Mohon tunggu...
Moh. Samsul Arifin
Moh. Samsul Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka membaca dan menulis apa saja

Saya suka menulis, dan membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Anak Sulung Pengagum Beethoven dan Cita-cita Menjadi Astronot

13 Juni 2021   18:41 Diperbarui: 13 Juni 2021   18:58 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pribadi: Samsul kecil di kanan

Masa kecil bocah laki-laki dihabiskan padang rumput luas mencari jangkrik atau mengadu layang-layang, di aliran anak sungai menangkap ikan, dan atau di depan televisi mengikuti alur cerita super hero kebanggaannya. Menyenangkan sekali bisa tumbuh dengan petualangan-petualangan yang tidak akan terulang itu.

Menikmati layang-layang dan awan

Dia pun sama, meskipun cara menikmatinya sangat berbeda dengan temannya yang lain. Bila teman-temannya mengadu layang-layang, menyiapkan benang terbaik, desain layangan yang unik, dia tidak pernah berhasil membuat layangannya sendiri, ia tidak pandai memilih bambu, merautnya dengan rapi apalagi mengelem kertas pada rangka lalu menerbangkannya. Baginya, menikmati tidak harus membuat atau menerbangkannya sendiri, cukup memilih tempat yang rindang lalu melihat semua teman-temannya sibuk berlari dan layang-layang mereka sibuk menaklukkan angin dan mengangkasa.

Di atas sana, banyak yang bisa dinikmati. Selain layang-layang, awan putih pun bisa jadi hiburan. Mereka bisa berbentuk macam-macam, kadang seperti mobil, kadang berbentuk burung, kadang berbentuk wajah manusia. Bentuk-bentuk itu sangat indah dan tidak masuk akal. Dari sanalah mungkin nanti dia mulai penasaran terhadap benda-benda langit.

Tidak bisa berenang

Dia tinggal di kampung yang tidak punya sungai, hanya ada aliran air kecil, airnya pun hanya mengalir di musim hujan (orang-orang disini menyebutnya sebagai Leke). Tapi di rumah kakeknya, ada sungai yang mengalir sepanjang tahun. Saking sukanya bermain air, saat dia berkunjung kesana, pagi, siang dan sore pasti dihabiskan di sungai. Dia bermain di sungai pada saat sepi, dia tidak bisa berenang.

Pernah satu kali dia bersama teman-teman mencari lokasi baru di daerah hulu. Semua orang berbaris, dia di posisi terakhir, teman-teman melompat satu-satu, sampai pada gilirannya, dia pun nekat lompat juga dengan harapan airnya tak teralu dalam. Nahas sekali, setelah seluruh badan di bawah air, tak kunjung dia rasakan kaki mencapai dasar, ia panik, dan sesegera mungkin berteriak minta tolong. Teman-teman hanya tertawa, padahal dia tidak bercanda, setelah beberapa kali teriakan, akhirnya pamannya sadar dan membantu menariknya ke tepi sungai. Dia gemetar, perut penuh air, tersedak dan batuk-batuk. Trauma, sejak hari itu dia tidak berani berenang di air dalam. 

Suka menyendiri dan 'mencuri' buku di perpustakaan

Dia tak bisa membuat layang-layang, juga tak bisa berenang. Dia seperti tak punya kesempatan berkompetisi dengan teman-teman. Karena minder, dia mulai suka menyendiri dan mulai sering membaca buku. Di Sekolah Dasar, dia sangat suka pelajaran sains (dulu namanya IPA, Ilmu Pengetahuan Alam) dan bahasa. Dia suka fenomena alam yang aneh dan luar biasa, tentang aliran darah dalam vena, tentang bagaimana petir tercipta dan apa yang ada di luar angkasa sana.

Di sekolahnya dulu terdapat satu ruang kecil yang difungsikan sebagai perpustakaan dan laboratorium sains. Ruangannya sederhana, di tengah-tengah ada rak buku besar dari kayu tebal, diisi buku-buku tebal yang juga berdebu tebal, beberapa lemari usang, jam dinding mati, beberapa alat peraga IPA dan matematika.

Pada jam istirahat, di situlah dia menghabiskan waktu dan menghabiskan semua buku tentang ruang angkasa. Waktu istirahat yang sebentar sama dengan waktu baca yang sebentar, sedangkan jam pulang, semua ruangan harus dikunci dan ditinggalkan. Beberapa buku astronomi kesukaannya dia bawa pulang, tanpa izin, karena dia pikir buku-buku itu justru tidak dibaca dan tidak terawat jika tetap ada di ruangan pengap itu.

Tenggelam dalam musik klasik

Karena sering asyik dan banyak membaca akhirnya membuatnya terbiasa menyendiri dan selalu di rumah. Pamannya yang seorang fans Westlife, dan sering memutarnya di rumah, membuatnya juga terbiasa dengan musik barat lainnya. Pada usia 10 tahun, dia sudah hampir menghapal semua lagu dalam album Unbreakable -- The Greatest Hits Vol. 1 milik Westlife.

Sedangkan dari radio, lagu-lagu barat tengah malam hanya memutar lagu klasik. Itu pertama kali dia tau bahwa ada musik tanpa penyanyinya. Namaya musik instrumental. Dari Forever ini Love-nya Kenny G., Canon in D-nya Johann Pachelbel, Love Story-nya Richard Clayderman, sampai Fur Elise yang legendaris karya Beethoven. Dan daftar lagu itu menjadi sering ia dengar mengalahkan booming-nya Sonetanya Rhoma Irama dan Ahmad Albar.

Ingin terbang menjadi astronot

Dari usia sembilan sampai lima belas tahun, tidak ada yang lebih menyita perhatiannnya dari pada malam dan langit. Seorang anak tanpa keahlian itu seperti kecanduan mencari tahu rahasia alam. Referensi dari buku yang dia 'curi' dulu benar-benar membuat dia berbeda. Karena penasaran itu dia sering tidur di halaman sambil memandangi bintang-bintang, meskipun sering dimarahi ibunya karena khawatir sakit kedinginan.

"Bintang yang kita lihat itu bukanlah bintang yang sebenarnya sekarang, cahaya butuh waktu untuk menempuh jarak, sedangkan bumi tempat kita tinggal, bertriliunan kilometer jaraknya dengan bintang-bintang itu, bisa saja, bintang yang kita pandang itu adalah bintang satu bulan yang lalu, satu tahun yang lalu, seratus tahun yang lalu (bergantung seberapa jauhnya mereka) atau bintang yang sudah meledak menjadi supernova dan tiada lagi". Penjelasan ini salah satu yang membuat dia mencintai astronomi, dan membuat dia bercita-cita menjadi astronot. Lalu melihat langsung apa yang ada "disana" sebenarnya.

Suatu hari, dia ingin menjadi seperti Yuri Gagarin (kosmonot Uni Soviet, manusia pertama yang berhasil melakukan perjalanan ke luar angkasa pada 1961, menunggangi wahana antariksa Vostok 1). Perlu diketahui juga bahwa Pemerintah Rusia menghadiahkan patung kosmonot Yuri Gagarin kepada pemerintah Indonesia -Patung tersebut diletakkan di Taman Mataram, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan- sebagai simbol persahabatan.

Sampai hari ini ia belum bisa menjadi astronot, melainkan menjadi tenaga pendidik di Pondok Pesantren Al-ibrohimy, namanya, Moh. Samsul Arifin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun