Kriteria ketinggian derajat bulan tersebut berdasarkan pada kesepakatan bersama negara Muslim ASEAN, yang disebut dengan MABIMS (Menteri Agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura), yaitu ditetapkan di angka tiga derajat, dengan sudut elongasi (jarak antara matahari dengan bulan) 6,4.
Jika bulan sudah muncul di ketinggian sesuai dengan kriteria yang ditetapkan tersebut, maka sudah dipastikan awal Ramadhan jatuh pada keesokan harinya.
Namun, apabila bulan belum muncul sesuai dengan perhitungan itu, maka awal Ramadhan jatuh pada hari lusa, terhitung semenjak hari dilaksanakannya proses rukyatul hilal.
Perlu kita ketahui, bahwa proses rukyatul hilal, dilaksanakan pada setiap tanggal 29 di bulan Syakban (waktu sebelum Ramadhan).
Adapun untuk meningkatkan akurasi penglihatan bulan, maka rukyatul hilal dilakukan di berbagai tempat yang terdiri dari Aceh sampai ke Papua.
Berbeda dengan Kementerian Agama, Muhammadiyah dalam penentuan satu Ramadhan, menggunakan metode hisab wujudul hilal (Perhitungan Tetap Bulan).
Dilansir dari situs Youtube Tarjih Channel penjelasan kriteria dari metode yang digunakan oleh Muhammadiyah tersebut menitikberatkan hitungan ketinggian bulan di Indonesia pada nol sampai satu derajat.
Menurut kriteria yang ditetapkan tersebut, jika bulan sudah berada pada ketinggian nol sampai satu derajat dengan prinsip moonset after sunset (bulan terbenam setelah matahari terbenam), maka esok hari setelah tanggal 29 Syakban, sudah masuk 1 Ramadhan.
Prinsip mencolok dari perbedaan metode yang digunakan antara Kementerian Agama dengan Muhammadiyah ada pada prosesnya.
Metode rukyatul hilal yang digunakan oleh Kementerian Agama dilaksanakan dengan proses melihat bulan.
Sedangkan Hisab Wujudul Hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah dilaksanakan dengan proses ketetapan perhitungan.