Mohon tunggu...
Muhammad Surya Bhaskara
Muhammad Surya Bhaskara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pertahanan

Saya adalah masyarakat yang hidup di perbatasan negara Indonesia yang memiliki impian dan harapan yang tinggi untuk kemajuan. Saya pernah bersekolah 3 S ( SD, SMP, SMA ) di Natuna lalu melanjutkan kuliah di perguruan tinggi tercintaa Institut Pemerintahan dalam Negeri ( IPDN ), kemudian tidak lama melanjutkan ke jenjang Magister Pertahanan prodi Peace and Conflict Resolution di Unhan RI. Tulisan saya ini sebagai bentuk penyaluran pemikiran saya dan tentunya sebagai sarana belajar saya dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bersihkan Teropong Pikiran: Menangkal Kabut Logical Fallacies

6 April 2024   06:05 Diperbarui: 6 April 2024   06:35 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membersihkan Teropong Pikiran: Menghindari Kesalahan Berpikir dalam Kehidupan Bermasyarakat

Dalam kehidupan bermasyarakat, terkadang kita terjebak dalam kesalahan berpikir atau logical fallacies yang dapat mengaburkan pandangan kita terhadap realitas. Berikut adalah lima contoh kesalahan berpikir yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, beserta penjelasan dan contoh lengkapnya:

Appeal to Fear (Menghembuskan Rasa Takut) : Menggunakan rasa takut sebagai alat untuk mempengaruhi pendapat orang lain.

Pendekatan ini mengandalkan emosi ketakutan daripada logika atau bukti. Hal ini bisa mengarah pada keputusan yang didasarkan pada reaksi insting daripada pemikiran rasional. Dengan memanfaatkan ketakutan, seseorang dapat mempengaruhi orang lain untuk mendukung gagasan yang mungkin tidak memiliki dasar yang kuat. Contoh: Dalam suatu komunitas, seorang tokoh masyarakat mungkin mengatakan, "Jika kita tidak menolak pendatang baru ini, kejahatan akan meningkat dan keamanan kita akan terancam!" Pendekatan seperti ini bertujuan untuk menanamkan ketakutan agar masyarakat mendukung gagasannya tanpa menilai fakta secara objektif.

Appeal to Popularity (Mengikuti Mayoritas) : Menganggap sesuatu benar atau baik hanya karena banyak orang yang setuju atau melakukannya.

Hanya karena sesuatu populer atau banyak dilakukan, bukan berarti itu benar atau baik. Pendekatan ini mengabaikan pentingnya penilaian independen dan kritis. Dalam banyak kasus, mayoritas bisa salah, dan mengikuti arus tanpa pertimbangan dapat mengarah pada hasil yang negatif. Contoh: Seorang warga mungkin berargumen, "Semua orang di lingkungan kita sudah membuang sampah di sungai, jadi tidak apa-apa kalau kita juga melakukannya." Pendekatan ini mengabaikan pertimbangan etis dan lingkungan hanya karena mengikuti apa yang populer.


Genetic Fallacy (Kesalahan Genetik) Menilai sesuatu berdasarkan asal-usulnya, bukan berdasarkan kualitas atau relevansinya saat ini.

Menilai sesuatu hanya berdasarkan asal-usulnya adalah tidak adil dan tidak akurat. Pendekatan ini mengabaikan fakta bahwa ide atau individu dapat berkembang dan berubah seiring waktu. Kualitas atau kebenaran dari suatu argumen harus dinilai berdasarkan isi dan konteksnya saat ini, bukan asal-usulnya.  Contoh: Seorang anggota masyarakat mungkin berkata, "Ide itu datang dari kelompok minoritas, jadi pasti tidak berguna." Pendekatan ini mengabaikan nilai atau kebenaran dari ide tersebut hanya karena asal-usulnya.


Fallacy of Single Cause (Kesalahan Penyebab Tunggal) : Menganggap hanya ada satu penyebab untuk suatu masalah yang kompleks.

Kehidupan sosial dan masalah-masalah dalam masyarakat sering kali kompleks dan memiliki banyak penyebab. Mengabaikan kompleksitas ini dan menyederhanakan masalah ke dalam satu penyebab tunggal dapat mengarah pada solusi yang tidak efektif dan pemahaman yang dangkal tentang isu tersebut. Contoh: Dalam diskusi tentang masalah kebersihan lingkungan, seseorang mungkin menyatakan, "Masalah sampah di lingkungan kita hanya karena malasnya warga." Pendekatan ini mengabaikan faktor-faktor lain seperti kurangnya fasilitas pengelolaan sampah atau edukasi tentang kebersihan.

Jumping to Conclusion (Melompat ke Kesimpulan) : Mengambil kesimpulan tanpa mempertimbangkan semua bukti yang relevan.

Mengambil kesimpulan tanpa bukti yang cukup atau tanpa mempertimbangkan semua fakta dapat mengarah pada penilaian yang keliru dan tindakan yang tidak adil. Pendekatan ini sering kali didorong oleh prasangka atau asumsi yang tidak berdasar, yang dapat merusak hubungan sosial dan kepercayaan dalam komunitas. Contoh: Setelah terjadi pencurian di lingkungan, seorang warga mungkin cepat menuduh, "Pasti itu ulah pendatang baru!" tanpa bukti yang cukup. Pendekatan ini dapat menimbulkan ketidakadilan dan memecah belah komunitas.

Appeal to Pity (Menggunakan Simpati):Mengandalkan simpati atau kasihan untuk mempengaruhi pendapat atau tindakan orang lain.

Pendekatan ini mengalihkan perhatian dari argumen logis dan bukti, dan mengarahkan fokus pada emosi. Keputusan seharusnya didasarkan pada analisis objektif, bukan pada manipulasi emosi. Contoh: Seorang politisi mungkin menggunakan cerita sedih tentang keluarga miskin untuk mendapatkan dukungan terhadap kebijakannya, tanpa memberikan bukti bahwa kebijakannya akan efektif.

Appeal to Authority (Mengandalkan Otoritas): Menganggap sesuatu benar atau valid hanya karena diucapkan oleh seseorang yang dianggap sebagai otoritas.

Hanya karena seseorang memiliki otoritas atau keahlian di satu bidang, bukan berarti mereka selalu benar. Pendapat mereka harus dinilai berdasarkan bukti dan argumen, bukan hanya berdasarkan reputasi. Contoh: "Pakar ekonomi terkenal mengatakan bahwa kebijakan ini baik, jadi pasti benar."

Cherry Picking (Memilih Sebagian Fakta): Memilih dan menyoroti fakta yang mendukung argumen kita, sambil mengabaikan fakta yang bertentangan. 

Pendekatan ini menciptakan gambaran yang tidak lengkap dan bias. Untuk memahami masalah secara penuh, kita perlu mempertimbangkan semua bukti yang relevan, baik yang mendukung maupun yang menentang argumen kita. Contoh: Seorang aktivis lingkungan mungkin hanya menyoroti data yang menunjukkan peningkatan polusi, sambil mengabaikan data yang menunjukkan upaya pengurangan polusi.

Strawman Fallacy (Menyerang Argumen Palsu): Menyerang versi yang disederhanakan atau distorsi dari argumen lawan, bukan argumen sebenarnya.

Pendekatan ini menghindari perdebatan yang sebenarnya dengan menciptakan argumen yang mudah diserang. Ini menghalangi diskusi yang produktif dan pemahaman yang lebih dalam tentang masalah. Contoh: "Pendukung hak asasi manusia hanya peduli dengan kebebasan berbicara, tapi tidak peduli dengan keamanan nasional."

Appeal to Tradition (Mengandalkan Tradisi): Menganggap sesuatu benar atau baik hanya karena telah dilakukan atau dipercayai selama bertahun-tahun.

Hanya karena sesuatu telah dilakukan selama bertahun-tahun, bukan berarti itu benar atau terbaik. Kita harus bersedia mengevaluasi tradisi dan mengadopsi perubahan jika diperlukan berdasarkan pemahaman dan bukti saat ini. Contoh: "Kita harus terus melakukan ritual ini karena telah dilakukan selama berabad-abad oleh leluhur kita."

"Kesalahan terbesar yang dapat kita buat adalah terus-menerus takut membuat kesalahan." -- Elbert Hubbard


Dengan mengenali dan menghindari kesalahan-kesalahan berpikir ini, kita dapat berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang lebih harmonis, adil, dan berpikiran terbuka. Kita menjadi lebih mampu menilai situasi dengan objektif, membuat keputusan yang lebih bijaksana, dan berinteraksi dengan sesama secara lebih empatik dan konstruktif.

Referensi :

Kahneman, D. (2011). Thinking, fast and slow. Farrar, Straus and Giroux.

Bennett, B. (2012). Logically fallacious: The ultimate collection of over 300 logical fallacies. eBookIt.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun