Mohon tunggu...
Muhammad Syaifudin
Muhammad Syaifudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi volley

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi, Esensi, Tradisi, Dikotomi Bulan Muharram

5 Juni 2023   11:41 Diperbarui: 5 Juni 2023   11:58 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seberapa kuat tradisi, esensi, dan rekognisi bulan Muharram (suro) berimplikasi pada pernikahan di Djawa

Judul penelitian : BULAN MUHARRAM DI DESA DUKUH KECAMATAN LEMBEYAN KABUPATEN MAGETAN

Nama peneliti. : Saiful Munif Jazuli 

Universitas. : IAIN Ponorogo

Fakultas. : HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI'AH

Tahun. : 2017

Pendahuluan.

Perkawinan merupakan serapan dari bahasa Jawa kuno ka-awin yang maknanya dibawa." Perkawinan juga bisa dipahami dari bahasa Sansekerta yaitu berasal dari kata Vini atau bini atau istri. Menganalogikan bahwa perkawinan terjadi ketika seorang laki- laki datang meminang kepada seorang perempuan untuk diboyong (dibawa) dari penguasaan dan tanggung jawab orang tuanya beralih kepada peminang.

Senggama berasal dari Bahasa Sansekerta "SANGGAM" yang artinya berkumpul bertemu, berhubungan, ataupun menyatu. Pernikahan juga diartikan sebagai warisan nabi guna memperbanyak umat agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, bukan hanya sekedar menghalalkan hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan. Seiring berkembangnya zaman dan pengetahuan islam melahirkan banyak sudut pandang terutama pada syariat. Keharusan serta laranganpun sudah ditetapkan. Namun faktualnya implementasi pernikahan tidak bisa dipisahkan dari tradisi maupun budaya.

Pernikahan dilaksanakan dengan tata cara khusus dan disesuaikan dengan ketentuan agama dan tradisi lokal setempat. Namun pada umumnya budaya hanya sebagai penghias dari praktik pernikahan dimana pokok daripada pelaksanaan pernikahan adalah pemenuhan syarat dan rukun nikah. Islam memandang pernikahan sah apabila memenuhi syarat dan rukun pernikahan tanpa melanggar aturan hukum yang berlaku yaitu Undang- Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) yaitu sahnya perkawinan adalah apabila dilakasanakan menurut hukum Islam. Lalu secara jelas diatur dalam PMA No.20 tahun 2019 tentang pencatatan pernikahan dan dijelaskan secara lengkap dalam Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3019.

Hukum yang mengatur tentang Perkawinan Islam yang menurut asalnya disebut Fiqh Munakahat. Dimana hukum ini belaku dan melekat pada setiap muslim dan tidak dapat diputus berdasarkan tempat dan waktu seseorang tersebut berada. Lalu aturan yang mengatur serta menjadi ketetapan dan pegangan hukum pernikahan yang ada di indonesia adalah Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang memuat hukum keperdataan Islam di Indonesia. Dalam tradisi jawa, perkawinan juga memiliki aturan hukum. Keabsahan pernikahan seseorang dinilai dari terpenuhinya upacara adat jawa dalam resepsi mulai dari sebelum meminang yaitu melakukan ngeresek sampai prosesi akad nikah yang didalamnya menyertakan sungkeman. Dengan terlaksanakannya berbagai upacara adat jawa yang menghiasi pelaksanaan rukun dan syarat nikah menurut agama dan islam maka pernikahan tersebut dianggap sempurna dimata masyarakat.

Berkaitan dengan teori diatas makalah ini membahas tentang larangan nikah di bulan Muharram (Suro) yang ditinjau dari perspektif Hukum Islam.

Alasan Penulis memilih judul ini adalah 

Penulis tertarik pada judul skripsi ini karena penulis ingin mengetahui lebih dalam apakah teori dan hukum yang berlaku dapat saling menguatkan atau saling menjatuhkan, menganalisis apakah terdapat poin yang bisa diterima dari tradisi masyarakat Jawa yang bisa dimaklumi terhadap hukum Islam yang tidak bersifat mengekang, juga memberikan penulis segudang pemahaman tentang perkawinan yang merekognisi tradisi Jawa di era modern seperti sekarang ini.

Pembahasan hasil review

Hasil dari review skripsi ini adalah pertama peneliti menyatakan bahwa praktik perkawinan yang terhegemoni oleh tradisi larangan Jawa berupa keyakinan mistis bulan Muharram (Suro) merupakan hal yang keliru dan tidak sesuai dengan hukum Islam. 

Planning skripsi + argumentasi

Rencana dari pada penulis tentang skripsi yang akan dilakukan di semester kedepan adalah, dengan mereview skripsi karya Saiful Munif Jazuli tahun 2017 ini penulis memiliki kesimpulan tersendiri akan hegemoni tradisi terhadap perkawinan di Jawa terlebih berdampak pada keyakinan yang tidak dapat dirubah, stagnan, serta dilestarikan oleh masyarakat Jawa khususnya di desa penulis. Dari review skripsi tersebut penulis memiliki gagasan ingin membuat skripsi berjudul "Larangan nikah di bulan Muharram (Suro) ditinjau dari perspektif Urf". Alasan Penulis ingin mengangkat judul ini adalah pertama penulis merasa tidak terpuaskan oleh pembahasan yang ada di skripsi Saiful Munif Jazuli ini. Kedua menurut penulis relevansi larangan nikah di bulan Muharram (Suro) masih dilakukan oleh masyarakat di desa penulis kendati kualitas masyarakat terbilang maju dalam segi pendidikan. Ketiga penulis berharap penelitian yang akan dilakukan bisa menjadi jendela pengetahuan dimana benang merah yang kusut tidak selalu dianggap buruk karena bagaimana pun kehidupan seseorang tidak bisa dilepaskan dari tradisi dan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun