Mohon tunggu...
Muhammad Solihin
Muhammad Solihin Mohon Tunggu... Guru - Seorang pemimpi dan Pengembara kehidupan

Hidup adalah cerita dan akan berakhir dengan cerita pula. muhammad solihin lentera dunia adalah sebutir debu kehidupan yang fakir ilmu dan pengetahuan. menapakin sebuah perjalanan hidup dengan menggoreskan cerita kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Geger Sang Guru Pembunuh

11 Mei 2020   21:29 Diperbarui: 12 Mei 2020   01:18 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*****

Hari itu Perasaan Geger benar-benar terluka. Seperti disambar petir disiang bolong setelah membaca surat beramplop putih itu. Ia harus menerima kenyataan mutasi kerja lagi. Ini perintah mutasi yang ketiga kalinya dalam tiga tahun terakhir.

Ironisnya, tempat kerja barunya lebih jauh dari sebelumnya. Ia harus mengajar di daerah pelosok jauh dari keramainan kota. Akses transportasi dan komunikasi sangat terbatas disana. Mutasi ini pasti imbas dari ributku dengan kepala sekolah dua bulan lalu. Gumam geger.

Dua bulan lalu, memang Geger pernah adu mulut dengan atasanya. Lantaran kepala sekolah melakukan kebijakan memotong tunjangan guru-guru honorer. Bagaikan pahlawan kesiangan, ia maju dibarisan depan membela para juniornya. Adu argument pun terjadi. Berselang waktu setelah itu. Tak ayal surat mutasi kerja keluar dan barusan diterimanya. Kini Geger harus merasakan imbas terlalu berani melawan atasan.

Hari itu kesabaran Geger musnah. Ia berlari melangkahkan kakinya menuju gudang sekolah. Sesampainya disana semua perkakas dibongkarnya, sepertinya ia mencari sesuatu tapi entah apa yang di carinya.  Didapatnya sebilah pisau dapur yang berada di atas meja. Diraih pisau itu dan bergegas ia meninggalkan tempat itu.

Dengan membawa sebilah pisau dapur, ia berlari menuju ruang kepala sekolah. Hari itu Geger seperti orang kerasukan setan. Entah setan apa yang merasukinya. Kesadaranya kosong, pancaran matanya penuh dengan dendam. Sikapnya beringas seperti kesetanan. Ia tidak peduli dengan apa yang terjadi nanti. Pikiranya kalap, dirinya tidak terkontrol lagi.

Ditendangnya pintu ruang kepala sekolah. Pintu menganga lebar. Segera ia merangsak masuk. Tanpa pikir panjang ia langsung berdiri dihadapan atasan yang membuatnya mutasi.

******

Pada hari itu Istri Geger, Sulastri. Mendapat surat resmi beramplop coklat besar dari petugas kantor pos. Surat itu diantarkan kealamat rumahnya.

“Ibu, Apakah benar ini alamat rumah pak Geger?” petugas pos itu bertanya kepada Sulastri sambil menunjukan surat beramplop besar berwarna cokelat itu.

“Benar pak, beliau suami saya dan alamatnya pun benar.” Jawab sulastri sambil membaca alamat pengirim dan penerima surat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun