Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Suspi Migas XIII/1995

24 Agustus 2023   22:46 Diperbarui: 24 Agustus 2023   22:50 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta Suspi Migas XIII/1995. (Sumber: Buletin Pertamina)

   

 Pada tahun 1995, saya mendapat tugas dari Perusahaan (PT Pertamina-Persero) mengikuti Kursus Pimpinan Minyak & Gas Bumi (Suspi Migas) Angkatan XIII yang diselenggarakan atas kerjasama dengan Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional). Kursus selama tiga bulan tersebut pasti menyisakan banyak kenangan yang beraneka macam, senang, bahagia, kesal, panik, dan terkadang kalang-kabut datang silih berganti.

Beberapa waktu yang lalu, ada kiriman video melalui w/a group yang menggambarkan almarhum pak Rony Makasutji, sedang bermain musik bersama group band The Pros. Juga ada berita duka meninggalnya pak Djojoprajitno. 

Selama mengikuti Suspi, saya ada kenangan khusus dengan kedua beliau itu. Dengan pak Djojoprajitno karena mendapat pembimbing yang sama dalam tugas menyusun karya tulis yaitu Bapak Brigadir Jenderal Soehardjono SE. Juga ada kenangan khusus dengan pak Rony Makasutji. Karena suatu ketika, pak Rony Makasutji menemui saya dan bilang :"Ji, you hebat!". 

Hebat apanya, kata saya spontan penuh tanda tanya. Yang kemudian dilanjutkan :" You  hebat! Hanya tanggapan Sadji yang dibahas di Lemhannas!". Dengan sedikit kaget dan takut, lalu saya bertanya lagi :" Wah gawat dong, saya bisa diwanted! Kok pak Rony tahu dari mana?". Lalu penjelasannya kemudian :" Teman aku ada  di dalam  Ji, dia bintang satu dan bercerita seperti itu".

Mungkin sekali berita itu sampai ke pak Djojoprajitno dan juga teman-teman yang lain. Karena ketika saya mendompleng menghadap ke pembimbing karyatulis di Kawasan Cibubur, pak Djojo banyak menanyakan tanggapan yang saya buat selama kursus. Karena perjalanan cukup lama, sehingga banyak yang saya sampaikan dan agaknya pak Djojo juga khawatir setelah mendengar dengan penuh perhatian selama perjalanan dari Mess Simprug ke Cibubur. 

Karena kemudian ketika menghadap pak Soehardjono, pak Djojo mengajukan pertanyaan :" Pak, apakah tanggapan kita itu dibaca, atau masuk keranjang sampah, Pak?". Yang langsung dijawab pak Soehardjono :" Oh tidak, semua tanggapan peserta itu dibaca. Yang biasa-biasa saja ya memang masuk keranjang sampah. 

Tetapi kalau lain dari yang lain serta merupakan pemikiran dan pendapat baru, bisa sampai ke Bina Graha, Mas. Makanya diharapkan, Instansi dan Organisasi yang mengirim pegawai atau personilnya untuk mengikuti kursus di Lemhannas itu harus orang-orang pilihan yang kelak diharapkan jadi pemimpin. Cuma, semua pendapat tadi tidak boleh disebar-luaskan di luar, hanya sebatas di forum kursus".

Ketika kursus, disediakan kertas carbonized untuk menulis tanggapan pada setiap sesi pelajaran. Yang asli (lembar pertama) dikumpulkan, sedangkan bagi peserta membawa serta menyimpan copynya. Kalau tanggapan tersebut sempat didiskusikan, maka pada setiap kertas tanggapan diberi tanda bahwa telah dibahas. Saya hampir tidak pernah diberi kesempatan bicara atau bertanya walaupun berkali-kali berusaha mengangkat tangan. 

Hanya sekali saya diberi kesempatan bicara ketika membahas tanggapan saya mengenai Ketahanan Nasional. Pada waktu itu saya diminta menyampaikan tanggapan yang saya tulis ketika membahas penjajahan dalam mata kuliah Ketahanan Nasional. Pemberi materi menyebut, bahwa Indonesia dijajah selama 3,5 abad maka timbul kebodohan dan kemiskinan. Perjuangan kemerdekaan tidak pernah berhasil karena politik devide et impera atau politik pecah belah oleh Belanda terhadap bangsa kita.

Saya kemukakan bahwa sejarah itu harus disampaikan dengan benar. Sebab menurut pendapat saya, bangsa Indonesia itu memang bodoh dan miskin sehingga mudah dijajah oleh bangsa lain. 

Pada waktu Belanda datang ke sini dan mendarat di Banten pada tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, belum ada Indonesia. Banten waktu itu sebuah kerajaan kecil, lalu di Jawa Tengah ada Kerajaan Mataram, di Sulawesi ada Kerajaan Gowa dan lain-lain. Tetapi oleh Belanda kerajaan- kerajaan itu dipersatukan menjadi Hindia-Belanda melalui adu domba di setiap kerajaan yang ada pada waktu itu. Belanda justru memandaikan bangsa kita melalui lembaga pendidikan yang mereka bangun. 

Orang-orang pribumi terdidik itulah yang kemudian berjuang untuk Indonesia merdeka dengan wilayah bekas Hindia-Belanda yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Mereka juga yang memperkenalkan berbagai macam industri dan prasarana modern. Ketika didebat, bahwa dulu yang boleh masuk Sekolah Belanda hanya anak ambtenar, saya menangkis :" Bahwa sejak dulu sampai sekarang, fasilitas pendidikan pemerintah itu terbatas jumlah dan daya tampungnya. Maka diadakanlah pola seleksi yang menganut pilihan, hanya boleh anak ambtenar. Ini juga seperti jaman kita sekarang. Untuk masuk sekolah negeri, ada testing. Yang tidak tertampung, masuk ke sekolah yang didirikan dan dikelola oleh swasta. 

Jadi, prioritas anak ambtenar adalah pola dan sistem seleksi yang diterapkan pada waktu itu". Ketika ditanya :" Berarti kita harus berterimakasih kepada Belanda, dong!". Saya jawab :" Bisa ya, bisa tidak! Iya berterimakasih, karena mereka mendidik kita secara modern dan mewarisi wilayah ex Hindia-Belanda yang kita proklamasikan sebagai Indonesia Merdeka. Tidak berterimakasih, karena mereka mengeruk kekayaan alam kita untuk kemakmuran negeri mereka!".

Itu sekedar contoh tanggapan saya yang mengalir begitu saja sebagai rasa tanggung jawab berbangsa dan berbangsa selama mengikuti Suspi. Lainnya, ada di arsip tanggapan pada kertas carbonized yang lengkap dan masih saya simpan sampai sekarang. Ketika menjelang penutupan kursus, ada kabar burung bahwa saya sebenarnya menyandang sebagai lulusan terbaik. 

Tetapi karena karya tulis yang saya pilih mengenai masalah sosial, tidak menyangkut Pertamina, oleh mantan Wakil Gubernur Lemhannas konon status prestasi saya tersebut dianulir, karena seharusnya setiap peserta membuat karya tulis yang menyangkut profesionalisme. Mungkin isu itu benar adanya, karena pada waktu penutupan tidak diumumkan siapa lulusan terbaiknya, dan penerimaan ijazah diwakilkan kepada dua peserta yang namanya seperti kata bersambung, yaitu pak Suhatman Ramli dan pak Ramli Sukarman. 

Mungkin, kalau saja benar saya sebagai lulusan terbaik, boleh jadi secara otomatis saya diikutkan KRA Lemhannas. Tetapi itu cuma khayalan saya, dan merupakan bagian dari kenangan saya selama mengikuti Kursus Pimpinan Minyak & Gas Bumi (Suspi Migas) Angkatan XIII tahun 1995, dengan kesempatan wisata luar negeri ke Taiwan yang sangat mengesankan. Demi mengingat kembali kenangan selama kursus, layak untuk mendoakan semoga Tuhan Yangmahakuasa menerima amal ibadah dan kebaikan almarhum pak Rony Makasutji dan almarhum pak Djojoprajitno serta teman-teman lain yang telah lebih dahulu berpulang ke haribaan-Nya, Aamiien!*****(Bekasi, Agustus 2023)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun