“Ssssttt... Jangan berisik,” jawabnya.
Keningku semakin berkerut. Kelakuannya aneh. Wajahnya tampak serius mengorek-ngorek tanah disekitar tiang-tiang penyangga itu. Tak lama kemudian aku lihat dia menemukan sesuatu. Wajahnya tampak berbinar.
“Kau menemukan apa?” tanyaku lagi.
“Uang. Nih, lihat!”
Din Patuk memperlihatkan sebuah uang logam 50 rupiah. Uang itu sudah berwarna hitam lantaran karat terkena air laut. Aku semakin tak habis pikir bagaimana ada uang tersimpan di tanah sekitar penyangga tiang-tiang rumah itu. Dari mana datangnya? Ah, tak sampai akalku memikirkan soal itu. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H