Mohon tunggu...
M. Saiful Kalam
M. Saiful Kalam Mohon Tunggu... Penulis - Sarjana Ekonomi

Calon pengamat dan analis handal

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Di Saat Jenuh dan Ingin Menyerah

2 September 2021   23:45 Diperbarui: 22 November 2021   23:08 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Referensi: pengalaman pribadi

Beberapa kejadian yang ditulis adalah kisah nyata dari penulis dan benar adanya. 

Oke, ceritanya begini. Penulis diawal-awal masuk dunia kerja, mengalami beberapa perubahan. Dunia kerja itu sama sekali berbeda dengan dunia kampus. 

Kalau kita dikampus malas, ya dapat alfa dan cuma tidak lulus. Kalau di pekerjaan, kita bisa dipecat begitu saja. (Mungkin sudah ada di artikel sebelumnya)

Nah masalahnya, dunia kerja ini benar-benar baru dan lebih sulit. Kalau saya disuruh menghitung cepat, menjelaskan pelajaran, dan dialog dengan bahasa asing, saya gampang daja untuk melakukannya. Tapi dipekerjaan sungguh berbeda. 

Apalagi perusahaan yang kulamar ini benar-benar menekankan pada target dan pencapaian tiap bulannya. Aku melihat teman-teman disekelilingku nampak sukses dan tiap bulan berhasil bahkan melebihi target perusahaan. 

Sedangkan aku? Nilaiku selalu berada di rata-rata bawah

Padahal, aku sudah berusaha mencoba bekerja persis dengan apa yang temanku lakukan. Jam terbangnya pun sama dan caranya sama, tapi kenapa hasilnya berbeda. 

Berbulan-bulan aku selalu dibawah target sampai pada akhirnya, aku ingin menyerah. Keluar dari pekerjaan dan mencari yang lebih cocok. Namun, atasanku saat itu memotivasiku dan menyemangatiku. 

Sebenarnya, aku itu sangat sungkan dengan atasan. Sebab, meski aku dibawah target, tapi ia selalu menghargai dan memberikan masukan mendalam serta motivasi agar tetap semangat. 

Dulu, aku sempat punya pemikiran bahwa dunia kerja bakal keras. Aku bakal dimarahi tiap hari oleh atasan, selalu disalahkan, dan lain sebagainya. Namun, dipekerjaan ini, aku benar-benar dihargai oleh mereka. 

Ia bilang padaku saat aku hampir memutuskan untuk resign dan menyerah,

"Kita ini satu tim, ya kalau ada apa-apa saling membanth. Kamu kan juga masih beberapa bulan di sini Menurutku, kamu stay disini saja, Aku yakin, dengan usaha yang tinggi, pasti hasilnya juga mengikuti."

Aku diam sejenak dan meresapi kalimat yang diucapkannya. Memang benar, kalau aku berpaku tangan dan keluwr di pekerjaan dengan keadaanku yang seperti ini, maka aku tidak ubahnya seperti orang menyerah. 

Yah, mungkin masih ada harapan. Dan ternyata, Allah pun mengabulkan permintaanku. Bulan depannya aku dapat meraih target bahkan melebihinya, meski sedikit. Ternyata apa yang disampaikan atasanku itu benar. 

Apakah sifat menyerahku hilang? Masih tidak. Ternyata ada masalah lainnya. Saat itu, aku memutuskan untuk bekerja sendirian dan tidak bersama teman-temanku lagi. 

Pekerjaanku sebenarnya ya nyari orang buat daftar aplikasi begitu saja, by the way. Tapi, kalian tahu sendiri kalau bekerja sendirian itu memerlukan motivasi yang begitu kuat. Anda kalau ada masalah, ya dihadapi sendiri dan harus dewasa menyikapi. 

Berbeda dengan ketika mencari bersama teman, kita kadang sesekali bisa curhat dan cerita kalau ada masalah. Kalau sendiri, ya kita harus kuat. 

Ada momen yang sifat menyerahkan kembali dan muncul. Bulan itu benar-benar pertaruhanku. Aku mulai kehabisan kepercayaan dengan pekerjaanku dan berusaha untuk keluar. Bagaimana aku tidak ingin keluar, kegagalanku itu jumlahnya banyak sekali. 

Kadang aku bosan dan nenggerutu, "Kok enak mereka ya bisa capai target padahal kerjaku dengan mereka tidak jauh berbeda."

Itu juga karena aku sudah pindah kos hingga sebanyak 3-4 kali, hanga agar bisa memenuhi target pekerjaan. Nyatanya, hasilnya nihil. Dan lagi-lagi bulan ini aku dibawah target. 

 Lantas apa yang kulakukan? Sebelumnya wku berkata sombong dalam hati, "Memangnya siapa di dunia ini yang gagalnya banyak sepertiku?" Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. 

Kemudian, Allah pun memberikanku petunjuk, yaitu aku membaca sebuah buku yang benar-benar merubah cara pandangku dan memotivasiku. Ya, aku membaca biografi tokoh hebat, ambil contoh seperti Choitul Tanjung. 

 Ada beberapa kata yang benar-benar kujadikan jimatku agar tidak menyerah. Didalamnya, ketika Choirul merintis usahanya, ia sempat banyak merugi dan bahkan berkali-kali ditipu oleh rekan bisnisnya sendiri. 

Choirul Tanjung sendiri dikenal ulet dan pekerja keras sejak kecil. Bahkan, ia mampu memadukan antara kuliah-aktivis kampus-bisnis, dna hasilnya ketiga-tiganya luar biasa berhasil.

 Ia menjadi mahasiswa teladan (tentu kalau teladan, pasti cerdas dan aktif di kelas), menjadi ketua dewan eksekutif di kampusnya, dan bisnisnya sanggup mencukupi kebutuhan hidupnya.

 Mari kita amati sebentar, kalau Choirul Tanjung bisa melakukan tiga hal sekaligus dengan hasil yang bagus, maka pasti setiap hari dihabiskan dengan kesibukan. Penulis punya pendapat kalah Choirul Tanjung pasti capek tiap harinya dan tidurnya sedikit. 

Dan kegagalan banyak yang dialami oleh Choirul Tanjung bila dibanding aku sepertinya tidak apa-apa. Lha wong aku cuma kerja kesibukannya, kenapa harus mengeluh?

By: M. Saiful Kalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun