Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Delapan Puluh Tujuh Tahun Sidarto Danusubroto

12 Juli 2023   21:39 Diperbarui: 12 Juli 2023   21:44 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Jalan Terjal Perubahan: Dari Ajudan Soekarno Sampai Watimpres Joko Widodo. (Dok. Pribadi)

Pada tanggal 11 Juni 2023 yang lalu, Sidarto Danusubroto merayakan hari ulang tahunnya yang ke delapanpuluh tujuh bertempat di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). 

Yang hadir dalam acara itu tidak tanggung-tanggung sebagaimana diberitakan harian Kompas edisi 12 Juni 2023. Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Wiranto, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Guntur Soekarno, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo serta Kepala Staf TNI-AD Dudung Abdulrachman turut meramaikan acara ultah tersebut. 

Maklum, yang berulangtahun adalah seorang saksi sejarah yang sangat penting, yang menyebut bahwa sejarah bangsa Indonesia adalah karma politik. Pada acara tersebut terungkap dalam pidato, bahwa rezim Orde Baru Soeharto pernah memperlakukan Bung Karno, Sang Proklamator dengan tidak terpuji bahkan terkutuk. 

Sebagai ajudan Bung Karno yang statusnya dalam karantina politik, dia mengetahui ketika tentara penjaga mengaduk-aduk dalam rangka memeriksa sayur lodeh kiriman keluarga untuk Bung Karno dengan menggunakan bayonet. 

Suatu perbuatan yang merendahkan ajaran agama, tata krama ketimuran, tidak ksatria sebagai satuan militer dan mempertontonkan perilaku yang menjijikkan. Karena itu penulis berusaha membaca lagi buku yang memperingati  delapanpuluh tahun Sidarto Danusubroto :" Jalan Terjal Perubahan -- Penerbit Buku Kompas 2016". Apalagi, bulan Juni adalah bulan Bung Karno, kiranya perlu sejenak merenungkan nasib pejuang dan pahlawan kemerdekaan tersebut pada akhir hayatnya.

Dari buku tersebut terungkap adanya suatu perilaku pengecut yang dilakukan rezim Suharto yang tidak menunjukkan sifat kenegarawanan sehingga tidak layak disebut pahlawan. 

Menista Sang Proklamator yang telah memberikan pangkat, jabatan dan kehoramatan adalah suatu bentuk perilaku kudeta yang terkutuk sejarah. Sayangnya, buku ini sama sekali tidak menguraikan seputar isteri-isteri Bung Karno selama masa krisis politik tersebut. Pada tanggal 6 Februari 1967 dia ditugaskan sebagai ajudan Presiden Soekarno dalam masa-masa akhir kekuasaannya. 

Sebelumnya dia menjabat Kepala Hubungan Luar Negeri Polri dengan latar belakang pada pertengahan 1964 mendapat tugas belajar di International Police Academy di Washington DC. Lalu pada akhir tahun 1964 masuk program Sekolah Instruktur di US Naval Training School Norfolk dan seluruh program latihannya berakhir di Special Army Warfare School di Fort Bragg. 

Di sekolah ini yang merupakan sekolah counter intelligence, terpampang tokoh-tokoh dunia yang dinyatakan menjadi musuh Amerika Serikat. Tokoh komunis Uni Soviet dan Eropa Timur serta Gerakan Non Blok yang dianggap tidak bersahabat, yaitu : Fidel Castro dari Cuba, Gamal Abdel Nasser dari Mesir, Josip Broz Tito dari Yugoslavia dan Soekarno dari Indonesia. 

Saksi sejarah, bahwa setelah sepuluh bulan menyaksikan gambar dan pamflet di Fort Bragg itu Presiden Soekarno disingkirkan dari panggung politik Indonesia. Surat pengangkatan sebagai ajudan ditandatangani oleh Irjen Pol Drs. Suparno Suriaatmadja, Deputi Administrasi Men/Pangak, menggantikan Kombes Pol. Sumirat yang ditahan pasca Supersemar. 

Dia menyaksikan secara langsung proses penyerahan kekuasaan eksekutif dari Bung Karno kepada Suharto pada tanggal 20 Februari 1967 yang secara de facto sejak 11 Maret 1966 kekuasaan sudah beralih ke tangan Suharto. MPRS yang anggotanya sudah dirombak Suharto kemudian mengeluarkan TAP MPRS nomor XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 yang melucuti kekuasaan Bung Karno dan mengangkat Suharto sebagai Pejabat Presiden, bahkan menjadikan Bung Karno sebagai tahanan kota di Istana Bogor.

Tanggal 6 Juni 1967 Bung Karno masih sempat merayakan ultah ke-66 yang dihadiri keluarga dan teman-teman terdekatnya misalnya : Prof. Dr. Siwabessy, Mardanus, J.D. Massie, Ir. T. Soekarno, Maladi, Darmosugito, Mas Agung, Solichin Salam, Soemarno Sastroatmodjo, Mulyadi Djojomartono, Isnaeni, Gani Surjokusumo, Abadi, Sajid Surjokusumo, Muis, Muhamad Ismani, Sularto, Mualif Nasution, Djamin, Prof. Dr. Prijono, Ir. Sudirgo Peliman, A. Natakusuma, Sajuti Melok, Sri Handojo Kusumo dan Mayor Umdara Sri Mulyono. Juga para penyanyi  yang didatangkan dari Jakarta yaitu, Arianti, Sulastri, Mien Lesmana dan beberapa lagi yang mendendangkan lagu kesukaan Bung Karno misalnya Bengawan Solo, Jembatan Merah, Hampir Malam di Yogya, Keroncong Moritsko, Bunga Mawar dan Saputangan. 

Selama berstatus tahanan rumah di Istana Bogor, kalau mau ke Jakarta harus minta ijin Pangdam VI/Siliwangi Jawa Barat, karena pada dasarnya Bung Karno dilarang keluar wilayah hukum Kodam VI/Siliwangi. Begitu juga Pangdam V/Jayakarta Mayjen. Amir Machmud melarang Bung Karno masuk ke wilayah DKI Jakarta. Jadi kalau mau keluar Istana Bogor harus minta ijin kedua Panglima Kodam tersebut. 

Setelah menjadi tahanan kota di Bogor, Bung Karno  dipindahkan ke Wisma Yaso Jakarta pada Desember 1967 dalam kondisi tidak punya uang sepeserpun dan hubungan dengan Setneg terputus serta tidak bisa lagi masuk Istana.

Tanggal 13 Maret 1968 Mabes Polri menarik kembali Sidarto Danusubroto ke kesatuan dan ajudan yang tertinggal hanya Mayor Udara Irsan yang bertugas atas permintaan sendiri dengan mendapat surat tugas dari Mabes AU. 

Ada pengalaman menarik yang diungkap yaitu ketika mengikuti program home stay pada tahun 1964, banyak keluarga di Amerika Serikat bertanya :" Negara Anda sangat kaya Sumber Daya Alam (SDA), dan saat ini negara Anda sedang mengalami kesulitan dalam bidang ekonomi kenapa tidak mengundang modal asing untuk ikut membangun?" (hal. 24). Ketika pertanyaan tersebut disampaikan kepada Bung Karno dalam status sebagai tahanan politik, Bung Karno menjawab :" Darto, saya bukannya anti modal asing, tetapi saya akan mengundang modal asing pada saat sistem dan SDM yang kita miliki sudah mampu menghadapinya. Karena kalau belum kuat, saya khawatir suatu hari Republik kita akan dikendalikan oleh kekuatan modal asing".  Dan ternyata, terbukti kemudian. Sehingga timbul pertanyaan, apakah Sidarto Danusubroto turut memperdaya Bung Karno sehingga sempat menandatangani dokumen Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) yang sebenarnya ditentang oleh Bung Karno? Dalam suatu literatur menyebut, UU ini dibuat dengan cepat atas biaya asing dan dipersiapkan oleh tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang mendukung rezim baru Suharto.

Setelah berhenti sebagai ajudan Bung Karno, dia ditugaskan sebagai Wakil Komandan Polantas Polda Metro Jaya selama setahun, lalu masuk Seskopol Angkatan  1969 - 1970. Setelah selesai pada Februari 1970 dia diinterogasi oleh Tenning Polsat Mabes Polri dan Teperpu menyusul teman-temannya yang dianggap Soekarnois, antaralain Soekarjo Isnomo, Sutopo Isnomo, Soewarno, Soeroso, Utoro, Sudiyo, Anton Sudjarwo, Muslihat, Sutjipno dan Gunardi. Meskipun sudah mendapat clearance politik pada tahun 1973, tetapi kembali diperiksa untuk kasus yang sama ketika mau mengikuti Seskogab ABRI (Sekolah Staf dan Komando Gabungan ABRI) pada tahun 1977. 

Interogasi ini meliputi 360 pertanyaan, mulai dari masa kuliah di PTIK, yang merekomendasikan penempatan di Istana, orang yang menghubungi selama bertugas, tamu-tamu Bung Karno pada awal tugas di Istana dan pertemuan-pertemuan yang pernah dia hadiri dengan anggota Barisan Soekarno baik dari Polri, Angkatan lain maupun kalangan pemuda. Dari fakta tersebut kita bisa berspekulasi bahwa dia sebenarnya merupakan orang yang disusupkan pada akhir kekuasaan Bung Karno. Apalagi kemudian dia mendapat promosi yang cepat karena mungkin dianggap berjasa bagi ORBA. Sementara Anton Soedjarwo diinterogasi karena sebagai Komandan Resimen Pelopor Mobile Brigade terlambat lapor kesetiaan kepada Jenderal Suharto.

Kesaksian Sidarto Danusubroto terhadap Bung Karno antaralain disebutkan, di bidang ekonomi Bung Karno menegaskan, lebih baik potensi SDA Indonesia dijaga kelestariannya hingga para putra bangsa mampu mengelola sendiri. Sementara dalam bidang budaya, secara tegas menolak masuknya budaya asing yang dapat merusak budaya Indonesia. Tetapi sayang sekali, Sidarto Danusubroto ikut-ikutan Orde Baru Suharto yang menyebut Bung Karno sebagai Orde Lama. Pada hal dia tahu, sebutan itu digaungkan Suharto dan Abdul Haris Nasution yang sebenarnya ada dalam orde itu karena mereka berdua telah diberi pangkat dan jabatan strategis oleh Bung Karno. 

Sebutan Orde Lama adalah merupakan penghinaan terhadap Bung Karno sebagai Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Dan dalam rangka perilaku de-Soekarnoisasi, berbagai warisan Bung Karno satu persatu mulai hilang dan dihilangkan secara terencana, terstruktur, massif dan sistematis. Tetapi sebagai akibatnya, kondisi Indonesia bukannya menjadi lebih baik, melainkan justru semakin memprihatinkan. 

Dalam buku ini disebutkan, bahwa ketika Bung Karno berpulang ke rahmatullah, Indonesia masih sangat perawan. Utang luar negeri hanya 2,5 milyar dollar AS, kekuatan Angkatan Perang terkuat nomor dua di Asia, dan SDA termasuk hutan-hutan yang masih perawan sama sekali belum tersentuh perusahaan-perusahaan pemilik Hak Pengusahaan Hutan  (HPH) dan modal asing yang mengeruk kekayaan tambang kita. 

Karni Iljas dalam suatu acara diskusi Indonesia Lawiers Club (ILC) pernah mengutip kata-kata negarawan Amerika Serikat yang menyatakan :" Saya sangat percaya kepada rakyat. Oleh karena itu berikanlah informasi yang benar kepada rakyat, maka semua masalah bangsa dan negara akan terselesaikan dengan baik". Untuk itu, dalam rangka memahami sejarah bangsa dengan baik, setiap WNI apa pun status dan jabatannya perlu membaca buku ini, karena ditulis oleh saksi dan sekaligus sebagai pelaku sejarah perubahan dari Presiden Soekarno ke rezim Orde Baru.*****Bekasi, Bulan Bung Karno Juni 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun