“Kita kumpulkan uang,” katanya tiba-tiba.
“Dari mana kita mendapatkan uang?” tanyaku lagi. Keningku berkerut.
“Kita bekerja,” jawabnya berapi-api.
“Kerja apa, Ndan?” Anton ikut bertanya.
“Kau Agam, teruskan bekerja di warung Nek Ani. Kau Anton, ikut aku mencari tebu, nanti sama-sama kita jual. Aku juga akan memancing belut dan ikan gabus, hasilnya nanti kita jual. Semua uang kita kumpulkan. Kau setuju?” ujarnya berapi-api.
“Dahsyat. Ide Kau hebat, Ndan!” teriak Anton.
Aku semakin terharu. Luar biasa sahabatku itu. Dia selalu menjadi pahlawan setiap kali aku mendapatkan masalah. Jiwa sosialnya sangat tinggi.
“Hei, Men. Kau kok diam saja? Apakah Kau tak setuju ide ini?” tanyanya dengan wajah yang agak marah.
Melihat ekspresinya aku tersenyum.
“Aku sangat setuju, Ndan. Kau hebat. Aku sangat berterima kasih,” jawabku sembari menepuk pundaknya.
“Oke, mulai hari ini kita persiapkan segala sesuatunya. Sore nanti aku mulai memancing belut. Beberapa pancing aku letakkan di sawah-sawah yang banyak ikan gabus. Aku tambang di sana. Pokoknya kita bertekad membantu ayahmu. Kau santai saja, Men!”