Abu abu ada bersama awan dan rindu yang menggebu,
dan berdebu sebab lama tak bertukar temu
Abu-abu bersama apapun sebelum gerimis dan dingin
yang paling tanda seru, tanpa titik, tidak pernah berlalu
Abu-abu tak mungkin sekeluarga dengan pelangi,
dengan matahari dan juga lebaran,
namun abu-abu sekali jadi mula segalanya,
hujan melahirkan basah yang subur
dan orang-orang ingin berjumpa menanya kabar,
bukan dari pesan singkat yang hambar
Abu-abu,
tidak hitam apalagi putih seperti angsa
tapi ia adukan segala rasa
yang bermula paling kontras berbeda
Anggap saja seperti rasa penasaran akan pertemuan
Tapi jumpa memungkinkan abu-abu yang lain,
membuat yang sakral jadi "ah biasa saja",
dan abu-abu yang merendahkan pujian
juga menghargai celaan
Abu-abu setelah beberapa batang tembakau,
yang asap nya mengepul membawa masalah, katanya.
Abu-abu seperti pikiran yang tak bekerja,
tak memaafkan ketaksengajaaan
Abu-abu, aba-aba semesta tak ada yang sempurna
setelah penciptaan Tuhan disempurnakan, sebab
Yang Sempurna tak akan membuat makhluk sesempurna Dia
Kita tak bisa apa-apa,
selayaknya abu-abu selalu bermakna jamak,
lebih dari satu dan dua
Kita tak ada memang yang sempurna
11-05-2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H