong pas-pasan untuk mencoba rafting.
[caption id="attachment_348013" align="aligncenter" width="512" caption="Istirahat di tengah tangga, simpan tenaga."]
Bali Adventure Tours selaku agensi penyedia jasa rafting tersebut mematok tarif US$ 79 per orang (dewasa) dan US$ 52 untuk anak-anak, dan US$ 236 untuk keluarga. Dalam tarif sebesar itu sudah termasuk transfers, gourment buffet lunch, hot showers, change room dan asuransi. Hebatnya, meskipun bertarif mahal, toh para wisatawan datang silih berganti ke Ubud.
“Sensasi rafting perlu dicoba tuh, hitung-hitung memacu adrenalin,” ungkap Gapey Sandy, salah seorang kompasianer. Ungkapan itu terlontar ketika semua peserta masih berada di home base peralatan Bali Adventure Rafting, kawasan pedesaan Ubud. Namun, begitu ke-16 orang itu mulai bergerak menuruni tangga menuju ke lokasi perahu karet, suasananya mulai berbeda.
Menurut Bli Arya, salah seorang pemandu, anak tangga itu berjumlah lebih 300 buah. Akurat angka yang disebut Bli Arya. Pasalnya, tangga itu serasa tanpa akhir. Tangga beton tersebut meliuk-meliuk mengikuti kontur tebing ditengah hutan yang masih lebat.
Makin lama dituruni, ternyata makin curam. Lutut-lutut tua para kompasianer yang sudah mulai longgar tentu semakin longgar. Langkah mulai berat. Wajah yang sebelumnya ceria, mulai kelihatan pucat kelelahan. Beberapa kompasianer, bahkan harus istirahat melepas lelah sambil duduk di anak tangga.
Setengah jam kemudian, terlihatlah sejumlah perahu karet di permukaan Sungai Ayung. Beberapa wisatawan mancanegara yang memakai life jacket sedang bersiap-siap naik ke perahu. Lebar sungai di lokasi sandaran perahu itu cukup sempit, sekitar 5 meter. Tebing sungainya terdiri dari batu cadas yang berdiri tegak lurus ke atas.
[caption id="attachment_348014" align="aligncenter" width="512" caption="Mas Dzulfikar masih tetap semangat menjelang tiba di sandaran perahu"]