Mohon tunggu...
Muhammad subhan zaidil falah
Muhammad subhan zaidil falah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi futsal

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Maslahah Mafsadah Terhadap Suami Istri yang Tinggal Satu Atap Pasca Perceraian dengan Putusan Pengadilan Agama Nomor: 0922/Pdt.G/2019/PA.Sal.

5 Juni 2024   10:20 Diperbarui: 5 Juni 2024   10:57 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS


Pendahuluan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara itu, menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), perkawinan adalah akad yang sangat kuat atau misaqan galişan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya sebagai ibadah.

Perkawinan adalah perintah agama bagi mereka yang mampu melakukannya segera. Perkawinan mengurangi kemungkinan terjadinya kemaksiatan, seperti pandangan yang tidak senonoh atau perzinaan. Nabi Muhammad SAW menyarankan berpuasa bagi mereka yang ingin menikah tetapi belum siap secara fisik atau mental. Berpuasa membantu menghalangi seseorang dari perbuatan zina.

Hidup bersama sebagai pasangan memiliki dampak yang signifikan dalam masyarakat. Dengan hidup bersama, pasangan mengisolasi diri dari anggota masyarakat lainnya dan memiliki keturunan, sehingga membentuk keluarga yang terpisah. Peraturan ini mendefinisikan perkawinan sebagai kehidupan bersama antara seorang pria dan wanita yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.

Perkawinan membawa akibat hukum bagi suami dan istri. Akibat adanya perkawinan, timbul berbagai kewajiban bagi keduanya, termasuk hak dan kewajiban yang berpengaruh terhadap harta, anak, dan perwalian. Misalnya, jika terjadi perceraian, pembagian harta harus ditentukan.

Perkawinan yang sah membuat pasangan hidup berdampingan dan satu atap. Tujuan perkawinan adalah membina kehidupan rumah tangga yang kekal dan bahagia, serta melanjutkan keturunan. Perkawinan bukan hanya untuk memuaskan nafsu, tetapi untuk meraih ketenangan, ketentraman, dan sikap saling mengayomi antara suami istri dengan cinta dan kasih sayang yang mendalam.

Namun, ada kalanya tujuan perkawinan tidak tercapai dan berakhir di tengah jalan. Perkawinan adalah perjanjian, dan konsekuensinya adalah talak, yang berarti melepaskan perjanjian tersebut. Dengan talak, pasangan suami istri tidak lagi wajib menjalankan hak dan kewajiban satu sama lain, tetapi masih ada tanggung jawab lain, seperti memberikan nafkah, perlindungan, dan kasih sayang kepada anak. Perceraian juga membawa dampak hukum bagi anak, yang harus memilih untuk tinggal dengan ayah atau ibunya.

Dalam hukum Islam, perceraian dikenal dengan istilah talak, yaitu melepaskan ikatan dengan kata-kata yang telah ditetapkan. Talak diperbolehkan dalam Islam, meskipun sangat dibenci. Meskipun perceraian diperbolehkan, usaha harus dilakukan semaksimal mungkin untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

Latar Belakang Masalah

Pada kasus ini, perceraian telah diputuskan pada tahun 2019 oleh Pengadilan Agama Salatiga dengan perkara nomor 0922/Pdt.G/2019/PA.Sal. Pasangan yang terlibat tinggal di Suruh, Kabupaten Semarang, tepatnya di Dusun Kauman. Kasus ini menarik untuk dikaji karena sifatnya yang jarang terjadi. Setelah perceraian disahkan oleh Pengadilan Agama, pasangan tersebut dianggap sah bercerai menurut hukum Indonesia.

 Konsekuensinya, mantan pasangan tersebut tidak boleh tinggal bersama karena dianggap haram untuk berduaan atau tinggal satu atap. Namun, dalam kasus ini, pasangan tersebut tetap tinggal bersama karena alasan tertentu, yakni demi menjaga mental salah satu anak mereka. Meskipun sudah bercerai, kewajiban orang tua untuk menafkahi dan menyayangi anak-anak mereka tetap harus dilaksanakan hingga anak-anak tersebut mencapai usia dewasa dan mandiri.

Perkara Nomor: 0922/Pdt.G/2019/PA.Sal. merupakan kasus cerai gugat yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga, suami tidak memberikan nafkah, sering meninggalkan rumah, dan sering melontarkan kata talak kepada istri. Setelah perceraian disahkan, pasangan ini tetap tinggal satu atap bersama kedua anak laki-lakinya di Desa Suruh, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. 

Alasannya adalah karena salah satu anak mereka mengalami stres akibat perceraian tersebut. Anak kedua menjadi pendiam, introvert, dan hanya mau berinteraksi dengan anggota keluarganya. Pandemi Covid-19 memperburuk situasi karena anak tersebut tidak bisa mendapatkan pembelajaran tatap muka di sekolah dan kurang berinteraksi dengan orang lain. 

Setelah perceraian, mantan istri sempat kembali ke rumah orang tuanya, namun anak tersebut menolak ikut dengannya. Meskipun hak asuh jatuh kepada istri, anak tetap memilih tinggal di rumah yang telah ia tinggali selama 15 tahun. Untuk menjaga kesehatan mental anak, orang tua dan keluarga memutuskan untuk tetap tinggal bersama anak tersebut. Mereka juga membuat kesepakatan bahwa jika mantan istri menikah lagi, ia akan tinggal bersama suami barunya.

Dalam hukum Islam, suami istri yang sudah bercerai tidak boleh tinggal serumah jika masa iddah istri telah habis, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan fitnah. Iddah adalah periode menunggu yang ditentukan bagi istri yang telah berpisah dengan suaminya.

Pasangan yang tinggal satu atap di Desa Suruh ini sudah menyelesaikan masa iddah. Kasus ini menarik untuk dianalisis menggunakan teori maşlaḥah mafsadah. Secara etimologis, maslahah berarti manfaat, faedah, kebaikan, dan kegunaan, sedangkan mafsadah berarti sesuatu yang rusak atau kemudaratan. Para ulama ushul mendefinisikan maqaşid syari'ah sebagai upaya mencapai maslahah dan menolak mafsadah dalam pensyariatan hukum, dengan tujuan memelihara lima kepentingan utama: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Alasan

Skripsi dengan judul “Maslahah Mafsadah Terhadap Suami Istri Yang Tinggal Satu Atap Pasca Perceraian Dengan Putusan Pengadilan Agama Nomor : 0992/Pdt.G/2019/PA.Sal.” memiiki relevansi yang signifikan dalam kasus Perceraian pada masyarakat saat ini. Alasan penting untuk mereview skripsi ini adalah untuk mengetahui beberapa hal yang menyebabkan perceraian dan dampak dari perceraian, selain itu temuan dari penelitian ini dapat memberikan panduan terhadap masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan dari perceraian sehingga dapat mengedukasi masyarakat agar tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan cerai.

Dengan mereview skripsi ini, kita dapat memahami peran dari Pengadilan Agama dalam masyarakat, pengetahuan ini dapat digunakan untuk memberikan wawasan terhadap masyarakat tentang pentingnya menjaga keharmonisan rumah tangga agar tidak terjadinya perceraian sehingga berpengaruh besar dalam kesehatan mental anak. Serta dapat mengedukasi masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih baik.

Isi Review

Pada kesempatan review skripsi ini reviewer akan mereview dari pendahuluan hingga penutup, skripsi ini terdapat lima (5) bab yang pertama atau bab satu (1) berisi dari latar belakang masalah sampai dengan sistematika penulisan, untuk bab dua (2) dalam skripsi bermutkan tentang tinjauan umum tentang maslahah mafsadah dan perceraian, selanjutnya yaitu bab tiga (3) yang berisi tentang gambaran umum tentang suami istri tinggal atap pasca perceraian, selanjutnya bab empat (4) yang membahas mengenai analisis maslahah mafsadah terhadap suami istri yang tinggal satu atap pasca perceraian, dan yang terakhir bab lima (5) yaitu penutup.

  Selanjutnya reviewer akan membahas mengenai pembahasan yang tercantum dalam skripsi. Dalam skripsi ini terdapat materi maslahah mafsadah yang merupakan pembahasan yang menarik untuk dikaji, maslahah mafsadah sendiri adalah dua konsep yang masih diperdebatkan oleh para ulama. Maslahah mempunyai arti kebaikan yang bermaksud hilangnya kerusakan sedangkan mafsadah berarti kemudharatan dalam artian kemudharatan terpaksa di lakukan agar tidak terjadi atau menolak munculnya kemudharatan yang lebih besar.

Pembahasan selanjutnya yaitu menganai pokok masalah yang terdapat dalam skripsi ini, dalam skripsi ini terdapat kedua belah pihak yang melakukan perceraian yaitu Agus dan Santi, Agus dan Santi adalah pasangan suami istri akan tetapi Agus sebagai suami tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami, Agus kerap melakukan kekerasan kepada Santi bahkan Agus tidak memberikan nafkah kepada santi, oleh karena itu Santi memutuskan untuk melakukan perceraian. 

Kemudian setelah putusnya perkawinan Agus dan Santi tidak tinggal bersama lagi, akan tetapi anak dari pasangan tersebut yang bernama vector mengalami gangguan psikis, kemudian keluarga dari Agus dan juga Santi melakukan musyawarah, hasil dari musyawarah tersebut adalah Santi memutuskan untuk tinggal bersama Agus untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Dalam skripsi ini menjelaskan bahwa pendekatan dengan menggunakan teori maslahah mafsadah adalah jika Agus dan Santi tinggal satu atap lagi akan meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti anaknnya yang akan terganggu mentalnya sehingga merugikan sekitar sedangkan mafsadahnya yaitu ditakutkan keduanya akan terjerumus dalam perbuatan zina maupun perbuatan lain yang menimbulkan kemudharatan.

Rencana Skripsi Yang Saya Susun dan Argumentasinya

Saya memilih untuk menyusun skripsi dengan judul “Kajian Komparatif Pemahaman Poligami Dalam  Masyarakat Islam Kontemporer : Perbandingan Antara Perspektif Fiqih Eempat Madzhab dan Hukum Positif” saya mengambil judul tersebut karena masyakat pada saat ini melakukan poligami dengan dalih mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW akan tetapi masyarakat tidak memperhatikan beberapa faktor yang memicu terjadinya poligami seperti yang terdapat pada QS An-Nisa (4) 2-3.

Contoh argumentasi mengapa saya ingin menyusun skripsi ini adalah orang-orang yang berpoligami adalah orang-orang yang mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW, dan  praktik poligami menjadi konyol jika  dijadikan tolak ukur keislaman seseorang semakin positif seseorang terhadap poligami, maka semakin baik pula pengakuan status agamanya, alternatifnya, semakin sabar seorang wanita dalam menerima pernikahan, maka keimanannya akan semakin baik slogan-slogan yang umum di antaranya adalah "Poligami itu berkah" dan "Poligami itu indah", dan yang lebih populer adalah "Poligami itu Sunnah" bagi mereka yang menentang poligami, rencana untuk terus mengeluarkan undang-undang yang melarang poligami ungkapan “poligami itu sunnah” sebenarnya  mudah dipatahkan.

Satu-satunya ayat yang berbicara tentang poligami tdak benar-benar mengungkapkannya dalam konteks yang memotivasi, apalagi menghargainya pesan utama ayat ini menempatkan poligami dalam konteks perlindungan anak yatim  dan seorang perempuang yang menjadi janda akibat dari korban perang. Maka dari itu pada saat kondisi tersebut

Dalam QS An-Nisa (4) : 2-3 sebagai landasan pembolehan poligami sesuai dengan keadaan sejarah zaman Nabi, Makna atau pesan pokok ayat ini adalah pembebasan perempuan dari hegemoni laki-laki dan tegaknya nilai-nilai keadilan.

Faktanya sejarah menunjukkan bahwa praktik poligami telah dilakukan di banyak negara bahkan sebelum masuknya Islam. Poligami dimulai setelah kekalahan umat Islam pada Perang Uhud ada kekhawatiran bahwa anak yatim dan janda akan diperlakukan tidak adil oleh masyarakat (sudah menjadi tradisi umum bahwa anak yatim piatu tidak menerima mahar saat menikah) jika dicermati, pernikahan Rasulullah dan Khadijah nyaris monogami selama 25 tahun delapan tahun setelah wafatnya Khadijah, Nabi menjadi seorang poligami, dan semua istrinya kecuali Aisha Ra adalah janda, beberapa di antaranya sudah tua atau tidak menarik, Poligami ini dilakukan Rasulullah pada masa perang. Maka dari itu Rasulullah melakukan poligami tidak semata-mata untuk memuaskan hawa nafsu.

Dalam pandangan Islam, poligami boleh dilakukan jika memenuhi syarat yang sudah jelas dalam al-Qur’an yaitu, mampu berlaku adil. Adil yang dimaksud disini meliputi beberapa bagian, yaitu: adil dalam pembagian waktu, adil dalam nafkah, adil dalam tempat tinggal dan adil dalam biaya anak. 

Poligami Rasulullah berbeda dengan poligami yang kita lihat sekarang ini. Praktek poligami Rasulullah di sini bukan berlandaskan kebutuhan biologis, tetapi ada beberapa pertimbangan diantaranya ingin memberi kehormatan untuk janda, mengangkat derajat para janda dan wanita yang menawarkan dirinya untuk dinikahi.

Akan tetapi pada kenyataannya kebanyakan yang dilakukan oleh masyarakat pada masa sekarang tidak sesuai dengan segala ketentuannya. Maka dari itu poligami yang dilakukan oleh masyarakat sekarang jauh dari hikmah-hikmah yang terkandung dalam poligami. 

Hal ini dikarenakan poligami yang dilakukan oleh masyarakat modern semata-mata dilakukan hanya untuk kepentingan pribadinya saja yakni untuk kepuasan hawa nafsu (nafsu birahi). Maka tidak heran jika pada masa sekarang banyak di temukannya permasalahan-permasalahan rumah tangga.

Berdasarkan dari fenomena inilah saya sangat tertarik untuk meneliti dan mengkaji apa saja  aspek-aspek yang harus di perhatikan dalam melakukan poligami dan bagaimana perspektif fiqih empat madzhab terhadap poligami yang mengandung banyak aspek positif dan aspek negatif di dalamnya, dimana dapat kita ketahui bahwa begitu banyak bisa kita temui di kalangan masyarakat di sekeliling-sekeliling kita saat ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun