Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Delapan Puluh Tujuh Tahun Sidarto Danusubroto

12 Juli 2023   21:39 Diperbarui: 12 Juli 2023   21:44 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Jalan Terjal Perubahan: Dari Ajudan Soekarno Sampai Watimpres Joko Widodo. (Dok. Pribadi)

Dia menyaksikan secara langsung proses penyerahan kekuasaan eksekutif dari Bung Karno kepada Suharto pada tanggal 20 Februari 1967 yang secara de facto sejak 11 Maret 1966 kekuasaan sudah beralih ke tangan Suharto. MPRS yang anggotanya sudah dirombak Suharto kemudian mengeluarkan TAP MPRS nomor XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 yang melucuti kekuasaan Bung Karno dan mengangkat Suharto sebagai Pejabat Presiden, bahkan menjadikan Bung Karno sebagai tahanan kota di Istana Bogor.

Tanggal 6 Juni 1967 Bung Karno masih sempat merayakan ultah ke-66 yang dihadiri keluarga dan teman-teman terdekatnya misalnya : Prof. Dr. Siwabessy, Mardanus, J.D. Massie, Ir. T. Soekarno, Maladi, Darmosugito, Mas Agung, Solichin Salam, Soemarno Sastroatmodjo, Mulyadi Djojomartono, Isnaeni, Gani Surjokusumo, Abadi, Sajid Surjokusumo, Muis, Muhamad Ismani, Sularto, Mualif Nasution, Djamin, Prof. Dr. Prijono, Ir. Sudirgo Peliman, A. Natakusuma, Sajuti Melok, Sri Handojo Kusumo dan Mayor Umdara Sri Mulyono. Juga para penyanyi  yang didatangkan dari Jakarta yaitu, Arianti, Sulastri, Mien Lesmana dan beberapa lagi yang mendendangkan lagu kesukaan Bung Karno misalnya Bengawan Solo, Jembatan Merah, Hampir Malam di Yogya, Keroncong Moritsko, Bunga Mawar dan Saputangan. 

Selama berstatus tahanan rumah di Istana Bogor, kalau mau ke Jakarta harus minta ijin Pangdam VI/Siliwangi Jawa Barat, karena pada dasarnya Bung Karno dilarang keluar wilayah hukum Kodam VI/Siliwangi. Begitu juga Pangdam V/Jayakarta Mayjen. Amir Machmud melarang Bung Karno masuk ke wilayah DKI Jakarta. Jadi kalau mau keluar Istana Bogor harus minta ijin kedua Panglima Kodam tersebut. 

Setelah menjadi tahanan kota di Bogor, Bung Karno  dipindahkan ke Wisma Yaso Jakarta pada Desember 1967 dalam kondisi tidak punya uang sepeserpun dan hubungan dengan Setneg terputus serta tidak bisa lagi masuk Istana.

Tanggal 13 Maret 1968 Mabes Polri menarik kembali Sidarto Danusubroto ke kesatuan dan ajudan yang tertinggal hanya Mayor Udara Irsan yang bertugas atas permintaan sendiri dengan mendapat surat tugas dari Mabes AU. 

Ada pengalaman menarik yang diungkap yaitu ketika mengikuti program home stay pada tahun 1964, banyak keluarga di Amerika Serikat bertanya :" Negara Anda sangat kaya Sumber Daya Alam (SDA), dan saat ini negara Anda sedang mengalami kesulitan dalam bidang ekonomi kenapa tidak mengundang modal asing untuk ikut membangun?" (hal. 24). Ketika pertanyaan tersebut disampaikan kepada Bung Karno dalam status sebagai tahanan politik, Bung Karno menjawab :" Darto, saya bukannya anti modal asing, tetapi saya akan mengundang modal asing pada saat sistem dan SDM yang kita miliki sudah mampu menghadapinya. Karena kalau belum kuat, saya khawatir suatu hari Republik kita akan dikendalikan oleh kekuatan modal asing".  Dan ternyata, terbukti kemudian. Sehingga timbul pertanyaan, apakah Sidarto Danusubroto turut memperdaya Bung Karno sehingga sempat menandatangani dokumen Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) yang sebenarnya ditentang oleh Bung Karno? Dalam suatu literatur menyebut, UU ini dibuat dengan cepat atas biaya asing dan dipersiapkan oleh tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang mendukung rezim baru Suharto.

Setelah berhenti sebagai ajudan Bung Karno, dia ditugaskan sebagai Wakil Komandan Polantas Polda Metro Jaya selama setahun, lalu masuk Seskopol Angkatan  1969 - 1970. Setelah selesai pada Februari 1970 dia diinterogasi oleh Tenning Polsat Mabes Polri dan Teperpu menyusul teman-temannya yang dianggap Soekarnois, antaralain Soekarjo Isnomo, Sutopo Isnomo, Soewarno, Soeroso, Utoro, Sudiyo, Anton Sudjarwo, Muslihat, Sutjipno dan Gunardi. Meskipun sudah mendapat clearance politik pada tahun 1973, tetapi kembali diperiksa untuk kasus yang sama ketika mau mengikuti Seskogab ABRI (Sekolah Staf dan Komando Gabungan ABRI) pada tahun 1977. 

Interogasi ini meliputi 360 pertanyaan, mulai dari masa kuliah di PTIK, yang merekomendasikan penempatan di Istana, orang yang menghubungi selama bertugas, tamu-tamu Bung Karno pada awal tugas di Istana dan pertemuan-pertemuan yang pernah dia hadiri dengan anggota Barisan Soekarno baik dari Polri, Angkatan lain maupun kalangan pemuda. Dari fakta tersebut kita bisa berspekulasi bahwa dia sebenarnya merupakan orang yang disusupkan pada akhir kekuasaan Bung Karno. Apalagi kemudian dia mendapat promosi yang cepat karena mungkin dianggap berjasa bagi ORBA. Sementara Anton Soedjarwo diinterogasi karena sebagai Komandan Resimen Pelopor Mobile Brigade terlambat lapor kesetiaan kepada Jenderal Suharto.

Kesaksian Sidarto Danusubroto terhadap Bung Karno antaralain disebutkan, di bidang ekonomi Bung Karno menegaskan, lebih baik potensi SDA Indonesia dijaga kelestariannya hingga para putra bangsa mampu mengelola sendiri. Sementara dalam bidang budaya, secara tegas menolak masuknya budaya asing yang dapat merusak budaya Indonesia. Tetapi sayang sekali, Sidarto Danusubroto ikut-ikutan Orde Baru Suharto yang menyebut Bung Karno sebagai Orde Lama. Pada hal dia tahu, sebutan itu digaungkan Suharto dan Abdul Haris Nasution yang sebenarnya ada dalam orde itu karena mereka berdua telah diberi pangkat dan jabatan strategis oleh Bung Karno. 

Sebutan Orde Lama adalah merupakan penghinaan terhadap Bung Karno sebagai Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Dan dalam rangka perilaku de-Soekarnoisasi, berbagai warisan Bung Karno satu persatu mulai hilang dan dihilangkan secara terencana, terstruktur, massif dan sistematis. Tetapi sebagai akibatnya, kondisi Indonesia bukannya menjadi lebih baik, melainkan justru semakin memprihatinkan. 

Dalam buku ini disebutkan, bahwa ketika Bung Karno berpulang ke rahmatullah, Indonesia masih sangat perawan. Utang luar negeri hanya 2,5 milyar dollar AS, kekuatan Angkatan Perang terkuat nomor dua di Asia, dan SDA termasuk hutan-hutan yang masih perawan sama sekali belum tersentuh perusahaan-perusahaan pemilik Hak Pengusahaan Hutan  (HPH) dan modal asing yang mengeruk kekayaan tambang kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun