Pada waktu Belanda datang ke sini dan mendarat di Banten pada tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, belum ada Indonesia. Banten waktu itu sebuah kerajaan kecil, lalu di Jawa Tengah ada Kerajaan Mataram, di Sulawesi ada Kerajaan Gowa dan lain-lain. Tetapi oleh Belanda kerajaan- kerajaan itu dipersatukan menjadi Hindia-Belanda melalui adu domba di setiap kerajaan yang ada pada waktu itu. Belanda justru memandaikan bangsa kita melalui lembaga pendidikan yang mereka bangun.Â
Orang-orang pribumi terdidik itulah yang kemudian berjuang untuk Indonesia merdeka dengan wilayah bekas Hindia-Belanda yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Mereka juga yang memperkenalkan berbagai macam industri dan prasarana modern. Ketika didebat, bahwa dulu yang boleh masuk Sekolah Belanda hanya anak ambtenar, saya menangkis :" Bahwa sejak dulu sampai sekarang, fasilitas pendidikan pemerintah itu terbatas jumlah dan daya tampungnya. Maka diadakanlah pola seleksi yang menganut pilihan, hanya boleh anak ambtenar. Ini juga seperti jaman kita sekarang. Untuk masuk sekolah negeri, ada testing. Yang tidak tertampung, masuk ke sekolah yang didirikan dan dikelola oleh swasta.Â
Jadi, prioritas anak ambtenar adalah pola dan sistem seleksi yang diterapkan pada waktu itu". Ketika ditanya :" Berarti kita harus berterimakasih kepada Belanda, dong!". Saya jawab :" Bisa ya, bisa tidak! Iya berterimakasih, karena mereka mendidik kita secara modern dan mewarisi wilayah ex Hindia-Belanda yang kita proklamasikan sebagai Indonesia Merdeka. Tidak berterimakasih, karena mereka mengeruk kekayaan alam kita untuk kemakmuran negeri mereka!".
Itu sekedar contoh tanggapan saya yang mengalir begitu saja sebagai rasa tanggung jawab berbangsa dan berbangsa selama mengikuti Suspi. Lainnya, ada di arsip tanggapan pada kertas carbonized yang lengkap dan masih saya simpan sampai sekarang. Ketika menjelang penutupan kursus, ada kabar burung bahwa saya sebenarnya menyandang sebagai lulusan terbaik.Â
Tetapi karena karya tulis yang saya pilih mengenai masalah sosial, tidak menyangkut Pertamina, oleh mantan Wakil Gubernur Lemhannas konon status prestasi saya tersebut dianulir, karena seharusnya setiap peserta membuat karya tulis yang menyangkut profesionalisme. Mungkin isu itu benar adanya, karena pada waktu penutupan tidak diumumkan siapa lulusan terbaiknya, dan penerimaan ijazah diwakilkan kepada dua peserta yang namanya seperti kata bersambung, yaitu pak Suhatman Ramli dan pak Ramli Sukarman.Â
Mungkin, kalau saja benar saya sebagai lulusan terbaik, boleh jadi secara otomatis saya diikutkan KRA Lemhannas. Tetapi itu cuma khayalan saya, dan merupakan bagian dari kenangan saya selama mengikuti Kursus Pimpinan Minyak & Gas Bumi (Suspi Migas) Angkatan XIII tahun 1995, dengan kesempatan wisata luar negeri ke Taiwan yang sangat mengesankan. Demi mengingat kembali kenangan selama kursus, layak untuk mendoakan semoga Tuhan Yangmahakuasa menerima amal ibadah dan kebaikan almarhum pak Rony Makasutji dan almarhum pak Djojoprajitno serta teman-teman lain yang telah lebih dahulu berpulang ke haribaan-Nya, Aamiien!*****(Bekasi, Agustus 2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H