Judul yang dibuat bukan bermaksud untuk menakut-nakuti Anda untuk membuat sebuah karya tulis berupa buku. Akan tetapi, ini adalah pertimbangan dan kritik dari penulis tentang buku yang banyak terbit di Indonesia.
Sebelum membahas ke inti, maka akan sedikit penulis jelaskan dulu seluk-beluk tentang dunia perbukuan.
Buku sendiri ada dibagi menjadi beberapa tipe, mulai dari buku antologi (kumpulan naskah), buku perdana, buku sekuel (buku seri), buku ber-ISBN (kode internasional), buku dengan genre (misal action), buk yang diterbitkan oleh penerbit mayor, indie, dan self-publishing, serta tipe-tipe yang masih banyak lainnya.
Nah, tujuan utama dari menulis itu sendiri adalah untuk dibaca dan karya Anda bermanfaat bagi pembaca Anda. Misal jika Anda membuat buku tentang cara memasak, maka diharapkan pembaca bisa memasak dengan baik dan benar setelah membaca buku Anda.
Sebenarnya tulisan ini lebih mengarah kepada pengalaman penulis saat dulu mencoba awal-awal menulis sebuah buku, tetapi ada banyak kesalahan, dan ini adalah sharing tentang kesalahan pribadi penulis waktu awal mula menulis dulu.
Rincian masalahnya yaitu; penulis baru, tidak punya pembaca, esensi tulisan masih belum ada, banyak kopas tulisan tanpa memperhatikan teknik parafrasa, tidak menguasai isi buku, kaidah penulisan masih banyak salah, kurang referensi bacaan, dan kesalahan yang lain.
Baik, akan dijelaskan satu persatu. Kesalahan yang pertama, buku merupakan karya pertama. Yang namanya seorang penulis itu ada tingkatannya.
Ya tidak jauh beda dengan di Kompasiana, ada penulis dengan peringkat debutan, junior, senior, sampai maestro. Tentu perbedaan diantaranya yaitu seberapa banyak jumlah tulisan yang ia buat. Perbedaan lainnya, yaitu kualitas atau bobot dari tulisannya.
Kalau sama-sama dibandingkan dan disuruh menuliskan tulisan di topik yang sama, maka katakanlah penulis debutan dan maestro akan sangat jauh berbeda.
Perbedaan mendasarnya yaitu sudut pandang penulis maestro yang lebih luas. Ibaratnya, penulis maestro itu punya sudah pandang A sampai Z, sedangkan penulis debutan itu hanya punya sudut pandang A sampai C, misal.
Jika dianalogikan dengan pengalaman penulis, maka kualitas tulisan juga masih belum bagus. Sebenarnya teman satu kelas atau bahkan dari lain kelas banyak yang tahu dan memuji bahwa penulis sudah punya karya berupa buku.
Akan tetapi, setelah seiringnya berjalannya waktu, ternyata penulis itu tidak ada apa-apanya dibanding dengna apa yang mereka ceritakan.
Dan itu adalah kesalahan yang kedua, yaitu tidak memiliki pembaca. Penulis baru-baru ini belajar mengenai kepenulisan jurnal ilmiah. Ada beberapa kaidah yang mungkin bisa ditiru dalam menulis buku,
Kaidah pertama yaitu kalau hendak menulis jurnal ilmiah, itu ada proses seleksi dari editor dan 2-3 reviewer (setingkat dosen). Jadi, tulisan Anda itu pasti akan banyak mendapatkan kritikan dan masukan dari para reviewer tersebut.
Nah, kalau Anda sebagai pemula yang ingin menulis buku, maka perlu ada pembaca setia yang ilmunya diatas Anda. Itu berguna supaya tulisan Anda nanti berbobot dan menarik untuk dibaca.
Sebab, jika tidak menarik dibaca sudah pasti buku Anda hanya sekadar pajangan tanpa ada manfaat yang signifikan bagi orang lain. Tentu tidak ingin hal tersebut terjadi, bukan?
Kaidah kedua, jurnal itu ada struktur penulisan yang sangat ilmiah, mulai dari latar belakang, kajian literature, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan dan saran, serta daftar pustaka.
Dan minimal untuk membuat sebuah jurnal yaitu harus membaca 20 tulisan yang sejenis. Itu artinya, Anda diwajibakan untuk benar-benar menguasai bidang yang Anda tulisan.
Tulisan Anda nanti akan dikaitkan dengan penelitian terdahulu, apakah hasilnya sama atau tidak. Itu semua bergantung  pada sampel penelitian dan landasan teori yang dipakai.
Kadang, dijumpai teori yang tidak relevan dengan hasil penelitian. Ini tidak menjadi mengapa, asalkan ada kajian literature yang benar-benar kuat.
Sebab, jurnal itu adalah tulisan yang bersifat fakta dan data, bukan opini. Opini sendiri adalah tulisan dengan sudut pandang pribadi penulis tanpa banyak mengambil fakta dan data.
Barangkali jika Anda membuat sebuah karya bernama buku, perlu diskusi banyak dengan ahli dan membaca literature terdahulu supaya tulisan Anda tidak sekadar opini belaka.
Kesalahan yang ketiga, menulis beradasarkan prinsip idealism, bukan pragmatisme. Idealisme itu menulis tanpa ada melihat kebutuhan para pembaca, berkebalikan dengan pragmatism.
Kebutuhan pembaca itu bisa diartikan dengan melihat berita terkini dan kebutuhan yang pembaca perlukan. Misal, berita terkini adalah isu perang Rusia dan Ukraina.
Maka, jika Anda menuliskan sebuah tulisan tentang hal tersebut, bisa jadi orang tertarik untuk membaca.
Atau pembaca Indonesia itu sangat kurang pengetahuannya tentang jurnal ilmiah. Maka, jika Anda menuliskan cara sederharana menulis jurnal ilmiah, bisa jadi orang itu tertarik.
Jadi, survei kebutuhan pembaca menurut penulis sangat perlu dilakukan. Agar Anda menulis sekian banyak itu memang tulisan Anda banyak dibutuhkan dan dibaca, bukan asal-asalan menulis saja.
By: M. Saiful Kalam
Source: Pengalaman Pribadi
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI