*PEMIKIRAN M. SAIFUL KALAM*
"INTEPRETASI SECARA GENERAL ESENSI MATA PELAJARAN JUNCTO REALITAS KEHIDUPAN: STUDI PADA MATA PELAJARAN INDONESIA"
Disclaimer: tulisan ini adalah opini pribadi berdasarkan kejadian lapangan dan artikel sebagai pendukung
Dalam perenungan yang lama, penulis mencoba untuk menyajikan sudut pandang pribadi apa saja maksud tersurat maupuntersirat dari mata pelajaran yang kita pelajari.Â
Apakah pendidikan kita menginginkan seorang pebisnis handal? Atau akademisi profesional? Atau ulama alim alamah? Gambaran tersebut bisa diketahui dengan melihat mata pelajaran yang di pelajari.Â
Yap, setiap sekolah memiliki visi dan tujuan yang berbeda pada tiap lulusannya. Jika kita bersekolah di SMA, maka sudah diplot untuk ke perguruan tinggi umum. Kalau MA, maka diplot ke perguruan tinggi islam. Jika SMK, maka di plot langsung kerja atau ke politeknik.
Faktanya, kehidupan manusia setelah menyelesaikan pendidikan sarjana ternyata tidak berhenti disitu. Fresh graduate ternyata masih dihadapkan persoalan susah mencari kerja atau kerja dengan tekanan susah.
Pertanyaan, jika kita bangku SD sampai SMA belajar banyak ilmu (seperti bahasa indonesia, inggris, matematika, ipa, ips, prakarya, seni budaya, pkn, PJOK, PAI, mapel jurusan, dkk), ketika dihadapkan di dunia kerja hanya 1-2 ilmu saja yang terpakai. Lantas, ilmu yang lain apakah tidak berguna dan hanya sekedar alat untuk mendapatkan ijazah? Tulisan ini akan membuka wawasan mengenai hal tersebut
Setiap ilmu memiliki dua stratifikasi, ilmu dasar dan ilmu pengembangan. Singkay kata, di bangku SD sampai SMA itu kita belajar ilmu dasar. Untuk pengembangan dan penerapan pada bangku S1. Debat kusir teori pada level S2. Dan menciptakan ilmu atau teori baru pada level S3.Â
Nah, ilmu yang dipelajari disekolah sebenarnya memiliki fungsi sebagai memperkuat fungsi berpikir. Akan penulis sajikan secara general keterkaitan semua mapel. secara umum dengan realita kehidupan kita sehari-hari.
Penulis punya pendapat, setiap satu ilmu ditujukan untuk menyelesaikan satu masalah hidup. Akan penulis buktikan dengan memberi dalil penjelasan dan contoh konkrit sebagai berikut.Â
Penulis bagi menjadi beberapa segmen supaya mudah. Ada ilmu bahasa (Indonesia, inggris, arab), ilmu menghitung (matematika, IPA), ilmu keyakinan (PAI), ilmu bernegara dan bermasyarakat (pkn, ips), ilmu entrepreneur (seni budaya, pkwu), ilmu Kesehatan (PJOK).
Ketika kita berhubungan dengan manusia, maka kita menggunakan ilmu bahasa (lokal dan Indonesia). Jika kita ada masalah kita bercerita dan meminta pendapat ahli. Disitukah fungsi ilmu bahasa.Â
Ketika kita menjadi pengusaha atau menjadi kasir di gerai, maka kita perlu teliti menghitung dan mengenali produk serta straregi promosi. Disitu fungsi ilmu menghitung dan ilmu entepreneur.
Ketika kita memandang bahwa mengapa fenomena pejabat eksekutif tidak bisa intervensi yudikasi/hukum, kita ingat bahwa negara kita menganut trias politica. Sehingga, kira sebagai netizen sedikit bisa untuk berkomentar cerdas. Disitu fungsi ilmu pkn.Â
Ketika umat kristen yang hendak buka warung, maka kita yang muslim justru tidak boleh melarangnya. Sebab ingat ajaran jika kamu sedang berpuasa, bukan berarti orang lain tidak boleh mencari rezeki. Warung buka ketika jam puasa bukan untuk muslim, tetapi untuk sesamanya, ibu hamil, anak kecil, dkk. Disitu fungsi ilmu agama.
(Sedikit memutar) Pendapat kedua penulis, bahwa pada akhirnya ilmu berfungsi untuk menguatkan keyakinan, memantapkan keputusan, membuka gerbang ilmu lainnya, dan menambah kadar kebijakan.Â
Maka agak aneh jika teman-teman kita yang studi lanjut dan bertitle master, doktor, profesor, memiliki lisan jahat. Lantas, kemana ilmu sekian puluh tahun yang ia pelajarinya.
(Kembali ke esensi mata pelajaran) Berdasarkan dalil tersebut, maka pada dasarnya apa yang kita pelajari di bangku sekolah akan kita terapkan secara tidak sadar dan entah itu dalam porsi sedikir atau besar.Â
Tapi di dunia kerja tidak terpakai? Lantas bagaimana? Esensinya semua ilmu di sekolah itu tetap berguna. Ya mungkin yang dipakai ilmu bahasa, teknologi, etika, dan sebagainya. Selebihnya ilmu tentang teknik yang spesifik (tergantung company-nya).Â
Jadi kasar kata, kalau di sekolah proporsi ilmu:praktik itu 20:80. Di dunia kerja terbalik jadi 80:20.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H