Jika kenaikan permukaan air laut terus-menerus berlangsung, beberapa pulau bisa saja tenggelam akibat pemanasan global tersebut. Di antara pulau-pulau yang akhirnya tenggelam akibat menaiknya permukaan air laut, seperti Pulau Komodo yang memiliki banyak sekali satwa komodo di sana. Namun, kerusakan lingkungan komodo tidak hanya berasal dari faktor alam saja. Â Â Â
Faktor manusia juga menjadi ancaman serius yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut, terlebih pembangunan proyek wisata di kawasan tersebut menciptakan ironi di tengah konservasi yang sudah terjadi selama bertahun-tahun lamanya.Â
UNESCO menetapkan TNK sebagai Cagar Biosfer (Biosphere Reserve) sejak tahun 1977 dan Warisan Alam Dunia (Natural World Heritage Site) pada sejak 1991. TNK juga dinobatkan sebagai salah satu New 7 Wonders of Nature (Tujuh Keajaiban Dunia Baru) sejak 2012. Namun, proyek yang berjalan selama beberapa tahun terakhir ini, menciptakan distorsi terkait kasus tersebut.
Pada sebuah foto yang diunggah oleh salah satu aktivis yang pada saat itu berada di sana, terlihat sebuah komodo saling bersemuka dengan sebuah truk pengangkut material proyek di Lembah Loh Buaya, Pulau Rinca. Padahal di lokasi tersebut sudah tertera jelas tulisan "Please Keep Silent" yang berartikan sebuah desibel suara yang keluar sangat diperhitungkan.
"Taman Nasional Komodo harus dilihat sebagai satu kesatuan ekosistem, bagaimana mungkin di Rinca dirancang bangunan yang semewah-mewahnya, sementara di Pulau Komodo dibuat seolah-olah harus alamiah, padahal kedua pulau itu sama-sama habitat komodo?" kata Gregorius.
Karena begitu meresahkan satwa di sekitar, UNESCO menggagahi pemerintah Indonesia untuk memberhentikan proyek tersebut dan merencanakan analisis dampak lingkungan (AMDAL) serta menyerahkannya kepada Pusat Warisan Dunia paling lambat 1 Februari 2022 untuk diperiksa oleh Komite Warisan Dunia pada sesi ke-45. Namun, kritikan dari berbagai pihak masyarakat dan teguran dari UNESCO tidak membuat pembangunan diberhentikan.
"Kegiatan pengangkutan material pembangunan yang menggunakan alat berat harus dilakukan karena tidak dimungkinkan menggunakan tenaga manusia. Penggunaan alat-alat berat seperti truk, ekskavator dan lain-lain, telah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian," kata Kepala Biro Humas KLHK Nunu Anugrah.
Beberapa upaya sudah berjalan demi meminimalkan ketidaknyamanan satwa komodo, salah satunya, yaitu membatasi tingkat kunjungan pariwisata TNK. Pemerintah memberlakukan pembatasan kunjungan khususnya di kawasan konservasi (Pulau Komodo dan Pulau Padar).
"Pengaturan pengunjung dengan sistem pembatasan kuota pengunjung ini dimaksudkan untuk meminimalkan dampak negatif kegiatan wisata alam terhadap kelestarian populasi biawak Komodo dan satwa liar lainnya, mempertahankan kelestarian ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar khususnya, serta untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pengunjung serta petugas selama beraktivitas di Taman Nasional Komodo," kata Wakil Menteri LHK Alue Dohong.
Kebijakan tersebut diikuti juga dengan menaikkan biaya tarif masuk khusus untuk ke kawasan konservasi, yakni Pulau Komodo dan Pulau Padar, menjadi Rp3,75 juta berlaku mulai 1 Januari 2023. Sedangkan untuk masuk ke Pulau Rinca, tarifnya tetap sama seperti yang sudah berlaku sebelumnya. Akan tetapi, hal terpenting dari semua kebijakan yang telah dibuat adalah upaya perlindungan terhadap komodo dan habitat tempat tinggalnya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, serta tetap mempertimbangkan seluruh aspek yang meliputinya.