Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menelusuri Jejak Hamka di Maninjau Nan Memukau

17 Oktober 2011   13:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:51 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan dipugarnya rumah Buya Hamka menjadi Museum Kelahiran Buya Hamka yang diresmikan pada tanggal 11 November 2001, bagi masyarakat sekitar membawa berkah tersendiri. Museum itu pun nyaris tak pernah sepi setiap hari dari berbagai kunjungan, terutama wisatawan asal Malaysia. Dampaknya pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar pun hidup. Ada masyarakat yang membuka warung, menjual makanan dan minuman, seouvenir, bahkan menjual buku-buku karangan Buya Hamka.

Azizah Rusli (65), yang masih kemenakan Buya Hamka, melakoni aktivitasnya sebagai penjual buku-buku hasil karangan Buya Hamka, tepat di ruang depan rumahnya yang berhadapan dengan museum Buya Hamka. Meski tak seluruhnya buku-buku Buya Hamka ia jual, namun profesi yang ia geluti sejak tahun 2002 itu setidaknya membantu dirinya dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Alhamdulillah, keuntungannya lumayan karena yang beli umumnya turis asing khususnya dari Malaysia. Mereka banyak yang ingin mengetahui lebih dalam tentang karya-karya Buya Hamka,” kata Azizah Rusli yang mengaku mendapatkan buku-buku itu dari salah satu penerbit besar di Jakarta.

Beberapa buku yang dipajang Azizah Rusli pada sebuah etalase berukuran sedang di rumahnya, diantaranya berjudul Tasawuf Modern, Tafsir Al Azhar, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Falsafah Idiologi Islam, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Dilamun Ombak Masyarakat, Islam dan Demokrasi, Revolusi Adat, Revolusi Islam, dan beberapa judul lainnya. Buku-buku yang dijual Azizah Rusli itu pun berharga variasi, mulai harga Rp40.000,-an hingga ratusan ribu, seperti Tafsir Al Azhar yang berjumlah beberapa jilid.

Karena masih ada hubungan kekeluargaan, Azizah Rusli memandang Buya Hamka sebagai sosok ulama yang cukup berwibawa di kampungnya. Hamka juga seorang yang lembut, penyabar, meski di masa kecil Hamka dikenal banyak orang di kampungnya sebagai anak yang nakal. Setelah ia menjadi ulama, ilmu ayahnya, Inyiak DR. Abdul Karim Amrullah yang juga seorang ulama besar di Maninjau, seolah diwarisi utuh oleh Hamka.

“Buya Hamka memang jarang pulang ke kampung. Ia lebih banyak diluar, namun orang kampung banyak menghormatinya,” kenang Azizah Rusli.

Warisan Hamka

Hanif Rasyid Khatib Rajo Endah (70), pengelola Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka yang juga anak kandung Buya Sutan Mansur (guru pertama Buya Hamka) dengan Umi Fatimah Karim (kakak kandung Buya Hamka), adalah pengagum sosok Buya Hamka. Sejak rumah kelahiran Buya Hamka dipugar, Hanif Rasyid bersama kemenakannya Akhyar Saputra (35) setia menerima berbagai tamu yang datang menziarahi rumah kelahiran Buya Hamka.

Di rumah Buya Hamka yang sederhana itu, puluhan foto-foto kenangan terpajang di dinding-dinding hampir setiap sudut ruangan, ratusan buku, majalah dan arsip-arsip tentang Buya Hamka tersimpan rapi dalam almari kaca. Di ruang tengah rumah itu juga masih menyimpan kursi tua peninggalan orang tua Hamka Inyiak DR, tongkat Buya Hamka (8 buah), baju wisuda ketika Buya Hamka menerima anugerah Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) dan sebuah koper tua ketika Buya Hamka pertama kali berangkat haji ke tanah suci.

Di ruang kamar, sebuah tempat tidur dengan kain kelambu berwarna putih masih terlihat kokoh. Di atas kasur tempat tidur itu ada sebuah kertas yang bertuliskan “tempat tidur DR. H. Abdul Karim Amrullah”. Tempat tidur itu dibatasi oleh sebuah tali dengan papan pengumuman di atasnya, “dilarang melewati lintasan”. Artinya, tempat tidur Buya Hamka yang juga tempat pertama kali ia dilahirkan hanya bisa dilihat saja dan tidak boleh disentuh. “Kalau tersentuh, khawatir akan rusak karena tempat tidur itu sudah berusia tua,” kata Hanif Rasyid.

Setiap tahunnya wisatawan yang berkunjung ke Museum Kelahiran Buya Hamka mencapai 6.000-an orang. Rumah kelahiran Buya Hamka itu dibuka dari pukul 8.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. “Namun jika kunjungan banyak sampai sore hari, kami tetap melayani agar tamu tidak kecewa,” kata Hanif Rasyid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun