Entah itu akan ada fee yang diberlakukan atau syarat-syarat yang lain, setidaknya kita sebagai creator menunjukkan sikap gentleman, yang berarti berani mengakui karya orang lain.
Ini kan tidak. Creator yang repost dan tidak menyertakan sumber dianggap penonton sebagai orang yang membuat karya tersebut, padahal tidak.
Bahkan yang parahnya, yang selanjutnya terjadi adalah penonton tidak tahu dan bisa membedakan mana creator yang official dan un-official.
Bahkan penonton menganggap creator yang un-official tersebut adalah officialnya, sangking karena lengkap tayangan yang diunggahnya.
Kalau dianalogikan, ya seperti pencuri online. Kalau pencuri offline kan jika ketahuan maka akan ditangkap dan dipukuli massa.
Kalau di YT mungkin tidak ada hal yang demikian, sebab barangkali seperti tadi (penulis tidak tahu), apakah ini akan menjadi sebuah budaya baru. Sebab dari official juga sepertinya jarang melapor dan banyak creator yang melakukannya.
Kalau sudah budaya, maka tentu norma kebenarannya itu ditentukan oleh mayoritas. Maksudnya, kalau mayoritas melakukan A dan ada orang yang melakukan B, maka si B akan agak aneh.
Mungkin kita perlu sedikit flashback, masih ingat dengan kasus Warkopi yang sempat viral. Warkopi sendiri adalah konten lawakan yang dinilai nama brandnya menyamai Warkop DKI.
Kalau dalam Podcast Deddy Corbuzier saat berbincang dengan Indro Warkop, berkata kalau sebenarnya meniru konten tidak ada permasalahan. Tapi yang menjadi masalah yaitu brand.
Dan kalau sudah menyangkut brand, tentu akan menyangkut HAKI (Hak Kekayaan Intelektual). Jadi ranahnya bukan perdata lagi, akan tetapi pidana.
Kalau perdata sih masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan, kalau pidana itu sudah menyangkut hokum/konstitusi.