Kompasiana.com -Â Keputusan Awal Ramadhan 1445 H/2024 M, mengalami sejarah yang sama seperti pada tahun sebelumnya.
Di mana tahun ini Kementerian Agama dengan Muhammadiyah kembali memutuskan 1 Ramadhan di hari yang berbeda.
Adapun Kementerian agama menetapkan 1 Ramadhan pada hari Selasa, tanggal 12 Maret 2024.
Sedangkan Muhammadiyah memutuskan awal Ramadhan dimulai pada hari Senin, tanggal 11 Maret 2024.
Perbedaan ini, tentunya memunculkan pertanyaan besar di benak masyarakat Muslim Indonesia.
Pasalnya, mengapa bisa terjadi perbedaan ketetapan awal Ramadhan di hampir setiap tahunnya?
Selain fenomena ini merupakan kearifan yang dimiliki warga Indonesia, tentunya ada hal lain yang perlu kita ketahui tentang penyebab dari perbedaan yang ada.
Keberagaman dalam menetapkan awal Ramadhan ini, ternyata disebabkan oleh penggunaan metode dalam ilmu falakiyah atau astronomi yang tidak sama.
Dilansir dari situs Youtube Metro TV, bahwa Kemenag Republik Indonesia dalam menetapkan awal Ramadhan selalu menggunakan metode Rukyatul Hilal (Melihat Bulan).Â
Metode tersebut merupakan satu metode dengan melihat kemunculan bulan dihitung dari ketinggian derajatnya.
Kriteria ketinggian derajat bulan tersebut berdasarkan pada kesepakatan bersama negara Muslim ASEAN, yang disebut dengan MABIMS (Menteri Agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura), yaitu ditetapkan di angka tiga derajat, dengan sudut elongasi (jarak antara matahari dengan bulan) 6,4.
Jika bulan sudah muncul di ketinggian sesuai dengan kriteria yang ditetapkan tersebut, maka sudah dipastikan awal Ramadhan jatuh pada keesokan harinya.
Namun, apabila bulan belum muncul sesuai dengan perhitungan itu, maka awal Ramadhan jatuh pada hari lusa, terhitung semenjak hari dilaksanakannya proses rukyatul hilal.
Perlu kita ketahui, bahwa proses rukyatul hilal, dilaksanakan pada setiap tanggal 29 di bulan Syakban (waktu sebelum Ramadhan).
Adapun untuk meningkatkan akurasi penglihatan bulan, maka rukyatul hilal dilakukan di berbagai tempat yang terdiri dari Aceh sampai ke Papua.
Berbeda dengan Kementerian Agama, Muhammadiyah dalam penentuan satu Ramadhan, menggunakan metode hisab wujudul hilal (Perhitungan Tetap Bulan).
Dilansir dari situs Youtube Tarjih Channel penjelasan kriteria dari metode yang digunakan oleh Muhammadiyah tersebut menitikberatkan hitungan ketinggian bulan di Indonesia pada nol sampai satu derajat.
Menurut kriteria yang ditetapkan tersebut, jika bulan sudah berada pada ketinggian nol sampai satu derajat dengan prinsip moonset after sunset (bulan terbenam setelah matahari terbenam), maka esok hari setelah tanggal 29 Syakban, sudah masuk 1 Ramadhan.
Prinsip mencolok dari perbedaan metode yang digunakan antara Kementerian Agama dengan Muhammadiyah ada pada prosesnya.
Metode rukyatul hilal yang digunakan oleh Kementerian Agama dilaksanakan dengan proses melihat bulan.
Sedangkan Hisab Wujudul Hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah dilaksanakan dengan proses ketetapan perhitungan.
Dari pemaparan di atas, kesimpulan yang bisa diambil ialah terwujudnya asas toleransi dalam melaksanakan ajaran agama di kalangan masyarakat muslim Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan, perbedaan yang terjadi tentu memiliki dasar keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan.***
Sumber:
https://youtu.be/_Sa0-9LJ4mQ?si=WbL-QPASkB3-4B5b
https://youtu.be/szNPIgwxL-o?si=Kb-Q5tMvGVSX8KuB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H