Sementara, menurut Vedi Hadiz dan Richard Robinson, pendekatan ini tidak hanya mempunyai fokus pada moda organisasi dan strategi gerakan politik populis, termasuk kemapanan institusi perwakilan yang dihadapinya, tetapi juga aksentuasi pada basis sosial dan material dari populisme terkait konflik atas kekuasaan dan sumber daya pada konteks historis tertentu.Â
Lebih jauh, kerangka strukturalis ini menginterpretasikan populisme sebagai ekspresi politik yang merepresentasikan koalisi antar-kelas asimetris yang berisi like-minded people dengan artikulasi kepentingan kolektif.
Konsekuensi logis terbentuknya koalisi dalam pemilihan langsung adalah berangkat dari cara pandang ideologis, kepentingan golongan dan struktur masyarakat yang ada saat ini.Â
Biasanya figur yang dinilai mampu menghadirkan rasa suka, senang dan kagum kerap memperoleh atensi dari masyarakat-hal itu kemudian menjadi pertimbangan elit politik mengusung pasangan calon kepala eksekutif. Namun tidak sedikit pula politisi atau kelompok pendukung figur justru menghadirkan sentimen terhadap kelompok tertentu yang dinilai mengancam kepentingannya.
Oleh karenanya Vedi Hadiz menyatakan bahwa mobilisasi populis mungkin akan efektif bila didasarkan pada nasionalis sentimen, solidaritas etnis atau identitas agama, atau kombinasi yang berbeda dari semuanya.Â
Dengan latar belakang seperti itu, dan dalam arti yang mendasar, kebangkitan teknologi saat ini Politik populis dapat dilihat sebagai sebuah gejala tekanan sosial yang luas dan mendalam di seluruh masyarakat yang berkembang dalam periode pasca-liberal dan pasca-sosialis.
Dalam kaitan Pilkada Jakarta 2024, tentunya beragam nama saat ini menjadi sorotan para petinggi partai politik untuk kemudian diusung berlaga merebutkan puncak tertinggi kekuasaan di tingkat Provinsi DKI Jakarta.
Muncul beberapa nama seperti Ridwan Kamil, Ahmad Sahroni dan Anies Baswedan; yang erat kaitannya dengan faktor populisme di masyarakat Jakarta. Secara personal, mereka dianggap mempunyai tingkat keterkenalan yang tinggi, jelang Pilkada Jakarta berlangsung pada November mendatang.
Faktor ini dianggap mampu merekatkan gabungan partai politik untuk mengusung figur yang akan memimpin Jakarta selama 5 (lima) tahun kedepan, sedangkan terdapat faktor yang merupakan inti daripada pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, yakni tiket partai politik pengusung. Karena hal ini adalah syarat administratif yang berpengaruh terhadap mobilitas serta pengaruhnya terhadap Potential Voters.
Peta Perolehan Kursi DPRD Tahun 2024
Bahwa jika merujuk pada Pasal 40 ayat (1) UU nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyarakat perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.