Pertama, penetapan harga BBM sebaiknya tidak diskriminatif tetapi tetap dalam kerangka untuk memperkecil besaran subsidi dan menghindari penyelewengan penggunaan BBM. Dalam hubungan ini, kebijakan harga BBM yang selama ini berlaku, yaitu harga subsidi dan harga non subsidi atau harga keekonomian, perlu diubah polanya menjadi kedua-duanya bersubsidi tetapi diperkecil jumlah subsidinya.
Sebagai contoh, harga Pertamax diturunkan sampai tingkat tertentu sedangkan harga Pertalite dinaikkan, juga dalam level tertentu sehingga harganya tidak terlampau jauh berbeda. Dengan demikian diharapkan konsumen beralih ke Pertamax secara alamiah, tanpa perlu himbauan, fatwa, atau pembatasan yang pasti akan sulit penerapannya di lapangan.Â
Pola harga ini juga perlu diterapkan pada jenis BBM yang lain dan dilakukan perhitungannya secara terus-menerus sehingga akan dicapai besaran subsidi yang minimal.Â
Atau bila perlu, subsidi BBM harus benar-benar dihapus tetapi didahului dengan audit biaya produksi dan operasional yang benar, akurat serta transparan dan rakyat memperoleh kompensasi biaya kesehatan dan pendidikan yang murah, syukur apabila bisa gratis, serta tersedianya prasarana umum yang cukup dan memadai kualitasnya.Â
Harga BBM dalam valuta asing US$ yang melayani bunker kapal dan penerbangan asing juga perlu diubah polanya, yaitu cukup dengan mengkonversi dari harga yang berlaku di dalam negeri dengan kurs yang berlaku pada saat transaksi.Â
Dalam hal ini harga valas tidak ditetapkan secara khusus apalagi berbeda jauh dengan harga domestik atau harga subsidi, karena rawan diselewengkan, dimanipulasi dan diselundupkan karena sulit pengawasannya di lapangan. Diskriminasi harga berdasarkan wilayah atau kawasan juga perlu dihindari. Kebijakan satu harga BBM di seluruh wilayah tanah-air adalah langkah yang adil bagi seluruh rakyat.
Kedua, percepatan pengembangan langkah diversifikasi dan konservasi energi antaralain melalui pengembangan energi terbarukan perlu terus ditingkatkan realisasi pelaksanaannya.
Ketiga, pembenahan transportasi massal yang nyaman, jumlahnya yang mencukupi, selalu tepat waktu, bersih dan tertib.
Keempat, perlu dipertimbangkan penetapan pajak kendaraan bermotor secara bertingkat yang didasarkan atas umur kendaraan. Semakin tua umur kendaraan, dibuat semakin mahal pajak yang harus dibayar dengan tujuan ganda yaitu memperkecil jumlah kendaraan bermotor, mengurangi kemacetan lalu-lintas, mengurangi polusi udara dan suara, pengendalian suhu lingkungan serta berdampak berkurangnya pemakaian BBM.Â
Penertiban parkir kendaraan bermotor secara terpusat di suatu lokasi dan larangan parkir sembarangan juga bisa mengurangi konsumsi BBM, apalagi kalau ditopang dengan alat transportasi massal yang selalu tepat waktu, bersih, murah, mudah dan sopan serta beradab.
Kelima, dengan pembenahan transportasi massal yang memadai dan menjanjikan, diharapkan akan berakibat berkurangnya atau hilangnya angkutan massal jenis angkot, mikrolet dan metromini serta bajaj dan sepeda motor secara alamiah yang umumnya merupakan sumber kemacetan, kesemerawutan dan biangnya kecelakaan lalu-lintas.