Jika mendengarkan kata masalah, maka yang terlintar di benak adalha sesuatu hal yang tidak mengenakkan sekali.
Orang sebisa mungkin tidak banyak menghadapi masalah dalam kehidupannya supaya dapat tenang hatinya. Tapi, namanya hidup tentu tidak terlepas dari adanya masalah.
Jika mempelajari beberapa permasalahan yang ada di sekitar penulis, masalah itu memang kadangkala tidak perlu diselesaikan.
Justru dengan membiarkan masalah itu berjalan begitu saja, maka dengan seiringnya waktu ia akan pudar dan menghilang dengan sendirinya. Ini contoh yang pertama.
Ada juga yang begini, memang ada juga masalah yang sama sekali sudah ribuan cara dipikir dan tenaga dikerahkan, tetapi nampaknya tidak pernah bisa selesai.
Sebab, memang kesalahan yang bersifat sistemik dan structural, sehingga permasalahan tersebut melingkat karena adanya system. Ini contoh yang kedua.
Penulis ada sedikit pengalaman tentang permasalahan untuk contoh yang pertama. Ketika ada kegiatan pengabdian masyarakat dari kampus, tim kami sepakat untuk menginap
Jumlah proporsi tim yaitu 11 anak perempuan dan 3 anak lelaki. Tentu yang kamar yang ditempati oleh anak perempan dan lelaki itu terpisah. Yang laki seperti saya bersama teman ada di dekat kamar pemiliki rumah yang kami singgahi
Suatu saat, ada kejadian jika dalam social perempuan tersebut ada 2 golongan. Katakanlah yang satu berkategori golongan yang ekstrovert dan golongan yang lain introvert.
Ia kemudian bercerita tentang masalah dan sedikit mengeluh, tidak betah-lah dan segera ingin kegiatannya berakhir.
Ia juga berkata kalau ia yang introvert sakit hati dengan ucapan anak ekstrovert yang terlalu blak-blakan. Kasusnya sih sederhana, ia yang introvert masak dan yang ekstrovert meledek dan tidak mencicipi makanannya.
Kemudian, penulis dan teman berpikir sejenak dan memikirkan bagaimana solusi yang bijak. Sebab, jika penulis memihak kepada salah satu golongan, tentu dikhawatirkan akan semakin memperkeruh masalah.
Apa yang penulis putuskan, bahwa masalah tersebut lebih baik dibiarkan begitu saja. Dengan dalih, pati akan selesai dengan sendirinya.
Dan keputusan itu betul saja, sebab dilain waktu ketika bertemu dengan salah satu teman dari golongan ekstrovert, bercerita dan mengemukakan alasan mengapa ia berlaku demikian.
Ia mengelak dan berkata jika tujuan sebenarnya tidak mencicipi makanan itu supaya 3 lelaki seperti kami ini bisa kecukupan untuk makan. Ya jadinya, golongan ekstrovert kalau mau makan selalu beli di luar, tidak di basecamp.
Terhenyak hati penulis, dan untung saja penulis tidak salah dalam mengambil keputusan.
Contoh yang kedua, masalah sistemik dan structural itu dating dari cerita teman penulis. Suatu saat, teman dari kelompok lain dating ke basecamp kami.
Ia bercerita tentang keluh-kesah di kelompoknya yang mayoritas introvert dan sama sekali tidak bisa diajak komunikasi.
Kasusnya seperti masih adanya saling tuding menuding kepada pihak lain, mengatakan bahwa kontribusinya sangat kurang dan sebagainya. Yang dikatain itu kebetulan teman yang mempir ke basecamp kami.
Penulis saat itu ya meski tidak dimintai solusi, penulis memang kesukananya adalah problem solving pada case-case yang menarik.
Setelah sekitar beberapa menit menghela napas dan berpikir, ternyata masalah tersebut memang tidak bisa diselesaikan.
Alasanya, karena satu lingkungan yang memang krik-krik, dalam tanda kutip. Artinya, ketika rapat koordinasi saja mereka sama sekali tidak berperan aktif, alias cuek. Jadi, ketika pelaksanaan program kerja terkesan mengambang dan tidak tahu arah.
Kedua, dari ketua sendiri secara structural kurang bisa memamahi karakterisitik anggotanya. Sangat penting bagi seorang pemimpin untuk mengenal anggotanya dengna baik, supaya dalma pendelegasian tugas itu bisa terlaksana dengan maksimal.
Ya saya berkata padanya bahwa memang itu kesalahan sistemik, sebab kunci dari pada organisasi itu sendiri adalah dari komunikasi semua anggota.
Tidak sepeduli berapa banyak anggota dan kelebihan yang mereka miliki, jika komunikasi itu tidak hidup dan ditekankan, maka bisa dipastikan organisasi tersebut akan berjalan pasif, atau mandek.
Dari dua kasus tersebut, pasti teman-teman pembaca memiliki case yang sama atau bahkan lebih parah dari cerita di atas. Tetapi, penulis tekankan bahwa masalah itu tidak semuanya perlu/bisa diselesaikan.
Mencoba untuk mengenali akar permasalahan itu adalah hal yang utama. Akan tetapi, jika bisa diselesaikan dengan cara yang bijak, mengapa tidak?
By: M. Saiful Kalam
Source: Pengalaman Pribadi & Teman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H