Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Regu Badak (27)

14 Desember 2011   07:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:18 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Hingga larut malam kami baru pulang ke rumah.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, orang lebih ramai lagi. Semuanya menuju ke masjid. Salat ‘Id berjamaah. Usai Subuh sebelum salat ‘Id, bapak pergi ke rumah tetangga yang hidupnya lebih kurang dari kami. Bapak membawa beras. Kata bapak beras itu untuk zakat fitrah yang wajib dikeluarkan. Bapak selalu mengantar beras sebagai zakat fitrah menjelang salat ‘Id. Kata bapak itu saat-saat yang paling afdhal membayar zakat fitrah.

“Zakat fitrah untuk membersihkan diri kita dan harta kita. Semoga Allah menjauhkan bala dan marabahaya di rumah kita,” ujar Bapak menyebut keutamaan zakat fitrah. Aku hanya menganggukkan kepala.

Usai salat ‘Id, kami mendengarkan khatib berkhutbah. Isi khutbahnya panjang sekali. Khatib menyebut, Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang yatim piatu yang sangat sayang kepada fakir miskin. Walau Nabi serba kekurangan, tetapi apa yang ada di rumahnya selalu dibagikan kepada tamu dan tetangga yang membutuhkan. Nabi tidur bukan di kasur empuk, melainkan beralas pelepah kurma sehingga tampak bekas-bekas pelepah itu menempel di kulitnya yang putih. Kesederhanaan Rasulullah pantaslah menjadi cermin bagi umat agar tidak berlebih-lebihan di dalam hidup, dan suka menyedekahkan hartanya kepada fakir dan miskin.

Itulah isi khutbah yang sering aku dengar setiap kali salat Idul Fitri yang aku ikuti. Sebuah potret kehidupan Nabi yang sangat pantas kita teladani. Entah mengapa, ingin sekali aku bermimpi bertemu Sang Nabi. (bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun