Mohon tunggu...
Muhammad Sevaja Ansas
Muhammad Sevaja Ansas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

facta sunt potentiora verbis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Prolog Elaborasi Terkait Globalisasi Sebagai Fenomena Perkembangan Kontemporer

19 Desember 2024   11:34 Diperbarui: 19 Desember 2024   11:34 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Globalisasi sebagai imperialisme baru? saya rasa bisa dikatakan iya, karena jika mengacu pada ranah ekonomi. Pada hal itu, globalisasi meningkatkan ketergantungan satu sama lain baik masyarakat, pemerintah, lingkungan, dan ekonomi. Bahkan globalisasi membuat meningkatnya ekonomi yang saling ketergantungan, baik dari negara satu dengan negara lainnya. Hal ini jelas beririsan dengan sistem kapitalisme. Dewasa ini, banyak negara yang kerap dijadikan sapi perah, dengan kata lain negara tersebut dijadikan tempat produksi dengan catatan upah yang sangat minim sehingga para kapitalisa bisa menekan anggaran mereka sehingga dapat mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Apalagi sudah banyak negara yang mengalami sistem monopoli atas dominasi kapitalisme di era globalisasi ini. Banyak negara yang tidak bisa mengelola kekayaan alamnya, akhirnya harus merelakannya kepada pihak kapital untuk dikelola dengan persentase hasil yang cukup timpang.

Negara yang berada di bagian globalisasi saya pastikan akan merasakan kebermanfaatan ekonomi, karena jelas adanya interaksi yang semakin terbuka, membuat setiap negara akan bisa bertransaksi dengan negara lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, misal tidak semua negara bisa memenuhi kebutuhan dalam negerinya, oleh karena itu ada mekanisme impor sehingga dapat membantu kebutuhan negara tersebut atau justru negara tersebut bisa memanfaatkan ekspor untuk menambah devisa negara. Namun terkait kemiskinan dan ketidaksetaraan ini menurut saya relatif, karena sejauhmana negara bisa melakukan kebijkan yang tepat untuk mengurangi dua permasalahan tersebut, saya katakana mengurangi karena utopis apabila disebutkan dengan kata menghilangkan.

Lalu, apakah bisa dikatakan globalisasi membuat negara yang kaya menjadi semakin kaya dan negara yang miskin menjadi semakin miskin? Jelas bisa, sebagai contoh China, merupakan negara yang berhasil memanfaatkan globalisasi dengan baik sehingga melejit sebagai negara dengan perekonomian yang pesat, bahkan menyalip Amerika Serikat. Atau jika kita melihat negara-negara di Afrika yang cenderung stagnan atau bahkan mengalami kemunduran karena perang saudara, instabilitas politik, maraknya penjualan senjata secara illegal, dan sebagainya, fenomena tersebut terjadi sebagai bagian dari globalisasi. Namun pada akhirnya globalisasi ini saya ilustrasikan sebagai dua mata koin, ada sisi baiknya dan ada sisi buruknya, tinggal bagaimana negara tersebut menyikapi globalisasi, bagaimana negara tersebut memberikan barrier to entry dari laju globalisasi yang dapat menghantam siapa saja tanpa terkecuali.

REFERENSI

Waters, M. 1995. Globalization. 2nd Edition. Taylor and Francis Group. London.

Giddens, A. 1990. The Consequences of Modernity. Cambridge: Polity Press

Lyman, P.N. 2000. Globalization and the Demands of Governance. Georgetown Journal of International Affairs (Winter/Spring). Premier Issue.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun